Nova Spire, seorang ahli medis dan racun jenius, tewas tragis dalam ledakan laboratorium saat mencoba menciptakan obat penyembuh paling ampuh di dunia. Tapi kematian bukan akhir baginya—melainkan awal dari kehidupan baru.
Ia terbangun dalam tubuh Kaira Frost, seorang gadis buta berusia 18 tahun yang baru saja meregang nyawa karena dibully di sekolahnya. Kaira bukan siapa-siapa, hanya istri muda dari seorang CEO dingin yang menikahinya demi tanggung jawab karena membuat Kaira buta.
Namun kini, Kaira bukan lagi gadis lemah yang bisa diinjak seenaknya. Dengan kecerdasan dan ilmu Nova yang mematikan, ia akan membuka mata, menguak kebusukan, dan menuntut balas. Dunia bisnis, sekolah elit, hingga keluarga suaminya yang penuh tipu daya—semua akan merasakan racun manis dari Kaira yang baru.
Karena ketika racun berubah menjadi senjata … tak ada yang bisa menebak siapa korban berikutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mari Bercerai
Motor sport hitam berhenti tepat di depan gerbang mansion Frost. Sky mematikan mesin motor dengan satu gerakan halus. Wajahnya masih merah, bayangan Kaira yang duduk di depannya beberapa waktu lalu belum juga hilang dari pikirannya.
Sementara itu, Kaira turun dari motor tanpa beban, merapikan tongkatnya, lalu berjalan tenang menuju pintu rumah.
“Terima kasih untuk tumpangannya,” ucap Kaira santai, tanpa menyadari rona di wajah Sky.
“Y—ya,” Sky hanya mampu membalas singkat, masih menenangkan degup jantungnya.
Namun ketenangan itu tak bertahan lama. Begitu Kaira menapakkan kaki di depan pintu utama, pintu terbuka lebar, memperlihatkan tiga sosok yang telah menunggu di ambang: Nyonya Selina, Clarissa, dan Leonel.
Tatapan Leonel langsung mengeras, rahangnya mengencang saat melihat Sky berdiri di belakang istrinya.
“Lihat saja, pulang malam dengan pria lain,” ujar Nyonya Selina tajam, matanya penuh cemooh. “Kau memang murahan, Kaira. Tidak tahu malu membawa nama keluarga Frost seperti ini!”
“Nyonya,” Kaira menyahut dengan datar, tidak sedikit pun tersulut emosi. “Saya hanya pulang ke tempat tinggal saya.”
“Tempat tinggal?” sergah Clarissa, melipat tangan di depan dada. “Jangan sok sopan. Semua orang di rumah ini tahu kau hanya numpang nama istri.”
“Cukup!” Leonel akhirnya bersuara, suaranya berat dan penuh tekanan. “Kaira, kau pulang dengan Sky? Malam-malam begini?”
“Apakah salah?” balas Kaira datar. “Aku hanya tidak ingin terbunuh di jalan jika pulang sendiri. Atau kalian lebih suka aku mati agar lebih mudah menyingkirkanku?”
“Kau berbicara terlalu tinggi sekarang,” geram Nyonya Selina. “Leonel, ceraikan saja dia! Perempuan seperti ini tidak pantas menjadi istrimu!”
Sky akhirnya angkat bicara. “Bibi, tolong jaga ucapan Anda. Kaira tidak melakukan kesalahan apa pun malam ini. Apa salahnya—”
Namun Kaira segera menahan lengan Sky, membuat pria itu menoleh.
“Tidak perlu,” ucap Kaira pelan namun tegas. “Kalau mereka ingin perceraian ... aku pun tidak keberatan.”
Kalimat itu membuat seluruh ruangan membeku. Nyonya Selina dan Clarissa saling berpandangan, lalu tersenyum penuh kemenangan.
“Tuh kan,” bisik Clarissa pada ibunya. “Akhirnya menyerah juga.”
Namun Leonel menatap Kaira dengan sorot mata yang sulit dibaca. Ada keraguan dan sesuatu yang menahan langkahnya.
“Kau serius?” tanya Leonel dengan suara rendah.
Kaira menoleh sedikit ke arahnya, meski matanya yang buta tak bisa melihat ekspresi siapa pun. “Lebih baik jujur daripada terus bertahan dalam rumah yang hanya dipenuhi caci maki. Ayo kita bercerai!”
Sky memejamkan mata sejenak. Ia bisa merasakan atmosfer aneh yang perlahan menggerus batas-batas hubungan itu.
“Ayo ceraikan Kaira, dan dia segera menjadi milikku,” gumam Sky pelan.
Baru saja Kaira mengucap kata “perceraian”, Leonel langsung melangkah cepat, menarik pergelangan tangannya dengan erat.
“Kau tidak bisa bicara seenaknya begitu,” desis Leonel, rahangnya mengeras, matanya penuh tekanan emosi.
Namun sebelum Kaira sempat merespons, tangan kirinya yang lain juga ditarik oleh Sky.
“Lepaskan,” ucap Sky dingin, menatap tajam sepupunya. “Kaira bukan lagi milikmu.”
Leonel membalas tatapan Sky tak kalah tajam. “Dia masih istriku. Kau tidak punya hak menyentuhnya.”
Sky tidak bergeming, hanya menundukkan wajah sedikit ke arah Leonel, suaranya dingin dan mantap. “Aku tidak peduli. Kaira milikku. Dan aku tidak akan membiarkanmu menyakitinya lagi.”
Ketegangan meledak. Udara di antara mereka menjadi begitu tebal dan dingin. Nyonya Selina segera maju, menunjuk lurus ke arah Kaira.
