Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Didekatkan keadaan
Tanpa terasa kegiatan magang yang dilakukan oleh Kanaka dan Rere telah memasuki bulan ke dua.
Semakin kesini, hubungan keduanya semakin harmonis, mulut julid Kanaka sedikit berkurang, membuat Rere menjadi nyaman berada di dekat Kanaka.
Apalagi Rere bisa melihat bahwa dibalik casing Kanaka yang datar dan dingin itu, ternyata teman satu angkatannya itu termasuk cakap dalam mengatur strategi pemasaran.
Suasana ruangan tampak lengang, para karyawan sudah berhamburan keluar ruangan untuk makan siang.
Meski mereka dapat jatah makan siang dari kantin perusahaan, namun berhubung hari ini mereka baru terima gaji, para karyawan itu memilih menikmati makan siang di restoran yang berada di gedung kantor ini, atau bahkan ada beberapa yang sengaja keluar makan di tempat lain.
"Lo nggak mau makan?" tanya Kanaka melihat Rere masih membaca perhitungan costing untuk corporate rate.
"Um... lo duluan deh," ucap Rere sengaja mempersilakan Kanaka untuk makan siang duluan.
"Kenapa? Habis terima gaji magang juga kan?" tanya Kanaka mengingatkan Rere bahwa mereka telah menerima gaji setara dengan UMR Jakarta yang cukup untuk bayar makan.
Rere menghela nafas panjang, agak kesal karena Kanaka seperti yang ikut campur urusannya gitu.
Demi ketenangan bersama akhirnya Rere memilih mengikuti langkah kaki Kanaka, sempat berhenti karena Kanaka memasuki restauran yang Rere tahu harganya tak sesuai dengan kantongnya yang sering sekarat itu.
Kanaka menoleh, menatap Rere dengan tajam, lalu kembali melangkah saat ia tahu Rere mengikuti langkahnya.
Dengan kasar Rere duduk di depan Kanaka. "Kalo lo mau makan di tempat kayak gini mending makan sendiri Ka, gue nggak terbiasa, takut mencret!"
"Lo suka makan apa? Ramen atau sushi?" tanya Kanaka tak menghiraukan omelan Rere.
"Sushi aja, gue butuh nasi, biar kuat menghadapi cobaan di tempat kerja!" ketus Rere masih dengan nada kesal.
Kanaka melambaikan tangannya memanggil mbak pelayan dan menyebutkan pesanannya.
Rere melotot, pasalnya makanan yang disebut oleh Kanaka itu bukan makanan kaleng-kaleng, seperti lobster, salmon dan sebangsanya.
"Lo nggak salah Ka pesen makanan sebanyak itu?" tanya Rere.
"Kan kata lo butuh asupan gizi untuk menghadapi beban di tempat kerja," sahut Kanaka santai.
Rere menggusah nafas pelan, tak ingin membalas ucapan julid Kanaka, daripada panjang entar urusannya.
Rere menyeruput ocha dingin yang baru saja disajikan oleh mbak tadi.
"Lagian kan mumpung lo yang bayarin, jadi sengaja pesen banyak!"
"Uhuk uhuk uhuk." Rere terbatuk keselek ocha yang belum ketelen sempurna di tenggorokannya tersebut.
Kanaka hanya terkekeh pelan, menikmati wajah Rere yang memucat karena pernyataan tadi.
Padahal Kanaka kan bercanda, tak mungkin kan dia meminta traktiran dari perempuan, ketahuan Mimo Pipo nya bisa habis diomelin karena tak bersikap gentleman.
"Udah makan, nggak usah ngelamunin nasib!" Kanaka mendorong piring berisi potongan ikan salmon ke depan Rere.
Mau marah tapi Rere memilih menelan makanannya saja, toh mau mundur dia sudah berada disini, mumpung gaji dari perusahaan sudah diterima, sesekali makan enak tak masalah.
Kanaka dan Rere makan dalam diam, lalu setelah semua makanan tandas, Kanaka melambai dan meminta bill.
Rere berniat mengambil kartu debetnya, saat sebuah suara menginterupsinya.
"Lo mau ngapain?" tanya Kanaka.
"Bayar kan?" Rere balik bertanya.
"Gue nggak diajarin ortu gue makan dibayarin cewek!"'sahut Kanaka sambil menyerahkan kartu debetnya.
