Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.
Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?
"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesedihan Runi
Avian
Kehidupanku yang semula membosankan, terlalu sunyi dan sepi mulai berubah semenjak Mama membawa seorang gadis tuna wicara yang bernama Seruni ke rumah ini. Awalnya aku tak suka dengan perempuan tersebut. Aku merasa dia adalah mata-mata yang diutus Mama untuk mengawasi setiap pergerakanku. Aku merasa tidak dipercaya pada Mama, apa yang aku lakukan tidak akan bebas kalau ada Runi.
Aku mulai mengerjainya, menyuruhnya menulis yang banyak tapi anak itu dengan patuh melaksanakan tugas yang kuberikan. Tulisannya rapi, bahkan aku mendapat nilai bagus atas hasil kerja kerasnya tersebut. Untuk membalas jasanya aku belikan dia siomay. Wajahnya amat sumringah saat mendapat hadiah dariku. Aku merasa kalau dia cukup pintar. Aku suruh saja dia membantuku untuk menghafal materi ulangan. Ia menuruti apa yang aku perintahkan.
Saat Mama dan Papa datang, Runi menepati janjinya. Ia tidak melaporkan apa yang aku lakukan pada Mama dan Papa. Ia bahkan mencoba menghiburku dengan caranya sendiri. Mungkin Runi tahu kalau aku tak suka dengan kedatangan Mama dan Papa di rumah ini. Aku selalu diomeli, dianggap remeh dan usahaku tak dihargai sama sekali oleh Papa. Bagi Papa yang terpenting adalah aku harus mendapat nilai yang bagus di setiap mata pelajaran.
Di saat aku kesal, Runi menemaniku. Kami mengobrol di taman belakang sambil menikmati indahnya bunga krisan merah muda. Apakah Seruni tidak tahu kalau namanya dalam bahasa latin adalah Chrysanthemum indicum alias krisan? Kalau saja ia tahu, ia pasti akan semakin menyukai bunga krisan, apalagi krisan merah muda memiliki arti yang bagus.
Aku yang semula tertutup dan enggan berbagi isi hati, kini mulai terbuka pada Runi. Selain mengajaknya jalan-jalan, aku juga suka mengajaknya jajan dan mengobrol di taman belakang. Runi membantuku menghapal materi untuk ulangan akhir. Ia juga membantuku menulis materi yang harus aku hafal. Aku tahu ia lelah bahkan kadang ia menemaniku sambil menahan kantuk namun ia tetap membantuku belajar. Anak itu memang sangat rajin. Malam hari pun ia masih bekerja. Ia membersihkan dapur, rumah dan bahkan mengelap koleksi kristal Mama dengan hati-hati. Semua ia kerjakan dengan ikhlas. Benar-benar anak yang rajin.
Di balik sikap ramahnya, tatapan Runi selalu terlihat sedih. Aku pernah bertanya padanya kenapa ia sedih? Dengan jujur dan polos Runi menceritakan semua yang terjadi dalam hidupnya. Ia adalah anak yang dibuang oleh keluarganya sejak lahir. Runi hampir mati kedinginan di depan panti asuhan karena ia tidak bersuara saat menangis. Kalau saja Ibu pemilik panti tidak keluar, mungkin nyawa Runi sudah tidak selamat.
Cobaan hidup Runi berat sekali. Tak ada yang mau mengadopsi anak yang memiliki kekurangan fisik sepertinya, ia juga sudah kehilangan panti asuhan tempatnya bernaung, ditipu akan ditawari bekerja yang enak namun ternyata malah dijual ke om-om senang.
Runi terlihat bahagia tinggal di rumah ini. Runi bilang kalau ia akan bekerja yang rajin dan mengumpulkan uang yang banyak agar bisa membantu Ibu Pertiwi untuk membangun kembali panti asuhan mereka.
Sayangnya, hidup Runi tidak semudah itu. Saat ia meminta tolong padaku untuk mengirimkan surat ke alamat tempat tinggal Ibu Pertiwi, tak lama surat balasan pun datang. Aku melihat Runi menangis tanpa suara di taman belakang saat membaca surat balasan tersebut. Hanya air mata yang terus berderai bersama sorot mata sedih yang membuat siapapun ikut pilu melihatnya.
Aku mengambil surat balasan tersebut dan membacanya. Betapa terkejutnya aku, ternyata keluarga dari Ibu Pertiwi mengabarkan kalau Ibu Pertiwi yang sudah Runi anggap sebagai ibunya sendiri, telah meninggal dunia akibat serangan jantung. Aku melihat sorot mata Runi seolah ia kehilangan harapannya. Selama ini dia bercita-cita untuk membangun kembali panti asuhan agar bisa tinggal bersama dengan Ibu Pertiwi dan adik-adiknya namun semua harapannya musnah sudah.
