Dihamili Oleh Crazy Rich

Tadi malam, Hansel telah terbang ke negeri Jerman bersama dengan Dika mengunakan Jet pribadi miliknya, karena mendengar sang ibu yang terbaring sakit di rumah sakit dan tidak sadarkan diri.

Saat ini, waktu di Jerman masih subuh karena perbedaan waktu 5 jam lebih cepat dibanding Jakarta. Hansel sengaja menginap di rumah sakit menemani ibunya sendirian. Berada di ruang vvip membuat dia lebih memilih menginap di sana saja ketimbang harus pulang ke tempat orang tuanya dan bertemu dengan ayahnya. Itu karena sang ayah yang diktator itu sengaja tidak ikut menginap di rumah sakit dan hanya memerintahkan perawat pribadi sang istri untuk menemani dan memantau kondisi istrinya itu dengan alasan pekerjaan.

“Hansel... “ Terdengar suara lemah sang ibu memanggil, saat melihat putranya itu sedang tidur sambil duduk di kursi besar tidak jauh dari tempat tidur pasien.

Ibu Hansel saat ini sudah berusia 55 tahun. Dan ayahnya berusia 60 tahun. Namun, kedua orang tua ini masihlah tampak awet muda, mungkin karena kondisi keuangan yang berlebih sehingga hidup mereka tidak banyak tekanan dalam masalah ekonomi. Itulah yang menyebabkan seseorang bisa awet muda. Latar belakang Ibunya berasal dari keturunan Indonesia dan sang ayah keturunan Jepang–Jerman. Bisa bayangkan bagaimana tampannya putra mereka.

Mendengar suara ibunya membuat Hansel langsung terbangun. Lalu beranjak dari tempat duduknya untuk mendekati sang ibu.

“Mom... bagaimana keadaan Mommy.”

“Mommy hanya pingsan karena kolesterol tinggi, Sayang. Tapi Mommy baik–baik saja,” ucap sang ibu, tersenyum.

“Mommy harus menjadi vegetarian saja agar kolesterol menjadi normal,” kata Hansel yang perhatian sekali pada ibunya. Sejak kecil sampai remaja dia memang sangat perhatian pada ibunya karena kasih sayang ibunya sangat besar padanya. Berbanding terbalik dengan sikap tegas sang ayah.

Mendengar ucapan Hansel membuat ibunya tertawa. Putranya masih menyayanginya seperti dulu.

“Apa benar kamu akan menikah tapi bukan dengan Livia?” tanya sang ibu saat berubah posisi dari berbaring menjadi duduk bersandar pada sandaran tempat tidurnya.

Hansel mengangguk, tanda mengiyakan pertanyaan dari sang ibu.

“Hansel... kamu tahu kan bagaimana Daddy? Apa yang sudah dia tetapkan maka itu menjadi mutlak,” jelas sang ibu dengan penuh kasih sayang.

“Daddy bukan Tuhan, Mom.”

“Katakan sejujurnya pada Mommy. Apa yang membuat kamu sampai berani melawan aturan dari Daddy?”

Hansel langsung menjawab tanpa ragu, “Aku telah mempunyai seorang putra berusia dua bulan.” Dia menatap ibunya dengan datar. Begitulah ekspresi Hansel sejak ayahnya mulai berambisi dalam memaksanya menguasai bisnis tanpa henti sampai dia dewasa. Seperti senyumannya telah di renggut oleh ambisi sang ayah. Ibunya pun telah terbiasa melihat nya begitu.

“Benarkah? Hansel bagaimana bisa?” tanya ibunya, kaget.

“Hansel memperkossa seorang gadis sesaat sebelum berangkat kesini. Tepatnya setahun yang lalu.”

“Apa gadis itu adalah gadis baik–baik?” tanya ibunya sedikit ragu. Karena di zaman sekarang ini sangat sulit menemukan wanita yang mempunyai niat baik dan tulus pada laki–laki berduit seperti putranya ini.

“Aku mencintainya, Mom…”

Terjawab sudah rasa penasaran di hati ibunya sejak kemarin ketika Hansel mengabarkan bahwa dia akan menikah di Jakarta. Melihat ucapan serta tatapan anaknya yang terlihat tulus itu, dia pun percaya bahwa gadis pilihan putranya ini memanglah gadis baik-baik. Karena gadis kaya raya seperti Livia saja tidak bisa membuat Hansel berbuat hal yang tidak senonoh, padahal jika melihat Livia apa yang kurang dari fisiknya?

“Hansel... jika nanti kamu sudah berumah tangga, maka istri dan anakmu adalah yang lebih utama dibanding kami orang tuamu, bahkan bagi dirimu sendiri. Perjuangan yang sesungguhnya dalam hidup ini bukanlah tentang menang tender melainkan memenangkan setiap rintangan yang muncul ke dalam rumah tanggamu. Jika kamu mencintai maka cintailah dengan sepenuhnya dan jangan sampai berkurang dari isinya,” petuah sang ibu membuat hati Hansel bergetar, dia lalu segera memeluk ibunya.

“Mom... tolong rahasiakan keberadaan putraku.” Ibunya pun mengangguk. Namun, Hansel tidak tahu bahwa perawat pribadi sang ibu adalah mata–mata sang ayah yang sedari tadi berada di dalam ruangan tersebut dan sudah mendengar semuanya.

