NovelToon NovelToon
ASI, Untuk Majikanku

ASI, Untuk Majikanku

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Romansa
Popularitas:412.1k
Nilai: 4.8
Nama Author: Lusica Jung 2

Aneh Tapi Nyata. Nathan mengidap sebuah penyakit yang sangat aneh dan langka. Dia selalu bergantung pada Asi untuk menjaga kestabilan tubuhnya. Hampir setiap bulan sekali penyakitnya selalu kambuh sehingga Nathan membutuhkan Asi untuk mengembalikan tenaganya. Pada suatu ketika, stok ASI yang dia miliki benar-benar habis sementara penyakitnya sedang kambuh. Kedatangan Vivian, pelayan baru di kediaman Nathan mengubah segalanya. Mungkinkah Nathan bisa sembuh dari penyakit anehnya, atau dia harus terus bergantung pada Vivian? Hanya waktu yang mampu menjawab semuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8: Kehangatan Yang Asing

Vivian memasuki ruangan Nathan dengan wajah cemas. "Aku harus pergi ke rumah sakit. Ayahku tiba-tiba tidak sadarkan diri dan dia harus dirawat," katanya cepat, suaranya bergetar.

Nathan menatap Vivian sejenak, lalu berdiri dari kursinya. "Kalau begitu aku akan pergi denganmu."

Vivian terkejut. "Tapi..."

"Tapi apa?" Nathan menyela cepat, tatapannya tegas. Vivian menggeleng sambil menundukkan kepala, merasa tidak mampu membantah.

Nathan berjalan mendekati Vivian. "Ayo berangkat, jangan buang-buang waktu lagi," ucapnya tanpa basa-basi.

Mereka segera menuju mobil. Nathan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi namun cepat menuju rumah sakit, meskipun dia mengemudi dengan satu mata karena mata kanannya masih tertutup eyepacht , namun hal tersebut tidak sedikitpun mempengaruhi kemampuannya dalam mengemudi, seolah-olah dia sudah terbiasa dengan kondisinya.

Sepanjang perjalanan, Vivian hanya bisa diam sambil menatap keluar jendela, pikirannya dipenuhi kecemasan tentang kondisi ayahnya.

Nathan sesekali melirik ke arah Vivian, namun tetap fokus mengemudi. "Aku sudah menghubungi dokter terbaik. Mereka akan menangani ayahmu dengan baik," ujarnya, mencoba menenangkan Vivian meski suaranya tetap dingin.

Vivian menoleh, terkejut mendengar perhatian Nathan. "Terima kasih, Tuan... Nathan," ucapnya lirih, merasa sedikit lega.

Nathan hanya mengangguk. "Kewajibanku memastikanmu dan keluargamu baik-baik saja," jawabnya singkat.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ruang perawatan. Vivian segera mencari informasi tentang kondisi ayahnya, sementara Nathan berbicara dengan dokter untuk memastikan penanganan yang tepat.

Dokter mengangguk hormat pada Nathan. "Kami akan melakukan yang terbaik, Tuan."

Vivian berdiri di samping Nathan, merasa sedikit lebih tenang meski tetap cemas. "Aku harus melihat ayahku," katanya.

Nathan mengangguk. "Pergilah. Aku akan menunggu di sini."

Vivian bergegas menuju kamar ayahnya, sementara Nathan tetap di tempat, mengawasi situasi dengan tenang dan penuh kewaspadaan. Bagi Vivian, kehadiran Nathan di sampingnya memberikan sedikit rasa aman di tengah kekhawatirannya.

***

Nathan memasuki ruang dokter, meski ada kekhawatiran tersembunyi di balik tatapannya yang dingin. Dokter James, seorang pria paruh baya yang dihormati, berdiri menyambutnya dengan hormat.

"Selamat siang, Tuan Nathan. Silakan duduk," ujar Dokter James dengan sopan.

Nathan duduk tanpa banyak bicara, langsung menuju inti masalah. "Mata kananku semakin memburuk. Apa yang harus aku lakukan?"

Dokter James mengangguk pelan, memahami urgensi yang Nathan rasakan. "Kami sudah melakukan pemeriksaan menyeluruh. Ada masalah serius pada retina Anda. Sebenarnya, ada tumor yang mulai tumbuh di mata kanan Anda. Masih stadium awal, tapi kami harus bertindak cepat."

Nathan menatap dokter dengan datar, meski di dalam hatinya bergejolak. "Operasi?"

"Ya, operasi adalah pilihan terbaik untuk mencegah kerusakan lebih lanjut," jawab Dokter James.

Nathan menggeleng tegas. "Aku tidak mau kehilangan mata kananku. Apa ada metode lain?"

Dokter James menghela napas. "Kami bisa mencoba terapi alternatif, tapi hasilnya tidak seefektif operasi. Risiko tetap ada."

Nathan mempertimbangkan sejenak, lalu mengangguk. "Lakukan yang bisa dilakukan tanpa operasi. Aku tidak mau mengambil risiko kehilangan penglihatan."

Dokter James mengangguk, meski ragu. "Baik, Tuan Nathan. Kami akan mulai terapi secepat mungkin. Tapi Anda harus memahami bahwa ini mungkin tidak cukup."

Nathan berdiri, menatap dokter dengan tatapan dinginnya. "Lakukan yang terbaik. Aku tidak akan menyerah begitu saja."

Dokter James hanya bisa mengangguk lagi, menatap Nathan dengan campuran hormat dan kekhawatiran. "Kami akan melakukan yang terbaik, Tuan Nathan."

Dengan itu, Nathan berbalik dan keluar dari ruang dokter, tetap mempertahankan ketegaran meski di dalam hatinya, ancaman penyakit itu menggantung berat.

***

Nathan melangkah menuju ruangan inap ayah Vivian, tatapannya tetap datar meski pikirannya terbebani oleh masalah matanya, belum lagi dengan penyakit anehnya. Saat dia mendekat, dia melihat Vivian sedang berbincang dengan seorang pemuda yang dia yakini sebagai adiknya.

"Vivian," panggil Nathan dengan suara datarnya.

Vivian segera menoleh menyadari kedatangan Nathan. "Nathan," panggilnya dengan lembut. "Ini adikku, Sammy."

Sammy, yang sebelumnya tampak tegang, segara berdiri dan menyapa Nathan dengan sopan. "Senang bertemu dengan Anda, Tuan Nathan. Jie-Jie, sudah menyatakan yang sebenarnya."

Nathan mengangguk singkat. "Panggil aku Gege saja. Bagaimana kondisi ayahmu?"

Vivian menundukkan kepala, menyembunyikan kegelisahannya. "Dokter bilang kondisinya masih kritis, tapi mereka melakukan yang terbaik. Aku berharap dia segera sadar."

Nathan menatap Vivian sejenak sebelum beralih ke Sammy. "Aku sudah mengatur agar ayah kalian mendapat perawatan terbaik. Jangan khawatir, semua biaya akan ditanggung."

Sammy tampak terkejut dan terharu. "Terima kasih banyak, Ge. Kami benar-benar berterima kasih."

Nathan hanya mengangguk lagi, lalu berbalik ke arah Vivian. "Vivian, kita perlu bicara. Bisa keluar sebentar?"

Vivian mengangguk, menoleh pada Sammy. "Aku akan segara kembali."

Keduanya berjalan keluar ruangan dan menemukan sudut yang lebih sepi. Nathan menatap Vivian dengan pandangan yang sulit dijelaskan, lebih lembut dari biasanya. "Aku baru saja dari dokter. Ada masalah dengan mata kananku. Mereka menyarankan agar aku menjalani operasi, tapi aku memilih terapi alternatif."

Vivian tampak terkejut. "Apa masalahnya sangat serius?" tanyanya memastikan. Nathan mengangguk. "Kenapa tidak olsetuju dengan saran dokter untuk melakukan operasi ? Apa yang membuatmu menolak?"