Tanpa sadar mataku juga ikut memanas. Aku sedih melihat Runi kehilangan orang yang paling ia sayangi. Aku menarik Runi dalam pelukanku dan membiarkan ia menangis sampai puas. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk mengurangi kesedihan yang ia rasakan.
Cukup lama Runi menangis mencurahkan semua isi hatinya padaku meski tanpa kata. Sampai akhirnya ia melepaskan pelukanku dengan matanya yang sudah bengkak. Ia mengucapkan terima kasih padaku dengan bahasa isyarat yang sedikit demi sedikit aku mengerti. Tak mau membiarkan Runi terus sedih, aku mengajaknya jalan-jalan. Kali ini, aku mengajaknya ke pantai.
Runi yang semula sedih perlahan terlihat senang saat melihat hamparan pasir putih di depannya. Ia langsung mencopot sendal miliknya dan berlari menuju tepi pantai. Ia berlari bersama ombak dengan senyum merekah di wajahnya. Runi memanggilku untuk mendekat namun aku tolak.
Sebenarnya aku malas bermain di pantai, seperti anak kecil saja. Namun Runi memaksaku mendekat dan menyiramkan air laut ke wajahku. Wah, tak bisa dibiarkan nih. Aku balas mengejarnya dan kami saling berkejaran di pantai. Runi tertawa bebas, aku pun demikian. Ternyata bermain air di pantai sangat seru. Pakaian yang kami kenakan bahkan sampai basah namun kami tak peduli.
Lelah bermain di pantai, kami menikmati menatap pemandangan laut yang indah sambil minum kelapa muda. Beberapa kali Runi mengucapkan terima kasih padaku karena sudah menghiburnya di saat hatinya sedang sedih.
"Kenapa kamu tidak pulang untuk bertemu Ibu Pertiwi? Kamu bisa ke makamnya dan mendoakan ia langsung," tanyaku.
Runi menggelengkan kepalanya. Ia menuliskan sesuatu yang membuat hatiku semakin sedih. "Aku tak bisa pulang, Mas. Aku tak sanggup pulang dalam keadaan aku yang sekarang. Aku berjanji pada Ibu kalau aku akan kembali pulang membawa uang yang banyak dan membangun kembali panti asuhan, rumah kami. Aku masih belum sukses sekarang. Rumah kami terbakar karena kelalaianku. Aku malu kalau aku datang tanpa membawa keberhasilan di tanganku. Aku juga takut bertemu dengan Ibu Lina, yang dulu memperkenalkanku dengan Putri. Aku takut ia akan melaporkan kepada Putri dimana keberadaanku. Aku hanya bisa mendoakan Ibu Pertiwi di setiap shalatku sebagai penerang kubur dan pengampun dosa-dosanya."
Dari Runi aku belajar arti ikhlas. Aku belajar arti kasih sayang. Aku belajar artinya berkorban demi orang yang kita sayang. Meski tanpa suara, Runi berhasil menggerakkan hatiku yang semula dingin dan membenci kehidupan ini. Aku belajar menerima takdirku dan bersyukur karena hidupku jauh lebih beruntung dibanding hidup Runi. Aku senang sekali mengenalnya. Ia adalah gadis cantik yang selalu tersenyum meski tanpa kata.
****
Aku dan Runi semakin dekat setiap hari. Ia sudah kuanggap seperti sahabatku sendiri. Aku mengajarinya beberapa hal yang ia tidak tahu. Runi juga mengajariku apa yang sudah ia pelajari di panti asuhan. Kami membuat aneka kerajinan tangan di rumah saat aku senggang. Untuk membantu Runi mendapatkan uang tambahan, aku menjual hasil kerajinan tangan Runi di kampus, hasilnya lumayan, teman-temanku menyukainya.
Saat kunjungan Papa berikutnya, aku sudah lebih santai menghadapi Papa. Runi bilang, aku hanya cukup menurut apa yang Papaku inginkan. Papa pun puas dengan nilaiku yang naik dibanding semester sebelumnya. Papa tak banyak berkomentar tapi Mama menatapku dan Runi dengan tatapan penuh tanda tanya. Secara tak sengaja aku mendengar percakapan Mama dan Runi di halaman samping.
"Runi, tolong kamu jaga jarak dengan Avian. Kamu tahu bukan kalau Avian sudah dijodohkan? Kamu juga tahu bukan siapa kamu dan perbedaan kalian? Saya minta, kamu jangan menaruh hati pada Avian. Saya percaya kamu, jangan mengecewakan saya, kamu bisa menuruti kemauan saya?"
***
eh jd papa Dio dan mama Ayu...itu yg punya bisnis Ayu Furniture itu?...olala...😂😂😂
Kavi menjadi pemuda yang luar biasa, Seruni berhasil mendidiknya.