“Apa sebenarnya yang kau lakukan, hah? Kau membuat dua sepupu ini saling bermusuhan hanya karena dirimu!” serunya penuh emosi.
Clarissa pun ikut bersuara, menyindir sinis. “Memangnya siapa kau sampai dua pria harus bertengkar demi perempuan buta? Jangan terlalu percaya diri.”
Kaira menghela napas pelan, wajahnya tetap tenang, lalu menepis perlahan kedua tangan yang menggenggamnya. Ia melangkah satu langkah mundur, memberi jarak di antara keduanya.
“Selesaikan urusan kalian sendiri,” ujar Kaira datar. “Aku tidak meminta siapa pun memperjuangkanku. Kalau kalian merasa aku penyebab semua ini, silakan. Aku sudah terbiasa disalahkan untuk hal yang bahkan tidak kulakukan.”
Nyonya Selina mengangkat dagunya tinggi. “Kau perempuan tak tahu diri!”
Kaira tersenyum tipis. “Lebih baik tak tahu diri daripada terus berlagak suci padahal mulut dan hatinya sama busuk.”
“Kau!” Clarissa hampir maju, tapi Sky mengangkat tangan menghentikannya.
“Cukup,” ucap Sky, suaranya dingin. “Kalian sudah terlalu banyak bicara.”
Leonel menatap Kaira, wajahnya mulai diliputi keraguan. “Kaira .…”
Namun Kaira membalikkan badan. “Aku lelah. Aku ingin beristirahat. Kalian bisa lanjutkan drama keluarga kalian.”
Tanpa menunggu reaksi, Kaira berjalan masuk ke dalam mansion, tongkatnya mengetuk lantai marmer dengan irama tenang. Sky menyusul perlahan di belakangnya, sementara Leonel tetap terpaku di tempat, digelayuti pikiran dan perasaan yang tak bisa ia ungkapkan.
Nyonya Selina menggertakkan gigi, dalam hati berkata, “Perempuan itu … benar-benar harus disingkirkan.”
Clarissa juga mengepalkan tangannya menatap penuh kebencian Kaira. Tiba-tiba suara dingin membuat mereka sadar.
"Jangan coba-coba untuk menyakiti Kaira. Karena, kalian akan berhadapan denganku. Aku tidak akan pernah memandang keluarga, jika ini untuk Kaira. Camkan itu!"
Setelah mengatakan hal itu, Sky berbalik pergi ke arah motor sportnya tanpa mempedulikan wajah pucat kedua orang itu dan melaju dengan kecepatan tinggi.
****
Malam telah larut. Di dalam kamar mewah bernuansa gelap keabu-abuan, Leonel duduk termenung di sisi ranjang. Lampu tidur menyala redup, menciptakan bayangan samar di wajahnya yang tampak gelisah. Tangannya menggenggam gelas berisi air yang tak sempat diminum, matanya menatap kosong ke lantai.
Perkataan Kaira tadi sore terus terngiang di telinganya. “Lebih baik kita bercerai.”
Ia menghela napas panjang, menyandarkan tubuh ke sandaran kepala ranjang.
"Kenapa aku merasa... tidak rela?" gumamnya lirih, seolah bertanya pada dirinya sendiri. "Bukankah aku yang paling ingin lepas dari pernikahan ini? Bukankah aku yang ingin menikahi Clarissa?"
Namun, semakin ia mengingat wajah Kaira—dingin, namun tetap tenang dan tak tergoyahkan semakin sesak dadanya.
Leonel menutup mata, mencoba mengabaikan perasaan yang makin mengusik, namun tak berhasil.
🍃🍃🍃🍃🍃
Sementara itu, di kamar berbeda di mansion yang mewah lainnya, Sky berdiri di balkon kamarnya, menatap gelapnya langit malam. Angin malam menyibak rambutnya, namun pikirannya justru terasa semakin panas.
Bayangan Kaira yang duduk di depannya di atas motor tadi, begitu dekat, begitu nyata—mengusik pikirannya tanpa ampun.
Sky bergumam, pelan, seolah takut pada perasaannya sendiri, “Kenapa aku malah merasa ... gugup?”
Ia menyentuh dadanya, mengingat posisi tadi saat Kaira menarik pistol dari punggungnya. Jantungnya saat itu berdetak seolah keluar dari tempatnya. Tapi bukan karena tembakan. Bukan karena pengejaran. Tapi karena Kaira.
“Dia ... bahkan tidak menyadari posisinya,” Sky mengusap wajahnya dengan tangan. “Ah! Kaira benar-benar racun tapi aku suka.”
Tiba-tiba ponselnya bergetar di meja. Pesan dari Jerru.
[Jerry: Bos, semua pelacak sudah dibersihkan. Tapi sepertinya kelompok yang menyerang tadi bukan dari organisasi lama.]
Sky hanya membalas singkat: [Terus pantau. Jangan sampai mereka mendekati Nova.]
Ia kembali duduk di ranjang, tapi matanya masih menatap kosong ke depan.
"Kaira, kau ... benar-benar membuat segalanya kacau di dalam diriku. Aku harus menuntaskan hal ini."
Sky langsung masuk ke kamar mandi, untuk menuntaskan hasratnya.
Thor aku haus up muu🥺🙏
Novelle terbaik.
ato pereda sakit.
krna aku kalau terbang ato pergi jauh pasti ngunyah butir Belladonna
semua dpt bagian keuntungan!
Islam sudah mengajarkan tutup mulut kalau cuma ucapan jelek yg kluar!