Anson adalah putra tunggal dari pemilik rumah sakit tempat Aerin bekerja. Mereka bertemu kembali setelah tiga belas tahun. Namun Anson masih membenci Aerin karena dendam masa lalu.
Tapi... Akankah hati lelaki itu tersentuh ketika mengetahui Aerin tidak bahagia? Dan kenapa hatinya ikut terluka saat tanpa sengaja melihat Aerin menangis diam-diam di atap rumah sakit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Pagi harinya, di saat Aerin membuka mata, yang pertama dilihatnya adalah seorang laki-laki dewasa yang sedang berbaring membelakanginya di sofa.
Aerin mengerutkan dahi lalu matanya melebar seketika saat mengingat kejadian semalam. Ia menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.
Ya ampun Aerin, apa yang sudah kau lakukan? Bikin malu.
Aerin sangat malu. Sangat malu sampai-sampai dia ingin menghilang secepatnya dari ruangan ini. Tidak ingin melihat Anson lagi. Namun itu tidak sopan bukan?
Biar bagaimanapun pria itu sudah berbaik hati mengijinkan dia menginap di sini, bahkan di kamarnya sendiri. Aerin tidak menyangkal bahwa dirinya senang, namun tidak mau berharap juga. Karena pasti Anson bersikap baik padanya hanya karena simpati.
Aerin tersenyum hambar. Ia bahkan tidak berani bermimpi Anson akan membalas cintanya.
Kamar Anson begitu nyaman, apalagi di pagi hari begini. Sinar matahari pagi mulai masuk lewat cela-cela jendela. Pandangan Aerin berhenti pada sebuah album foto yang berada di atas nakas.
Gadis itu mengerutkan kening. Ia menatap Anson, kemudian menatap foto di atas nakas lagi. Semalam dia tidak melihatnya, mungkin karena tidak memperhatikan. Orang yang berada di dalam foto itu adalah Kyle kakaknya, Anson dan dirinya sendiri yang berdiri ditengah-tengah, di antara Kyle dan Anson. Kedua pria tersebut memakai seragam SMA sedang Aerin berseragam SMP.
Kenapa foto itu ada di sini?
Aerin bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Setahunya foto tersebut disimpan oleh kakaknya. Dan waktu itu Anson terpaksa mau berfoto bertiga dengannya juga atas permintaan Kyle.
Aerin sempat mencari keberadaan foto tersebut dikamar kakaknya, namun tidak pernah ditemukan. Ternyata ada di sini. Di saat Aerin ingin meraih foto tersebut, Anson sudah merampasnya.
Gerakan Anson sangat cepat hingga Aerin menatapnya keheranan. Apakah cuma perasaan Aerin atau memang benar ia melihat Anson salah tingkah.
"Cuma foto lama, jangan dilihat." kata Anson lalu berdeham pelan. Sesaat Aerin fokus pada wajah baru bangun tidur Anson.
Aerin terpesona dengan ketampanan pria itu. Pahatan wajahnya betul-betul sempurna di mata Aerin. Sesaat kemudian Aerin tersadar dari lamunannya. Balik ke foto.
"Kenapa foto itu ada padamu?" tanyanya penasaran.
"Kyle yang memberikannya." sahut Anson.
Oh pantas. Aerin bergumam dalam hati.
"Kau terus menyimpannya selama ini?"
"Hanya ini foto kenangan yang aku punya dengan kakakmu."
"Tapi ada aku. Kau tidak marah melihatku berada ditengah-tengah kalian? Harusnya kau menggunting gambarku saja dan menyisakan kalian berdua."
Kata-kata Aerin membuat Anson tertawa keras.
"Kalau aku melakukan itu, orang-orang yang melihat aku sengaja menyimpan foto berdua dengan Kyle pasti mengira aku ini gay." kata pria itu.
Aerin pun tak bisa menyembunyikan rasa lucunya. Ia mengulum senyum. Benar kata Anson. Dia jadi geli sendiri memikirkan hal itu. Saat mengangkat wajahnya, tatapannya bertemu dengan Anson. Lelaki itu sedang menatapnya lama kemudian mata Anson turun ke ...
Aerin belum sadar sampai perkataan Anson refleks membuat wajahnya memerah seperti tomat.
"K ... Kau, kenapa berpakaian seperti itu? Aku bisa melihatnya." kata Anson memalingkan wajah ke arah lain. Astaga. Ini kedua kalinya ia melihat tonjolan dibalik kemeja yang dipakai Aerin. Tonjolan itu sangat jelas hingga wajah Anson sampai terasa panas.
Aerin refleks menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia menggigit bibirnya malu setengah mati.
"Semalam aku ingat memberimu celana juga, kenapa tidak pakai? Sengaja mau menggodaku hm?" Anson kembali menatap Aerin.
"Siapa yang mau menggodamu? Jangan sembarangan! Celanamu terlalu longgar dan sangat kebesaran, jadi tidak bisa aku pakai." cetus Aerin salah tingkah.
