“Menikahlah denganku, lahirkan keturunanku, dan aku akan membantumu.”
Penawaran dari Sagara dengan imbalan yang cukup fantastis membuat Lisa seakan mendapatkan angin segar di tengah tuntutan hutang yang menggunung. Namun, gadis itu tak memiliki cukup keberanian untuk mengambil tawaran itu karena Lisa tahu bahwa Sagara telah memiliki istri dan Lisa tidak ingin melukai perasaan istri Sagara.
Hingga akhirnya Lisa kembali dihadapkan pada kabar yang mengguncang pertahanannya.
Ia harus memilih antara menjadi istri kedua dan melahirkan keturunan Sagara dengan imbalan yang besar, atau mempertahankan harga diri dan masa depannya, tetapi ia harus kehilangan orang yang ia sayangi.
Lalu, bagaimana dengan keputusan Lisa? Dan apa sebenarnya yang buat Sagara akhirnya berpaling dari istrinya?
Yuk, ikuti terus kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertolongan
Sagara tiba di toko tempat Lisa bekerja, tetapi gadis itu sudah tidak ada di sana. Tanpa membuang waktu, ia segera menghampiri Seli yang tengah menata beberapa roti di etalase.
“Kamu temannya Lisa,'kan? Ada di mana dia sekarang? Apa tidak masuk kerja?”
Seli menoleh kemudian menatap heran ke arah Sagara sebelum akhirnya mengangguk. “Lho, anda di sini? Lisa masuk kerja, kok, tapi memang sudah pulang lebih dulu karena ada keperluan.”
“Keperluan apa?”
“Sepertinya lagi nyelesaiin masalahnya sama rentenir. Memangnya ada apa mencari Lisa?”
Pertanyaan dengan nada sedikit sinis ditujukan Seli pada Sagara. Gadis itu tahu seharian ini Lisa begitu resah, tetapi Seli tidak ingin mencampuri urusan sahabatnya itu karena Lisa sendiri tidak mengatakan apa-apa. Namun, Seli menyimpulkan jika ini ada kaitannya dengan kejadian pagi tadi dan juga dengan Sagara karena Lisa bercerita bahwa Sagara akan membantunya melunasi hutang-hutangnya.
“Astaga! Beri aku alamat rumahnya Lisa, cepat!” Tanpa menjawab pertanyaan Seli, Sagara segera mendesak gadis itu untuk memberikan apa yang ia inginkan.
Meski sedikit keheranan, tetapi Seli segera memberitahukan alamat rumah Lisa pada Sagara. Setelah mendapatkan alamat itu, Sagara segera pergi dari sana.
“Kenapa anda tidak mencoba menghubunginya tuan?” tanya Bara begitu ke duanya masuk ke mobil.
Efek terlalu pusing memikirkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya membuat Sagara malam ini tidak bisa berpikir jernih.
“Astaga! Kamu benar Bar.” Sagara membuka ponselnya dan mencari nomor Lisa. “Sia*lan wanita itu. Bisa-bisanya nomor Lisa diblokir. Pantas saja seharian ini Lisa tidak ada menghubungi,” gerutu Sagara.
Kesibukannya hari ini membuat pria itu jarang menyentuh ponselnya sehingga tidak menyadari ada sesuatu yang terjadi pada barang pribadinya itu. Sagara mencoba menelepon Lisa, tetapi gadis itu tidak mengangkat teleponnya, bahkan pesannya pun terabaikan.
“Percepat, Bar. Sepertinya terjadi sesuatu dengan Lisa,” pinta Sagara.
Bara mengangguk dan lekas menekan pedal gasnya menuju rumah Lisa. Tidak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya ke duanya tiba di depan gang rumah Lisa. Mobil mulai masuk perlahan dan dapat mereka lihat di sana, di halaman rumah yang mereka yakini adalah rumah Lisa, tengah terjadi keramaian.