Hansel hanya berada tidak lama bersama dengan ibunya. Karena ada beberapa masalah lain yang harus dia selesaikan lagi sebelum hari pernikahannya. Yaitu Livia.

Hansel mengemudikan sendiri mobil sport-nya menuju ke apartemen pribadi milik Livia. Dika sedang pergi ke tempat lain untuk mengerjakan sesuatu atas perintah Hansel.

Livia pergi berlibur ke paris minggu lalu. Jadi Hansel yakin saat ini dia sudah kembali ke apartemennya. Anak–anak dewasa di luar negeri memang sangat jarang bahkan hampir tidak ada yang tinggal serumah dengan orang tuanya meskipun mereka belum menikah.

Begitupun Livia. Hidup penuh dengan kekayaan tanpa harus bekerja. Diapun menghabiskan uang ayahnya dengan hobbynya yaitu pergi pelsiran keliling dunia bersama teman–teman kayanya. Berganti–ganti teman kencan di luaran sana sudah biasa baginya. Ya, Livia adalah seorang gadis bebas seperti budaya luar pada umumnya. Tapi karena Hansel tidak pernah menyentuhnya, diapun mencari kepuasan sendiri di luar.

Hansel memencet beberapa kode di gagang pintu apartemen Livia sampai pintu tersebut terbuka dengan sendirinya.

Saat masuk ke dalam, tercium aroma khas Livia yang tidak pernah berubah. Hansel langsung melangkah ke arah kamar dan melihat Livia sedang duduk di depan cermin menggunakan baju mandi sedang menguncir rambut panjangnya yang berwarna blonde. Livia terkejut melihat pantulan di cerminnya.

“Honey... apa itu kamu?” katanya, langsung berdiri dan berlari memeluk Hansel serta langsung mencium leher Hansel. Ukuran tubuh Livia sangat tinggi untuk ukuran gadis biasa.

“Livia, lepas,” kata Hansel seraya melepaskan tautan tangan Livia di lehernya. Livia pura–pura merajuk.

“Aku merindukanmu, Honey,” ucap Livia manja.

Hansel memindai penampilan Livia dari atas sampai bawah. Pasti habis pulang dari berpesta, pikir Hansel. Hansel lalu berjalan ke arah meja panjang berisi pajangan figura foto lalu duduk dengan bersandar di sana sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

Livia yang melihat Hansel menatapnya lantas tersenyum manja.

“Dengar, ini terakhir kalinya aku datang kemari,” ucap Hansel dengan suara beratnya.

“Apa maksudnya, Honey?” Livia terkejut.

“Hubungan kita berakhir, Livia.”

“Kenapa? Semuanya baik–baik saja selama ini, kan?” Livia merasa tidak terima di putuskan begitu saja.

Hansel teringat saat dahulu pernah memutuskan hubungan dengan Kaila, padahal dia yang terlihat bersalah saat itu. Namun, Kaila hanya diam menerima keputusan dari Hansel. Dia paham Livia berbeda, karena selama hidupnya gadis ini selalu mendapatkan apa yang dia mau.

”Hansel?” desak Livia saat melihat Hansel hanya diam.

“Sejak kapan hubungan kita baik–baik saja?” tanya Hansel setelah diam beberapa saat.

“Apa maksudmu sekarang, Honey? Apa yang kamu permasalahkan? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang.” Livia mulai terbawa emosi.

“Bagaimana cinta yang kamu maksud?” tanya Hansel, menatapnya datar.

“Apa semua ini karena aku yang sering berlibur ke luar negeri? Honey... aku ini wanita bebas, aku punya hak untuk bebas.” Suara Livia mulai meninggi. Seperti inilah situasinya setiap kali Livia berkata ingin pergi berlibur bersama teman–temannya tetapi Hansel melarang. Karena pada intinya Livia tidak suka ditolak keinginannya.

“Baiklah, sekarang kamu sudah bebas selamanya,” ucap Hansel seraya berdiri dan beranjak hendak keluar dari sana.

Livia yang masih tidak mau hubungan mereka berakhir, lantas murka. “Tidak! Hansel, kamu tidak boleh begini. Daddy akan marah padaku jika hubungan kita berakhir!” Livia mencoba mengejar langkah kaki Hansel yang ingin segera keluar.

“Biar itu menjadi urusanku,” sahut Hansel tanpa menoleh ke arah Livia yang berada di belakangnya.

“Hansel! Apa kamu lupa satu hal. Bahwa aku selalu mendapatkan apa yang aku mau!” Teriak Livia dengan sekuat tenaga. Habis sudah kesabaran Livia merasa direndahkan oleh Hansel yang datang hanya untuk mencampakkan dirinya. Hansel menghentikan langkah kakinya.

“Ya. Tapi kamu tidak bisa mendapatkan aku,” ucapnya kemudian melanjutkan langkah kakinya dan benar–benar keluar dari apartemen Livia untuk selamanya.

“Hansel... Kamu tidak tahu siapa aku,” geram Livia dengan mata memerah saat pintu apartemennya telah tertutup oleh Hansel.