Anson manggut-manggut. Dalam hati ia tersenyum puas, menikmati melihat Aerin yang memerah karena malu. Belum tahu saja dia kalau Anson sudah menciumnya diam-diam semalam. Bahkan bukan sekadar ciuman biasa. Ciuman panas yang membangkitkan gairah.
Tok tok tok ...
Lalu suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar.
"Siapa?" Anson bertanya.
"Ini saya tuan muda," seorang pembantu rumahnya menyahut. Anson pun melangkahkan kaki ke arah pintu dan membukanya.
"Ada apa?" tanya Anson datar.
"Saya membawa pakaiannya pacar tuan muda. Kata bi Ainun tuan muda suruh cuci pakaiannya semalam. Sekarang sudah bersih jadi sekalian saya bawain." mendengar kata pacar keluar dari mulut pembantu muda itu, Aerin kembali salah tingkah. Dan dia bingung kenapa Anson tidak menjelaskan ke pembantunya. Setidaknya bilang saja dia bukan pacar laki-laki itu. Biar pembantu tersebut tidak salah paham.
"Ya sudah, kau boleh pergi sekarang." pembantu itu pun pergi setelah Anson mengambil pakaian milik Aerin.
Dia kembali mendekati ranjang tempat Aerin berada.
"Kenapa menatapku begitu?" tanyanya karena Aerin terus menatapnya.
"Kenapa tidak jelaskan pada pembantumu kalau aku bukan pacarmu?"
Anson terkekeh.
"Seorang wanita dewasa tidur semalaman dalam kamarku, bersama denganku. Menurutmu, apakah dia akan percaya kalau kubilang kita hanya rekan kerja?"
"Tapi setidaknya kau bisa menjelaskan bukan supaya dia tidak salah paham."
Anson menatap Aerin lama. Lalu naik ke tempat tidur, menumpukkan lututnya dengan mata tak pernah lepas dari gadis itu. Wajah Anson maju lebih dekat sehingga Aerin refleks mundur. Kepalanya hampir membentur dinding tempat tidur namun tangan Anson dengan cekatan menahan tengkuknya.
Posisi mereka sangat dekat dan intens. Tatapan mereka bertemu. Nafas Aerin makin tak beraturan, jantungnya tidak berkompromi. Ia gugup berada sedekat ini dengan laki-laki yang masih disukainya diam-diam itu. Kemudian Anson berbisik pelan di depan wajahnya.
"Kalau semua bisa berakhir dengan penjelasan, lalu kenapa kau terus menutupi semua masalah dan membiarkan orang-orang salah paham padamu? Termasuk diriku. Dulu aku menjauhi-mu karena kau selalu bersikap seenaknya, tapi kini kau membuatku penasaran setengah mati dengan sikap misteriusmu. Katakan, apa yang terjadi padamu bertahun-tahun ini? Kenapa Kyle meninggal, kenapa orangtuamu membencimu, kenapa kau membiarkan orang-orang salah paham padamu dan kenapa ...
Aku sefrustasi ini melihatmu menderita.
Kalimat terakhir hanya bisa Anson katakan dalam hati.
Hening ...
"Bukankah kau pernah menyumpahiku?" lalu Aerin membalas perkataan laki-laki itu dengan nada dingin. Keduanya saling menatap lama. Anson tiba-tiba menyesali perbuatannya dulu.
"Kalau memang gara-gara aku, apakah kau akan menerima permintaan maafku sekarang?" gumamnya lirih.
Aerin tertawa kemudian.
"Astaga, kau percaya? Aku hanya bercanda, tidak perlu ahkk!"
Tiba-tiba Anson memeluk Aerin erat. Sampai Aerin merasa sesak.
"A ... Anson ..." Aerin memukul-mukul punggung Anson.
"Maaf," hanya satu kata itu yang keluar dari mulut Anson. Ia kalah pada Aerin. Gadis itu menang. Anson menyadari bahwa sebenarnya ia sudah memiliki rasa pada Aerin, bahkan mungkin rasa itu sudah tumbuh sejak dulu. Karena sepuluh tahun ini wanita yang selalu dia pikirkan hanya Aerin. Namun dia terus menyangkalnya dengan berdalih bahwa dia membenci gadis itu.
Aerin terdiam seketika. Tidak tahu mau bersikap bagaimana.
Bertindak secara impulsif dan sulit mengontrol emosi.
Pendarahan selama Operasi Buruknya sangat beresiko dapat menyebabkan Infeksi setelah operasi . Gumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, atau masalah paru-paru .
Satu bab buruk dalam hidup itu tidak berarti itu adalah akhir, tetapi itu adalah awal dari babak baru dalam hidupmu..
Namun jika situasinya seperti ini tingkat Lithium yang sangat tinggi dalam darah dapat mengganggu fungsi ginjal dan organ tubuh lainnya jika dikonsumsi berlebihan.