Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21 ~Rahasia kita berdua, Aruna
"Perusahaan saya tidak butuh kerja sama dengannya."
"Dia tahu Aruna sudah bersama saya, dia berusaha mendekati perusahaan saya seakan dia bukan orang yang menyekap Aruna selama ini? Pantas kita tidak menemukan identitas Aruna, mereka menyekapnya di Australia." Kaivan mengepal tangannya begitu kuat.
"Tuan saya memiliki rencana, sepertinya Atmaja ini bukan orang biasa."
Denis mendekat ke arah Kaivan, membisikkan rencana yang akan dia buat.
Kaivan terdiam sesaat mendengar rencana Denis. Rencana yang bagus.
"Di mana kau memikirkan rencana ini?" tanya Kaivan, menaikkan satu alisnya.
"Tuan, asistenmu ini sangat cerdas. Tidak salah Tuan bertemu denganku." Dengan mode tengilnya Denis menaik turunkan alisnya.
"Enyahlah dihadapan, Den." Kaivan memutar bola matanya.
"Hahaha." Denis mengambil berkas-berkas dihadapan bosnya. "Kalau begitu saya pulang Tuan."
Baru saja di ambang pintu, Denis kembali lagi ke arah Kaivan.
"Tuan jadi memindahkan Nyonya ke psikiater?" tanya Denis.
"Tidak."
"Why?"
"Tidak perlu kau tau alasannya, silahkan pulang saja."
"Baiklah Tuan Kaivan. Tuan bakal mengosongkan jadwal saya sampai minggu depan kan?" Denis sudah berulang kali bertanya.
"Ck? Sudah berapa kali pertanyaan itu keluar dari mulutmu, ha?"
Denis menyengir. Ia hanya memastikan, pekerjaannya benar-benar kosong, takutnya jika ia sudah traveling ke bali. Tuannya ini malah menelpon, menyuruhnya menyelesaikan pekerjaannya.
"Hanya memastikan Tuan." Sedikit membungkuk. "Saya pulang, Tuan," pamitnya sekali lagi. Kini benar-benar sudah pergi.
Kaivan berdiam diri sesaat di ruang kerjanya. Ada banyak teori yang ia simpan tentang istrinya dengan seseorang.
Menghela napas sesaat lalu beranjak dari duduknya, dia akan mengantar Aruna terapi hari ini.
"Aruna," teriak Kaivan. "Aruna," teriak Kaivan sekali lagi, saat tidak mendapati Aruna di dalam kamar.
"Di mana Aruna?" tanya Kaivan pada Pelayan.
"Nyonya tadi ada di sini Tuan." Pelayan itu juga panik tidak melihat keberadaan Aruna di ruang tamu, tadi gadis itu duduk dengan enteng di sana sambil menonton kartun di tv.
"Sial." Kaivan mencari keberadaan istrinya di setiap sudut mansion, tapi dia tidak menemukannya.
"Di mana dia." Kaivan benar-benar sudah panik. "Tidak, tidak ada orang lain yang bisa masuk di mansion ini, Aruna tidak diculik."
Hanya satu tempat yang belum dia datangi, kandang singanya serta hewan peliharaannya yang lain. Walaupun sangat mustahil Aruna ada di sana.
"Hahaha Sora mukanya kaya Ipan, galak tapi aslinya kaya bayi." Aruna mengunyel pipi Sora, si singa hewan peliharaan Kaivan yang tempo hari menjadi ancaman jika Aruna memberontak.
"Aruna," panggil Kaivan saat melihat istrinya sudah berada di dalam kandang singanya, duduk sembari memeluk Sora.
Penjaga kandang Sora langsung menunduk saat Tuan mereka menatap tajam ke arah mereka. Sora memang sudah jinak, tapi jika melihat orang baru dia akan menyakiti orang tersebut.
Jika tadi Aruna kenapa-kenapa gimana? Astaga, lagian istrinya ini benar-benar berani.
Sora menguap lebar, hewan itu mendekati Kaivan yang ikut masuk ke dalam kandang. Sora seperti bertemu dengan ayahnya, mengduselkan badannya di kaki Kaivan.
"Sora." Mengusap dengan lembut bulu lebat milik singanya ini. "Kau tidak membuat istri daddy terluka kan?" Kaivan berjongkok.
"Ipan..."
Sebelum mendekati istrinya, Kaivan mencium Sora lalu beranjak mendekati istrinya yang masih duduk di rumput.
"Ayo berdiri."
Dibantu oleh Kaivan, Aruna berdiri.
"Ipan marah sama Una karena ke kandang Sora? Tadi Una bosan, terus Una jalan-jalan eh nyasar ke sini," ucap Aruna.
"Lain kali jangan seperti ini lagi, jika dia melukaimu gimana?"
"Tidak. Sora baik. Sora tidak apa-apain Una."
"Kenapa mereka membiarkanmu masuk bertemu dengan Sora?"
"Soalnya Una ancam mereka, digigit Sora. Una bilang aku ini mommynya Sora, Sora enggak bakal gigit-gigit Una. Kalau mereka enggak izinin, Una pecat."
Kaivan terbahak dengan pengakuan istrinya. Dari mana dia sudah tau kalau saat ini dia menjadi Nyonya besar di sana? Bahkan jika Aruna tau, Kaivan juga bawahannya.
"Baiklah, mommynya Sora. Ayo kamu ganti pakaian dulu."
"Kita mau keluar ya, Ipan?" tanya Aruna riang digandengan Kaivan.
"Semalam kan saya sudah janji."
"Hmm, tapi Una semalam bayar. Ipan minta bayarannya pakai susu Un-"
Kaivan berhenti lalu menutup mulut Aruna sebelum melanjutkan perkataannya.
"Semalam saya ngomong apa sama kamu?" tanya Kaivan menyingkirkan tangannya di mulut Aruna.
"Ajak Una keluar."
"Selain itu?"
Aruna diam sesaat, memikirkan apa yang dikatakan Kaivan selain itu.
"Mau ajak Una ke terapi?"
Kaivan berdecak pelan, memang seharusnya ia tidak percaya dengan kesepakatan yang ia buat oleh istrinya semalam.
Semalam dia memperingati Aruna bahwa sesuatu yang mereka perbuat semalam jangan diberitahu siapa pun itu. Baik pelayan atau mamanya.
Aruna bercerita semalam tentang aktivitasnya bersama sang mama, berbicara apa saja. Dan pengakuan Aruna, dia memberitahu mama Pharita tentang ia menciumnya. Kaivan benar-benar malu akan hal itu, istrinya benar-benar nol privasi.
Sebab tak ingin istrinya mengadu lagi pada sang mama tentang yang dilakukannya semalam, Kaivan menyuruh Aruna untuk diam jangan memberitahu siapa pun lagi, Aruna meng-iyakan. Namun, Kaivan tidak percaya bahwa Aruna benar-benar menjaga privasi mereka ini. Tamat riwayatnya di depan sang mama dan pelayan jika tau semalam dia menyusu.