Kirana tak pernah menyangka, bujukan sang suami pulang ke kampung halaman orang tuanya ternyata adalah misi terselubung untuk bisa menikahi wanita lain.
Sepuluh tahun Kirana menjadi istri, menemani dan menjadi pelengkap kekurangan suaminya.
Kirana tersakiti tetapi tidak lemah. Kirana dikhianati tetapi tetap bertahan.
Namun semuanya berubah saat dia dipertemukan dengan seorang pria yang menjadi tetangga sekaligus bosnya.
Aska Kendrick Rusady, pria yang diam-diam menyukai Kirana semenjak pertemuan pertama.
Dia pikir Kirana adalah wanita lajang, ternyata kenyataan buruknya adalah wanita itu adalah istri orang dengan dua anak.
Keadaan yang membuat mereka terus berdekatan membuat benih-benih itu timbul. Membakar jiwa mereka, melebur dalam sebuah hubungan terlarang yang begitu nikmat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria idaman
“Setelah tersakiti, apa kamu pikir akan mudah buat percaya lagi? Itu nggak segampang yang kamu katakan!” seru Kirana, sedikit keras hingga membuat beberapa orang yang melewati menoleh.
“Itu ketakutan yang kamu bangun sendiri.” Kendrick mundur, memberikan jarak pada posisi mereka saat ini.
“Pembahasan ini terlalu sensitif. Mungkin nggak sekarang, kita sama-sama masih butuh waktu.”
“Oke,” sahut Kendrick tanpa protes.
Keduanya kembali melangkahkan kaki beriringan. Tak ada kelanjutan obrolan lagi di antara mereka yang membuat suasana terasa begitu sepi.
Sesekali Kirana mencuri pandang ke arah pria yang saat ini benar-benar diam. Ada sesuatu yang justru mengusik melihat sikap yang ditunjukkan. Dia tak bisa membohongi diri bahwa mereka sama-sama tertarik dan menaruh minat. Terlepas dari antisipasi yang dilakukan, itu hanya sebagai bentuk perlindungan yang dilakukan untuk menjaga agar dirinya tak terpelosok pada jurang kesedihan tanpa ujung.
Setelah menghabiskan waktu di Gardens by The Bay, mereka melanjutkan perjalanan menuju Singapore River. Sebuah sungai yang mengalir dari tengah Singapura sampai ke lautan.
Mereka naik sebuah perahu listrik yang canggih untuk menyusuri sungai. Menikmati pemandangan yang dilewati, di antara bangunan tinggi yang menjulang.
Keduanya masih diam tanpa obrolan, bahkan suasana terlihat lebih canggung karena sikap keduanya. Hanya suara pemandu yang terdengar menjelaskan berbagai hal menarik tentang apa saja sejarah yang telah terjadi.
“Kamu marah?” Kirana bertanya, kepalanya menoleh.
“Tak ada alasan untuk marah. Aku hanya sedang memberimu waktu.”
“Tapi sikapmu ....” ucap Kirana menggantung.
Kendrick menoleh dengan santai. “Melihat bagaimana kau memaksa untuk tak membahas hal itu, aku cukup sadar diri Kirana,” balasnya.
Kirana mematung dan merasa sangat rapuh setelah mendengar cara Kendrick yang begitu dingin ketika menjawab ucapannya. Ada kilatan api dingin berkelebat di mata pria itu.
“Harus kamu tahu jika membuka diri terhadap orang lain, selalu ada resiko yang mungkin terjadi di luar batas,” sambung Kendrick, sorot dingin masih terlihat di matanya. “Kamu terlalu naif jika menginginkan semua berjalan dengan semestinya.”
Ucapan pria itu membuat Kirana terluka. Baginya permintaan Kendrick terlalu menekan dan ketika dia mengungkapkan apa yang dipikirkan justru sekarang perasaan bersalah muncul di hatinya.
“Maaf,” ucapnya lirih.
Setelah puas berjalan-jalan mengelilingi beberapa tempat, sekitar pukul sebelas malam mereka kembali ke hotel. Belum ada pembicaraan yang terlalu intens di antara keduanya.
Mereka seperti menjaga jarak dan memberikan batasan tak kasat mata.
“Selamat malam, Kirana.” Kendrick membalikkan badan dan memunggunginya.
Kirana menatap punggung pria itu. Matanya berkaca-kaca, bibirnya bergumam lirih, “Maaf. Aku tak bermaksud membuatmu tersinggung.”
Tiga puluh menit kemudian tubuh Kendrick berbalik pelan dan langsung bersitabrak dengan wajah tenang wanita yang saat ini tengah lelap dalam tidurnya.
“Aku paham situasi yang tengah kamu rasakan, tapi menenggelamkan diri dengan kecewa juga bukan hal yang baik,” gumamnya lirih, mengusap lembut pipi Kirana dan memberikan kecupan singkat di kening.
Keesokan paginya menjadi hari sibuk bagi keduanya. Mereka sibuk dan tak ada waktu untuk membicarakan masalah pribadi yang sedang dihadapi. Kirana benar-benar tak memberikan jeda dan menjadwalkan semuanya selesai dalam satu hari, agar bisa besok mereka bisa kembali ke tanah air.
Bahkan mereka pulang di saat waktu sudah menunjukkan tengah malam. Lelah seharian berada di luar mereka langsung terlelap tanpa pembicaraan.
...✿✿✿...
Hari kepulangan tiba, sebelum ke bandara Kendrick memberikan waktu untuk Kirana membeli oleh-oleh. Dan setelah semuanya selesai, mereka sudah menunggu di bandara untuk penerbangan kembali ke Indonesia.
Bahkan sampai pesawat lepas landas kembali ke Indonesia, belum ada pembicaraan serius di antara keduanya.
“Lebih baik kau ikut pulang bersamaku saja.”
“Aku naik taksi aja.” Kirana menolak.
“Terserah,” balas Kendrick singkat, meninggalkan wanita itu di tengah keramaian tanpa paksaan.
Namun ternyata mobil yang membawa Kendrick tak langsung pergi begitu saja. Pria itu menunggu sampai Kirana mendapatkan taksi.
“Kita ke mana, Tuan?” tanya Indra, menatap atasannya melalui pantulan kaca.
“Ke kantor.” Sang sopir segera mengikuti perintah atasannya tanpa banyak bertanya.
Sesampainya di kantor, Kendrick langsung masuk ruangan dan menyibukkan diri dengan memeriksa setumpuk dokumen yang menunggu tanda tangannya.
Percuma ... tak ada gunanya memikirkan istri orang sementara yang dipikirkan masih terlihat abu-abu dalam pandangan.
“Wow, sepertinya ada yang sedang galau.” Tiba-tiba Kendrick dikejutkan dengan kedatangan seorang pria yang langsung masuk tanpa permisi.
“Sialan! Kau mengejutkan,” umpat Kendrick, melemparkan pena ke arah sahabatnya.
“Why? Setelah menghabiskan waktu dengan istri orang harusnya kau senang, bukan malah galau seperti ini.”
“Siapa yang galau? Sok tahu!”
Kendrick bangun dan menuju kulkas kecil yang ada di sudut ruangan, mengambil dua kaleng bir dan meletakkannya di atas meja.
“Darimana kau tahu aku sudah pulang?”
“Aku menghubungi Willy.”
“Ada apa?”
“Hanya ingin melihatmu saja. Bagaimana sensasi menikmati tubuh istri orang?”
“Sialan! Dasar brengsek! Tak ada apa pun yang terjadi jika itu yang kau pikirkan,” sahut Kendrick sinis.
“Seharusnya kau tiduri dia dan membuatnya memohon padamu. Kau tak memanfaatkan keadaan dengan baik,” omel Alfred seperti biasa, tanpa basa-basi.
Kendrick langsung menggeleng tegas. Dia memang brengsek dan suka berganti-ganti wanita, tetapi itu dulu. Sekarang sudah berubah dan tidak tertarik jika harus melakukan cara seperti itu untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
“Aku memang tertarik dengannya, tapi logika masih tetap berjalan di kepala. Sebelum dia bercerai aku tak akan melakukan hal yang melebihi batas. Aku tak akan merusak kehormatan sebagai pria sejati yang meniduri istri orang sementara di luar sana banyak wanita yang dengan sukarela melakukannya. Dan aku tetap ingin menjaga kehormatan wanita itu sampai dia benar-benar bercerai dengan suaminya.” Alfred mendengus mendengar penjelasannya.
“Naif sekali. Kau bahkan menginginkan lebih dari sekadar bercumbu. Mengapa harus menahan diri?”
Benar, aku memang menginginkan lebih setiap kali dekat dengannya.
“Seperti yang kau dengar. Aku tak mau merusaknya sebelum benar-benar jelas. Mungkin saja dia akan memperbaiki hubungan dengan suaminya—siapa yang tahu.”
“Dan kau akan membiarkannya?”
Kendrick mengangkat bahu. “Aku akan berjuang jika dia menginginkan.”
To Be Continue ....