Nathan menghela napas berat. "Aku tidak ingin mengambil risiko kehilangan penglihatanku. Meski terapi ini mungkin tidak efektif, aku tidak siap untuk itu."

Vivian mengangguk, mencoba memahami. "Aku harap terapi itu berhasil. Tapi, jangan ragu untuk mengambil langkah terbaik untuk kesehatanmu. Dan jika operasi adalah jalan satu-satunya, lebih baik mengambil resiko sekarang daripada di kemudian hari." Ujarnya.

Nathan menatap Vivian dalam-dalam. "Akan aku pikirkan. Dan tentang ayahmu, aku akan memastikan dia mendapat perawatan terbaik. Kalian tidak perlu khawatir tentang biaya atau apapun."

Vivian tersenyum kecil, merasa sedikit lega. "Terima kasih, Nathan. Maaf, harus merepotkanmu." Ucapnya lebih sesal.

Nathan menggeleng. "Tidak sama sekali," dan untuk pertama kalinya, dia merasakan ada kehangatan yang perlahan tumbuh di antara mereka, meski masih tersembunyi di balik sikap dinginnya.

Nathan menatap Vivian dengan serius, pandangannya dingin dan datar. "Apa kau akan menginap disini malam ini?"

Vivian mengangguk pelan. "Iya, aku akan menginap. Kasian Sammy jika sendirian disini,"

Nathan mengangguk kembali. "Kalau begitu, aku juga akan menginap."

Vivian tampak terkejut, tapi dia tahu tidak bisa melarang Nathan. "Baiklah jika itu yang kau inginkan, aku tidak akan melarang,"

Nathan menatapnya sejenak, lalu berkata dengan tegas, "Aku akan mengurus semuanya. Kau fokus saja pada ayahmu." Ucapnya.

Vivian menghela napas lega. Dia kemudian menganggukkan kepala. Nathan akan mengatur agar ayah Vivian mendapatkan perawatan terbaik, memastikan semuanya berjalan lancar. Vivian merasa sedikit tenang dengan kehadiran Nathan yang selalu sigap. Dia benar-benar berhutang budi padanya.

***

Bersambung

1
Uniie Gentra
maaf thor baru aja pindah kamar koq nathan udah bilang kita sudah resmi menjadi suami istri nikahnya juga kan belom trus tadi nathan bilang akan mempersiapkan dokumen untuk pernikahan mereka....aku agak bingung di situasi itu
imhe devangana
tokyo atau london thor?
imhe devangana
untung doni disini ngk sprti crt lain klu di tolak akan melakukan apa sj yg penting bisa bersama wanita yg dicintai.mungkin doni cm kagum sj bkn cinta atau obsesi.😁😁😁😁
imhe devangana
Arnold salah langkah,harusnya dia ngk melibatkan viviant akibtnya adiknya yg ngk th apa2 pun jd sasaran nathan.sdh th nathan mengerikan
imhe devangana
jngn sampai nnti monica keluar dr rumah xi & bertm dg Arnold dan membocorkan semua rahasia nathan klu vivian orng plng berhrg buat dia
imhe devangana
thor apakah nathan seorng ketua Mafia?
Ruk Mini
cakep..man hrs tangguh nenk
Ruk Mini
bisa ye penuh luka msh bermesraan.. hadeuhhhhh bank..bank
Ruk Mini
sadizzzz
Ruk Mini
cpt cetak junior mu bank
Ruk Mini
cb dr kmren..ga bakal kehilangan kn bank..
Ruk Mini
ga tau ape tuan y kejam .main2 ..kena akibat y kn
Ruk Mini
ko bisa lolos..bukan y sgt ketat penjagaan y🥹
Ruk Mini
cacat .. tpi cakep ok lh
Ruk Mini
lg tgl nikmati aje pake berulah
Ruk Mini
usil y kelewatan kau babank imutz
Ruk Mini
lg ngg2 yg lancang dpt akibatnya
Ruk Mini
cari gara2 sih
Ruk Mini
slalu ada waktu untuk bermesraan
Ruk Mini
senang y bank..org kota k desa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!