Sagara yang melihat Lisa dan ke dua saudaranya terduduk di tanah begitu naik pitam, terlebih keadaan Lisa yang berantakan akibat jambakan dari Martha membuat pria itu tidak bisa lagi menahan amarahnya.
Mobil berhenti tidak jauh dari rumah Lisa, Sagara segera turun dan berseru ketika dua orang pria berbadan tegap hendak menyentuh Lisa.
“Berani kau menyentuh wanitaku, akan kupatahkan leher dan tanganmu hari ini juga!”
Teriakan Sagara membuat semua orang yang ada di sana menoleh. Bahkan beberapa tetangga yang awalnya hanya bersembunyi di balik pintu pun lekas membuka dan keluar dari rumah untuk melihat lebih jelas tentang apa yang sudah terjadi.
Lisa seketika mendongak, matanya kembali berkaca-kaca begitu melihat kedatangan Sagara. Hatinya yang semula dongkol, kini mengucap penuh rasa syukur. Gadis itu segera mendekati ke dua adiknya dan merengkuhnya dalam dekapan.
“Kakak tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja sekarang,” bisik Lisa pada Liam dan Leo.
“Siapa kamu!” seru Martha terkejut.
Dengan langkah pasti, diikuti oleh Bara, Sagara berjalan tegap menghampiri Lisa. Pria itu lantas berjongkok di hadapan Lisa dan mengecek keadaannya. Tatapannya mulai menggelap setelah melihat pergelangan tangan gadis itu memerah dan mulai terlihat memar.
“Maaf, aku terlambat datang.” Entah karena emosi atau memang ingin membiasakan diri, tetapi saat ini pria itu berbicara begitu santai pada Lisa. Tidak ada lagi panggilan ‘Saya’ untuk dirinya sendiri.
Lisa melepas rengkuhannya dan menoleh ke arah Sagara. “Saya kira anda mengingkari janji itu,”
“Itu tidak akan terjadi. Maaf, jika hari ini aku seolah menghilang di saat kamu membutuhkan bantuan. Harusnya sudah sejak kemarin aku membantumu agar kamu tidak berada dalam situasi seperti ini,” ungkap Sagara.
Perkataannya terdengar manis dan penuh kasih sayang, membuat Lisa yang sejak dulu kekurangan kasih sayang sang ayah begitu terenyuh. Untuk pertama kalinya, Lisa merasa begitu dilindungi dan dikhawatirkan.
“Tunggu sebentar.” Sagara menoleh ke arah Liam. “Jaga kakakmu sebentar biar aku yang menyelesaikan semuanya.”
Liam mengangguk. Sagara lantas berdiri dan menoleh ke arah Martha yang tampak begitu menahan emosi. Bahkan ke dua tangannya terlihat mengepal kuat hingga kuku jarinya turut memutih. Sial! Rencananya kali ini untuk menjebak Lisa gagal total karena ada yang berhasil menolongnya.
“Saya calon suaminya Lisa. Jadi mari segera kita selesaikan semua masalah yang ada. Saya akan membayar semua hutang ayahnya beserta dengan bunganya hari ini juga,”
“Tidak bisa begitu. Dia yang berhutang dan sudah seharusnya dia yang harus membayarnya!”
“Sudah saya katakan bahwa saya akan melunasi semua hutang-hutang itu. Kalau anda tidak mau, saya akan melaporkan anda ke polisi dengan kasus penganiayaan!”
“Apa-apaan kamu! Beraninya mengancamku!”
“Saya tidak mengancam, saya hanya memperingatimu untuk segera menyelesaikan masalah ini. Dan ingat! Yang berhutang itu ayahnya bukan Lisa. Jadi anda bisa menagihnya ke kuburan jika tidak mau saya yang melunasi semuanya!”
Martha semakin meradang dibuatnya. Kini hancur berantakan semua usahanya. Padahal tinggal selangkah lagi wanita itu bisa membawa Lisa pergi dari sana. Namun, menilik penampilan Sagara membuat nyali Martha sedikit menciut karena ancaman itu. Sepertinya Martha mulai sadar, jika lawannya saat ini tidak bisa diancam seperti Lisa dan keluarganya.
