Kisah seorang pemuda yang meninggal akibat terlalu lelah bekerja dan dia bereinkarnasi ke dalam novel favoritnya. Namun dia tidak berinkarnasi menjadi main character, heroine, villain atau bahkan mob sekalipun, dia menjadi korban pertama sang villain yang akan membuat sang villain menjadi villain terkejam dan menggerakkan seluruh alur di novelnya.
Tapi ketika dia baru bereinkarnasi, dia langsung melakukan plot twist yang sudah pasti akan mengubah jalan nya alur cerita atau malah menghancurkan alur cerita yang sudah tersusun rapi, dia tidak mati dan malah membunuh villain yang seharusnya membunuhnya. Jadi selanjutnya apa yang akan terjadi dengan alur cerita novel yang di sukainya itu ?
Genre : Fantasi, komedi, drama, action, sihir, petualangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Sore hari, “Ray, lihat itu,” teriak Laura yang menjulurkan kepalanya keluar, Ray menoleh melihat keluar jendela dan membukanya, dia melihat sebuah kota yang sudah terlihat dari kejauhan yang di kelilingi dinding tinggi seperti benteng.
“Kita sudah hampir sampai,” ujar Ray.
“Hebat sekali, padahal kalau dengan kereta kuda kita butuh waktu sekitar satu setengah hari dari desa kita ke kota Lindhorn, mobil ini benar benar cepat, hanya beberapa jam saja kita sudah mau sampai ke kota Lindhorn, aku benar benar jatuh cinta pada mobil ini hehe,” ujar Liam sambil mengemudi.
“Hehe tapi kita tidak bisa menggunakan nya sering sering, bahan bakarnya terbatas (bikin jerigen penuh bensin lagi, ogah),” ujar Ray.
“Haha aku tahu, yang penting pakai kalau kita sedang buru buru seperti sekarang,” ujar Liam.
“Liam, Ray, aku melihat sesuatu di depan,” ujar Charlotte yang duduk di tengah sambil menunjuk ke arah kaca depan.
Ray dan Liam langsung melihat ke depan dan memicingkan mata mereka, di depan ternyata ada dua buah kereta yang terlihat di tinggalkan begitu saja oleh penumpangnya, melintang di tengah jalan menutupi jalan di kejauhan.
“Huh kereta ?” tanya Liam.
“Iya, tapi sepertinya di tinggal ya, kok mereka melintang begitu sih,” ujar Ray.
“Kita hampiri saja dulu,” ujar Charlotte.
Liam menekan gasnya dan membuat mobil melaju lebih kencang dari sebelumnya, dalam sekejap mereka sampai di dekat kereta yang mereka lihat dari kejauhan. Liam menghentikan mobilnya dan mereka semua terkesiap, alasannya jalan penuh dengan mayat para petualang dan beberapa prajurit di sekitar kereta, setelah itu, terlihat seekor kuda yang mati di depan kereta. Ke limanya turun dari dalam mobil dan berjalan mendekati kedua kereta yang melintang di jalan. Sebuah kereta nampak seperti kereta pedagang tanpa atap dalam keadaan kosong, kereta satunya adalah kereta penumpang yang tirai nya sudah sobek seperti terkena sayatan pedang dan hancur, di kereta pedagang ada sebuah lambang terukir di sisi kanan nya, Liam mengamati lambangnya,
“Hmmm....ini lambang perusahaan dagang dari kekaisaran Agares, mereka suka mampir ke desa kita setiap tahun sebelum ke ibukota untuk menjajakan barang dagangan mereka di sana,” ujar Liam.
“Kalau begitu berarti seharusnya kereta ini penuh barang dagangan dong ?” tanya Charlotte.
“Ya, kalau sekarang kosong berarti penyebabnya hanya satu,” jawab Liam.
Tiba tiba Ray dan Laura menghampiri Liam dan Charlotte yang sedang memeriksa kereta,
“Liam, Char, seluruh orang yang terbunuh itu, terkena luka senjata dan ada beberapa yang terkena panah, sepertinya mereka di rampok,” ujar Ray.
“Pikiran ku juga sama, sudah jelas ini ulah bandit gunung yang beroperasi di daerah ini,” ujar Liam menoleh ke arah pegunungan di kanan mereka.
“Hei...aku nemu ini di dalam kereta penumpang,” ujar Laura sambil memperlihatkan sebuah sapu tangan di tangannya.
Ray, Liam dan Charlotte mendadak terkejut melihat sapu tangan putih dengan bercak darah di tangan Laura, lambang di sapu tangan itu adalah lambang naga berkepala tiga memegang sebuah perisai layang layang besar yang merupakan simbol keluarga kekaisaran Agares yang tidak boleh di pakai oleh sembarang orang kecuali anggota keluarga kerajaan.
“Huh...kok bisa ada saputangan milik keluarga kekaisaran Agares di sini ?” tanya Charlotte.
“Kemungkinan salah satu penumpang di dalam kereta anggota kekaisaran Agares dan ada kemungkinan yang menyerang mereka bukan bandit gunung melainkan fraksi pemberontak,” gumam Ray.
“Itu bisa jadi, mereka membawa barang barang di dalam kereta dan membuatnya seakan akan kelompok pedagang ini di serang dan di rampok oleh bandit,” ujar Liam.
