Adinda Khairunisa seorang gadis manis yang berasal dari Desa mencari peruntungan di Kota, setelah lulus kuliah dia mencari pekerjaan kesana kemari, Karena otaknya yang pas-pasan membuat dia sulit di terima di perusahaan manapun
entah nasib baik atau buruk Dinda harus melewatkan sesi wawancara Karena harus menolong seorang wanita yang akan merubah nasibnya.
Bagaimana Nasib Dinda selanjutnya?? sedihkah atau bahagiakah??
yuuk simak terus karya aku yang kedua
selamat membaca😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon etha anggra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 08
Kedua sahabatnya memicingkan mata melihat ekspresi wajah Simon yang seperti ketangkap basah sedang menguntit.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu" Tidak ada jawaban hanya tatapan intimidasi dari Elvano dan Daniel, Daniel yang tadinya sedih jadi penasaran.
"Baiklah.. Baiklah.. Aku sedang mengawasi sekertaris baruku" aku Simon.
"Sekertaris baru? Memangnya ada apa dengan Billy" Tanya Daniel.
"Billy butuh teman, pekerjaannya terlalu banyak.." jawab Simon.
"Oh" ucap Daniel ber oh ria "Jadi sekertarismu lady's or gent?"
"Apa masih perlu di tanyakan lagi.. mana mungkin Simon buang-buang waktu untuk mengawasi sekertaris pria kecuali dia belok" ucap Elvano sambil tersenyum menghina "Ucapkan selamat datang pada kegalauan dude" ucap Elvano seolah mengerti dengan apa yang akan terjadi dengan Simon "Aku pergi, istriku sudah merindukanku" ucapnya dan berlalu pergi meninggalkan Daniel dan Simon karena harus menemui istri tersayangnya.
"Dia berbicara padaku" tanya Simon setelah kepergian Elvano
"Tidak mungkin kan kalimatnya di lontarkan padaku" ucap Daniel datar sambil menegak soft drink dan beranjak dari sofa.
"Mau kemana kau" tanya Simon.
"Kembali ke perusahaanku, aku bukan pengangguran" ucap Daniel pergi meninggalkan Simon.
"Si*alan! Kau pikir aku pengangguran" umpat Simon dan menegak kopi yang sudah dia pesan "Terus apa yang aku lakukan disini?? mereka yang mengundangku setelah aku datang mereka malah pergi.. Dasar tidak berperiketemanan" omel Simon bermonolog.
Setelah menghabiskan secangkir kopi latte Simon beranjak ke kasir dan membayarkan tagihannya dan dua temannya.
.
.
Di perusahaan COWEL
Sedari tadi Dinda sibuk memperhatikan layar komputer, tangannya bergerak lincah menggunakan keyboard dan juga mouse.
Simon baru tiba di perusahaanya usai pertemuan dengan kedua temannya, dia mengerutkan kening melihat Dinda tampak fokus dengan pekerjaannya
"Apa yang dia kerjakan?" Simon menghampiri meja sekertaris memeriksa apa yang Dinda kerjakan, mungkin saja Billy memberinya pekerjaan.
Simon membungkukkan badannya tepat di samping Dinda menatap layar monitor mengamati dari dekat "Apa yang kau lakukan?" ucap Simon lirih tepat di telinga Dinda
"Ini game fighter terbaru, kau harus memainkannya" ucap Dinda tanpa sadar.
Sepersekian detik Dinda tersadar sontak menolehkan wajahnya ke samping di mana wajah Simon sudah berjarak beberapa centi saja dari wajahnya.
Deg
Kedua mata saling terpaut, jantung keduanya berdetak tak beraturan.
"Aku tau aku tampan, jangan coba-coba merayuku dengan tatapanmu" ucap Simon sembari meletakkan jari telunjuknya di kening Dinda dan menjauhkan dari wajah tampannya.
"Cih! Siapa juga yang merayu, mana aku tau tuan tiba-tiba berdiri di sampingku" Dinda cepat-cepat mematikan game yang baru saja dia download.
"Banyak alasan, berikan itu padaku" tunjuk Simon pada Flash disk yang baru Dinda lepas dari USB.
Dengan ragu-ragu Dinda memberikan flash disk itu pada Simon.
"Disini tempat bekerja bukan tempat bermain" ucap Simon datar, setelah menyita flash disk milik Dinda Simon melangkah masuk ke ruangannya.
"Tapi tuan, apa yang harus aku kerjakan?" Tanya Dinda karena sedari awal dia masuk tidak ada pekerjaan apapun yang di berikan padanya, Karena bosan akhirnya Dinda mendownload game untuk di mengurangi rasa jenuh.
"Ah Iya.. Aku ada satu pekerjaan" ucap Simon urung masuk "Kau tau Wijaya Group? Nah di depannya ada cafe baru launching, tolong kau belikan aku coffee latte tanpa gula, juga sandwich tanpa selada" ucap Simon.
"Tapi tuan Wijaya itu Kan jauh dari sini" protes Dinda.
"Dekat dari peta.. Cepat aku sudah lapar, karena aku baik hati kau aku berikan waktu tiga puluh menit dari sekarang" ucap Simon langsung menutup pintu.
"Peta gundulmu, kau saja yang berjalan dari peta" umpat Dinda "baik hati apaan perjalanan kesana lima belas menit belum nunggu pesanannya belum lagi kembalinya kesini" dengan terpaksa Dinda pergi ke cafe yang letaknya cukup jauh kalau di tempuh dengan berjalan kaki.
Simon menarik napasnya lega, tatapan mata Dinda benar-benar membuat dadanya berdebar tidak karuan "Apa itu tadi.. Hih! Jangan sampai aku tergoda ubur-ubur" ucap Simon bergidik.
Simon duduk di kursinya dia mengeluarkan flash disk milik Dinda dan menancapkan pada USB miliknya "Wah.. Gamenya Banyak sekali" seru Simon mendownload satu persatu game milik Dinda ke dalam PCnya.
Tok! Tok! Tok
"Masuk"
Ceklek
"Maaf tuan ada berkas yang harus di tanda tangani" ucap Billy
"Hmm.. Kau letakkan saja di meja nanti aku periksa" jawab Simon tanpa menoleh fokusnya pada game yang baru di downloadnya.
"Baik tuan" Billy meletakkan berkas di meja dan keluar ruangan Simon dengan banyak pertanyaan, dia pikir atasannya sedang fokus dengan proyek baru lagi, karena Simon akan fokus dengan PCnya saat dia mempunyai proyek penting.
"Hai Billy" Sapa Dinda yang baru datang dengan membawa paper bag.
"Halo Din, kau dari mana?" Tanya Billy
"Bos menyuruhku membeli kopi, apa dia ada di dalam" ucap Dinda
"Ada.. Masuklah"
Dinda tersenyum berjalan melewati Billy, tanpa mengetuk pintu Dinda langsung masuk ke ruangan Simon.
Ceklek
"Maaf tuan ini kopi dan sandwichnya" Dinda meletakkan paper bag di atas meja "Dan ini struknya totalnya lima ratus ribu itu sudah saya beri diskon".
Simon menghentikan kegiatannya dia membaca struk yang di bawa Dinda "Bukankah total di struk hanya seratus lima puluh ribu kenapa jadi lima ratus ribu"
"Begini tuan total struknya memang seratus lima puluh ribu, dari sini ke cafe aku naik taxi pulang pergi dua ratus ribu, uang lelah seratus ribu jadi kan empat ratus lima puluh ribu terus biar genap aku korting nih lima puluh ribu jadi lima ratus ribu" ucap Dinda panjang kali lebar.
"What!! rumus matematika dari mana empat ratus lima puluh di korting lima puluh jadi lima ratus" ucap Simon heran dengan rumus matematika yang di serap Dinda.
"Jadi mau bayar gak? Kalau gak aku bawa lagi nih" Ancam Dinda dengan membawa paper bag nya kembali.
"Iya iya aku bayar" Billy mengeluarkan kartunya dan memberikan pada Dinda.
"Wah Pak bos geseknya dimana, saya mau uang cash saja" Dinda mengembalikan debit card milik Simon.
"CK!" Terpaksa Simon mengeluarkan uang warna merahnya yang tersisa lima lembar.
Dinda tersenyum lebar melihat Simon mengeluarkan uang dari dompetnya, dia senang bukan karena nominal yang di keluarkan tapi dia senang karena sudah membodohi atasannya "Emang enak aku kerjai, dia pikir dia bisa menindasku" gumam Dalam hati.
"Saya permisi dulu tuan" Dinda hendak pergi tapi Simon menghentikannya.
"Tunggu" Simon memeriksa pesanannya.
"Apa ada yang kurang tuan, saya akan kembali lagi mengganti pesanan anda" ucap Dinda sambil tersenyum, senyuman yang membuat Simon mengurungkan niatnya
"Tidak jadi kau pergilah" ucap Simon datar..
Bersambung..
Mohon maaf ya baru bisa up, bapil menyerang hampir dua minggu jadi nulisnya tersendat, sekali lagi mohon maaf dan Terima kasih dukungannya🙏🙏🥰
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.