Sagara tersenyum sinis ke arah Martha, kakinya melangkah mendekat dan membisikkan sesuatu yang membuat Wanita itu terkejut bukan main.
“Selain menjadi rentenir, kamu juga seorang germo dan bandar narko*ba. Jika tidak ingin semua usahamu hancur, maka sudahi semuanya dan jauhi Lisa beserta keluarganya karena sangat mudah bagiku membuat semua usahamu itu hancur tak bersisa detik ini juga,” bisiknya penuh penekanan.
Martha kini gemetaran, tidak banyak yang tahu dengan usahanya yang lain, tetapi pria di hadapannya ini seolah mengenalnya begitu jauh. Seberapa banyak yang pria itu ketahui tentangnya. Banyak pertanyaan terbesit di kepalanya, tetapi wanita itu enggan bertanya. Daripada harus kehilangan sumber keuangannya, lebih baik wanita itu kehilangan satu gadis yang tidak banyak memberikannya keuntungan.
“B-baik, mari selesaikan sekarang. Saya mau semua dibayar lunas hari ini juga!”
Sagara tersenyum samar, usahanya tidak sia-sia mencari informasi tentang wanita itu. Dan dngan sekali tembak, wanita itu akhirnya menggelepar tak berdaya.
Bara segera mendekat dan melakukan transaksi. Dia juga meminta rinciannya dengan jelas dan bukti fisik agar Martha tidak menagihnya kembali di kemudian hari.
Sementara Sagara mengajak Lisa dan ke dua adiknya masuk ke rumah. Liam dengan cepat pergi ke dapur untuk mengambilkan kakak dan adiknya minum agar mereka tenang.
Mereka berempat duduk di sofa usang yang ada di ruang tamu, ruangan yang tidak terlalu luas dan hanya diisi dengan sofa lawas dengan meja yang bagian kakinya sudah ditambal karena patah.
“Terima kasih ya, Tuan. Anda sudah banyak membantu keluarga saya. Maaf karena kemarin saya sempat marah-marah tidak terkendali,” ucap Liam tulus.
Tidak dipungkiri, meski kemarin dirinya sempat marah dan kecewa, tetapi melihat betapa Sagara membela dan melindungi sang kakak membuat pria itu terenyuh. Dapat Liam lihat dari sorot mata Sagara yang memancarkan kekhawatiran, Liam yakin bahwa Sagara benar-benar tulus pada kakaknya. Hanya saja, satu yang disesalkan pria itu, kenapa kakaknya harus menjadi istri ke dua.
“Sama-sama. Saya tidak akan mempermasalahkan hal itu karena jika saya ada dalam posisi itu pun saya akan melakukan hal yang sama.”
“Baiklah, sekarang berkemaslah, aku akan membawa kalian pergi dari sini,”
Lisa menoleh ke arah Sagara. “Mau kemana? Saya harus ke rumah sakit, sementara Liam dan Leo, besok pagi mereka harus ke sekolah.”
Bertepatan dengan itu, Seli datang dengan napas terengah-engah. Raut cemas tidak bisa disembunyikan lagi. Gadis itu segera menghambur ke pelukan Lisa dan menangis di sana.
“Ya Allah, Lis. Maaf… kenapa kamu nggak bilang kalau masalahmu ternyata belum selesai. Aku khawatir banget pas si Sagara datang ke toko dan ibu tiba-tiba ngabarin kalau kamu mau dibawa Martha pergi.”
"Aku baik-baik saja, Sel."
Lisa menepuk pundak sahabatnya itu. Memang seharian ini dirinya banyak berdiam diri karena tidak mau membuat Seli khawatir. Namun, yang terjadi justru seperti ini. Gadis itu menoleh ke arah Sagara yang menatapnya dengan intens. Lisa tersenyum ke arah pria itu, senyum tulus seolah mengatakan bahwa gadis itu berterima kasih padanya.