“Ksatria yang tergeletak di sana mengenakan zirah milik kota Lindhorn, ada kemungkinan dia pasukan pemberontak yang kalah,” tunjuk Ray ke salah satu jasad ksatria yang tergeletak di dekatnya.
“Kak Ray, kak Liam, kak Char, kak Laura,”
Ignesia berteriak dari kejauhan, dia terlihat berada di sebelah batu besar yang berada di sebrang jalan dan melambaikan tangan kepada mereka. Ray, Liam, Char dan Laura langsung berlari kecil menghampiri Ignesia yang menunjuk ke balik batu besar. Ketika ke empatnya melihat ke balik batu besar, mereka kaget karena melihat seorang gadis yang memakai jubah dan kerudung sedang tertidur bersender di balik batu dalam keadaan pingsan. Tangannya terluka namun dia tetap memegang busurnya yang besar dan berukir. Liam langsung jongkok memeriksa keadaannya, dia memegang leher sang gadis dan mengambil tangannya untuk memeriksa detaknya,
“Masih hidup, kita harus tolong dia,” ujar Liam menoleh melihat Ray, Charlotte dan Laura.
“Tunggu....aku kenal dia,” ujar Ray.
Dia langsung jongkok di depan sang gadis bersama Liam dan memegang kerudungnya, tapi “tap,” tiba tiba tangan Ray di tangkap, gadis itu membuka matanya dan matanya yang hijau menatap Ray di depannya.
“Frill ?” tanya Ray.
“Kamu....Ray ?” jawab Frill dan membalas bertanya.
“Kamu kenal dia Ray ?” tanya Liam.
“Kamu juga harusnya kenal Liam, dia datang bersama ku bersama paman Matthew, kak Ariana dan kak Shamir waktu aku pertama kali datang ke desa,” jawab Ray.
“Oh...aku tidak perhatikan,” balas Liam.
“Sama, aku juga tidak perhatikan,” tambah Laura.
“Kalian.....kenapa kalian ada disini ?” tanya Frill lemah.
“Bicaranya nanti saja, luka mu harus di rawat, ayo kita ke mobil dulu,” ajak Ray.
Ray dan Liam langsung menggotong Frill, mereka berjalan menuju mobil di ikuti oleh Charlotte, Laura dan Ignesia. Ketika sampai di mobil, Ray membuka bagasi mobil dan Liam membaringkan Frill di bagasi yang cukup luas itu, Charlotte membuka tasnya di dalam mobil dan mengambil sebotol potion yang di bekali oleh Elena sebelum pergi dari dalam tas. Dia memberikan potion itu pada Ray yang kemudian menopang kepala Frill untuk memberinya minum, tapi ketika Ray ingin membuka kerudungnya, kedua tangan Frill langsung menarik kerudungnya seperti tidak mengijinkan Ray membukanya.
“Kalau ga di buka bagaimana kamu minum potion ini ?” tanya Ray.
“Uh...maaf, mana potionnya, biar aku minum sendiri,” jawab Frill.
Ray memberikan potionnya ke tangan Frill, tapi karena kedua tangannya terluka terkena sayatan pedang, dia berusaha keras mengangkat tangannya yang gemetar sambil menahan rasa sakit. Melihat itu, Laura dan Ignesia saling menoleh melihat satu sama lain, Ignes langsung membuat Frill duduk dan Laura memegang tangannya, kemudian tangan sebelahnya memegang kerudung Frill.
“He..hei apa yang kamu...”
Belum selesai Frill bicara, “slip,” Laura membuka kerudungnya. Ray, Liam, Laura yang membuka kerudung, Ignesia dan Charlotte langsung menjadi sangat terkejut karena Frill memiliki rambut pirang bagai emas dan memiliki telinga yang panjang di balik kerudung nya.
“Elf ?” tanya Liam, Laura dan Charlotte kaget.
“Di..dia elf ? Frill ? ah....benar juga, ketika di kereta aku melihat wajahnya dan matanya yang hijau itu tidak bisa ku lupakan...dia putri kepala desa elf yang ingin ku temui dan aku ternyata sudah bertemu dengan nya tanpa ku sadari,” ujar Ray dalam hati.
Frill menyambar potion dari Ray yang tertegun dan meminumnya, kemudian dia langsung kembali menutup kerudungnya, Frill yang sudah sembuh langsung turun dari mobil, dia berdiri membelakangi yang lain,
“Terima kasih, aku harus pergi, ada yang harus aku tolong,” ujar Frill.
“Tunggu Frill,” teriak Ray.
Frill terus berjalan ke arah balik mereka dengan langkah yang cepat, Ray berlari mengejarnya dari belakang, “Aku bilang tunggu Frill,” teriak Ray. Tapi Frill tidak menjawab dan malah mempercepat langkahnya,
“Filia Rillestorm,” teriak Ray.
“Tap,” langkah Frill langsung terhenti, dia menoleh melihat Ray di belakangnya dan berbalik berjalan mendekati Ray dengan cepat, “sriiing,” dia mencabut pisau dari pinggangnya dan langsung menaruh pisaunya di leher Ray.
“Ray,” teriak Liam, Laura, Charlotte dan Ignesia yang berlari menyusul Ray dan melihat Frill menaruh pisau di leher Ray.
“Dari mana kamu tahu nama itu...jawab,” ujar Frill yang menatap Ray dengan mata hijaunya dan wajah yang marah.