" Nggak papa padahal Ka." Rere jadi tak enak hati sudah berfikir buruk tentang Kanaka.
"Udah, santai." Kanaka memasukkan nomor pin ke mesin EDC lalu menunggu mesin itu mengeluarkan kertas struk.
Setelah selesai, mereka kembali ke ruangan mereka, tidak seperti tadi berjalan depan belakang, kali ini mereka berjalan bersisian.
Eri, Hana, Safa menatap keduanya dengan keheranan, pasalnya sering kali Kanaka berlaku judes kepada Rere.
Tak mempedulikan senior-senior rempong itu, Kanaka memilih kembali memeriksa dokumen yang perlu dia pelajari.
Hama menatap Rere dengan tatapan menyelidik, meski tidak. mengungkapkan secara terang-terangan bahwa dia naksir ke Kanaka, tapi hampir semua orang tahu kalau Hana naksir berat Kanaka.
Rere bukannya tak tahu perihal itu, dia bahkan sering kali harus menjawab pertanyaan Hana yang Rere sendiri tak tahu jawabannya.
Tak menanggapi bisik-bisik manja dari perempuan jarang belaian itu, Kanaka menghampiri Eri untuk menanyakan sesuatu.
"Mbak Eri kalau kasus seperti ini gimana?" tanya Kanaka sambil menunjukkan dokumen yang ia baca tadi.
"Ya biasanya sih kalo klien mau ya konfirmasi ulang, atau harga batal dengan sendirinya," jawab Eri.
"Nggak di push lagi mbak, biar mereka tetep pakai hotel kita?" tanya Kanaka lagi.
"Ya di push dulu sih Ka, semaksimal mungkin kita berusaha, tapi semua tergantung dari klien," jawab Eri.
"Kalo masalah ballroom? Pembatalan fee ada nggak?" tanya Kanaka.
"Ada pasti, tapi tenang aja, karena ballroom kita waiting list jadi kalo ada yang batal sih kita yang untung," jawab Eri lagi.
"Oh oke deh, aku ijin masuk ke mas Dewa ya mbak," ucap Kanaka akhirnya.
"Oh oke Ka, masuk aja."
Kanaka masuk ke dalam ruangan Dewa, Hana bergeser mendekat ke Rere yang sedang asyik menulis di bukunya.
"Lo tadi makan siang di mana Re?" tanya Hana.
"Di resto Jepang di lantai bawah mbak, " jawab Rere jujur.
"Di traktir Kanaka?" tanya Hana semakin penasaran.
"Um.... iya sih, kenapa emang mbak?" Rere mengeryit bingung, pasalnya nggak papa kan andai dia ditraktir Kanaka, temen satu kampus dan satu fakultas, andai pun Hana yang ditraktir, Rere juga tak akan mempersoalkannya, siapa saja berhak makan dengan seseorang yang lain.
"Kamu pacaran sama Kanaka? Cinlok? Perasaan dia dulu kan jutek banget sama kamu!" Mulailah mulut julid perempuan iri itu beraksi dan mencari tahu segala yang mengusiknya.
"Enggak sih mbak, aku temenan doang kok sama dia," jawab Rere jengah.
"Masak? Kok kelihatan deket gitu?" cecar Hana.
"Han.... " tegur Eri pelan.
"Bentar mbak!" sahut Hana tanpa menoleh ke Eri yang duduk di belakangnya.
"Um... mungkin kita didekatkan oleh keadaan mbak," jawab Rere akhirnya.
Kanaka menyandarkan badan di dinding dekat pintu mas Dewa sambil memperhatikan Hana yang terus mencecar Rere tanpa henti.
Akhirnya Kanaka jalan mendekat lalu mendaratkan kedua tangannya di pundak Rere sambil menekan bahu itu pelan.
"Emang kenapa mbak kalo aku pacaran sama Rere? Masalah ya?" tanya Kanaka pelan.
"Hah?!"
_______
Akhirnya perjuanganku seharian ini yang menggali ide untuk nulis berlabuh juga ke part ini.
Maaf ya kalo aku nggak bisa fokus menulis belakangan hari ini.
Tapi aku tetap berusaha untuk terus menggali ide-ide untuk kalian semua.
Salam sayang buat kalian semua.
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu