"Ingat Queensha. Aku menikahimu hanya demi Aurora. Jadi jangan pernah bermimpi jika kamu akan menjadi ratu di rumah ini!" ~ Ghani.
Queensha Azura tidak pernah menyangka jika malam itu kesuciannya akan direnggut secara paksa oleh pria brengsek yang merupakan salah satu pelanggannya. Bertubi-tubi kemalangan menimpa wanita itu hingga puncaknya adalah saat ia harus menikah dengan Ghani, pria yang tidak pernah dicintainya. Pernikahan itu terjadi demi Aurora.
Lalu, bagaimana kisah rumah tangga Queensha dan Ghani? Akankah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tugas Pertama
Langkah kaki Queensha terhenti di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah dua lantai. Hari ini, ia sengaja datang tiga puluh menit lebih awal dari yang dijanjikan sebab tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Ghani kepadanya. Terlebih Tina sudah mewanti-wanti sejak semalam agar datang tepat waktu.
"Halo, Mbak, selamat pagi," sapa Queensha dengan penuh semangat dan tak lupa seulas senyuman manis diberikan kepada Tina.
Tina membalas sapaan Queensha dengan ramah. "Selamat pagi, juga. Udah siap ketemu Den Ghani?" Queensha menganggukan kepada sebagai jawabannya. "Ya udah, ayo masuk, biar nanti saya panggilkan Den Ghani."
Mereka pun berjalan masuk ke ruang tamu. Queensha dipersilakan duduk terlebih dulu sambil menunggu Tina memanggil anak sang majikan.
Sementara itu, Ghani sedang berdiri di teras belakang rumah. Sebuah gawai berukuran 6.5 inci menempel di telinga.
"Iya, aku mengerti. Udah ah, Bunda enggak usah memikirkan Aurora, sebaiknya nikmati saja waktu liburan kalian berdua. Urusan di sini serahkan kepadaku, aku bisa meng-handle semuanya."
"Ya sudah, kalau begitu bunda tutup dulu teleponnya. Ingat, jangan galak-galak sama baby sitter Rora yang baru, kasihan dia, udah kena mental duluan." Sambungan telepon berakhir dengan sebuah wejangan khusus untuk putera pertama.
Kembali mengembuskan napas panjang dan berat, Ghani memejamkan mata. Kini ia sangat yakin jika Zahira-lah tersangka utama yang memberitahu Arumi tentang kejadian kemarin siang. Jika bukan Zahira, lalu siapa lagi? Shakeela? Zavier? Sepertinya tidak. Kedua adiknya saja sedang tak berada di Indonesia.
"Den Ghani?" Mbak Tina melangkah mendekat. Kelopak mata Ghani perlahan terbuka, tapi tak menoleh sedikit pun pada sosok wanita di sebelahnya.
"Ada apa, Mbak?" tanya Ghani dengan suara dingin dan wajah tanpa ekspresi.
"Maaf mengganggu, Den, tapi saya hanya ingin memberitahu bahwa Mbak Queensha sudah datang. Dia sedang menunggu di luar," jawab Tina yang langsung membuat Ghani menghela napas kasar.
Sejujurnya, Ghani enggan bertemu kembali dengan Queensha, tapi demi Aurora, dia rela memendam egonya sendiri. Walaupun Ghani tak menyukai Queensha karena pernah melakukan satu kesalahan yang menurut sebagai orang sepele, tapi bagi pria itu kesalahan calon baby sitter Aurora sangat besar dan malah menyebabkan kematian seseorang jika wanita itu bekerja di rumah sakit.
"Minta wanita itu menunggu. Aku akan segera menemuinya sebentar lagi," jawab Ghani dengan raut wajah terpaksa.
"Baik, Den. Kalau begitu saya permisi dulu." Tina menundukan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan Ghani.
Ghani melangkahkan kakinya menuju ruangan di mana Queensha berada. Satu buah stop map warna merah berada di dekapan pria itu. Queensha yang sedang memandangi koleksi lukisan serta dua buah foto menggantung di dinding segera mengalihkan perhatiannya ketika mendengar derap langkah seseorang semakin mendekat.
Wanita muda berusia dua puluh lima tahun segera membenarkan posisi duduk ketika kaki jenjang Ghani menginjak lantai ruang tamu. Astaga, kenapa setiap kali bertemu pria ini tubuhku selalu meremang. Bulu kudu berdiri dan sekujur tubuh terasa dingin seakan tengah berada di tengah Kutub Utara, batin Queensha.
"Baca!" Ghani mendorong sebuah map ke hadapan Queensha. "Itu adalah kontrak kerja selama menjadi baby sitter putriku. Ada beberapa pantangan yang tidak boleh kamu langgar jika tidak mau saya pecat. Sebelum menandatangani, baca dengan teliti karena saya tidak mau di kemudian hari terjadi masalah yang akan merugikan salah satu pihak."
Queensha meraih map di hadapannya kemudian membuka lembaran pertama kertas tersebut. Sejauh ini tidak ada masalah, ia dapat menerima isi kontrak tersebut. Lalu ia beralih pada lembaran kedua, ketiga dan seterusnya.
Ehm ... kalau isi kontraknya seperti ini, tentu saja aku tidak keberatan. Semuanya menguntungkan kedua belah pihak.
Jemari lentik itu membuka lembaran kertas terakhir, membaca hal apa saja yang harus Queensha lakukan selama menjadi baby sitter si cantik, Aurora. Ketika ia sampai pada kalimat terakhir, iris matanya yang berwarna coklat menangkap satu paragraf terakhir ditulis tebal. Kalimat itu singkat, tapi sukses membuat suara si wanita tercekat.
Jangan pernah memberikan/mengizinkan Aurora mengkonsumsi jenis makanan apa pun yang mengandung kacang tanah.
Kening Queensha berkerut, matanya memincing. Ia sampai memajukan stopmat tersebut untuk memperjelas pandangan.
Jadi ... Aurora alergi terhadap kacang tanah? Kok bisa kebetulan banget sih, aku juga alergi terhadap jenis makanan itu. Queensha tampak manggut-manggut dibuatnya. Baiklah, catatan ini akan kuingat terus selamanya.
Queensha mengambil pulpen yang sebelumnya telah disiapkan Ghani kemudian menandatangani surat kontrak tersebut dan tak lupa, nama lengkapnya pun ditulis di bawah tanda tangannya.
"Sudah saya tanda tangani, Pak. Bisa diperiksa terlebih dulu."
Ghani meraih kembali map tersebut dan menaruhnya di ruang kosong sebelahnya. "Tidak perlu!" jawabnya singkat. "Tugas pertamamu menjembut Aurora di sekolah, nanti Pak Aceng akan mengantarmu."
Ghani bangkit dari sofa lalu berlalu begitu saja, meninggalkan Queensha seorang diri di ruangan itu. Melihat sikap sang majikan yang terkesan cuek membuat Queensha harus banyak mengatur napas guna meredakan emosi dalam diri.
"Ganteng sih, tapi sayang ... jutek."
***
Saat ini Queensha telah sampai di sekolahan Aurora. Sebuah sekolah taman kanak-kanak bertaraf internasional di kawasan Jakarta Selatan. Sekolah ini menggunakan kurikulum juga bertaraf international seperti International Baccalaureate (IB) dan Cambridge International Education (CIE) atau Edexcel. Yang mana kurikulum tersebut sudah sangat maju dan komprehensif untuk memfasilitasi minat dan penyokong prestasi anak.
"Permisi, kalau ruang kelas Matahari, di mana?" tanya Queensha pada salah satu guru TK yang kebetulan berpapasan dengannya di lorong sekolah.
"Ibu naik ke lantai dua, kemudian ambil kanan, lurus sedikit dan ruang kelas Matahari ada di sebelah kanan."
"Terima kasih." Queensha segera menaiki anak tangga menuju lantai dua.
Sepanjang jalan menuju lantai dua, pendengaran Queensha dimanjakan oleh suara teriakan, celotehan anak-anak seusia Aurora. Wanita itu menarik kedua ujung bibirnya ke atas dan tersenyum lebar.
"Andai saja ...." Queensha segera menghentikan kalimatnya. "Enggak baik berandai-andai terus. Lebih baik aku segera menjemput Aurora."
Queensha sudah tiba di lantai dua. Di waktu bersamaan, bel sekolah berbunyi, menandakan kelas siang hari itu telah usai. Dua orang guru berdiri di depan pintu, memberi pelukan terakhir sebelum melepas para murid kelas nol kecil kembali ke rumah masing-masing. Aturan itu memang tidak wajib, tapi khusus di kelas Matahari, para guru memeluk kelima belas murid didiknya itu dengan tujuan mendekatkan hubungan emosional antara guru dan murid.
Ketika gadis kecil bermata bulat keluar kelas, senyuman lebar kembali terlukis di sudut bibir Queensha. Ia amat senang dapat bertemu lagi dengan Aurora, si cantik jelita pemilik mata bulat nan indah.
"Aurora!" Queensha berseru sambil melambaikan tangan.
Aurora yang baru saja selesai berpelukan dengan dua orang guru di kelasnya mendongakan kepala untuk melihat siapakah orang yang memanggilnya barusan.
"Kakak Cantik!" pekik si pemilik mata bulat. Ia berhambur menghampiri Queensha yang sedang menunggu dengan posisi kedua lutut diletakkan di lantai, kedua tangan terbentang ke samping kanan dan kiri.
"Aduh ... duh ... pelan-pelan, Sayang. Kalau kamu jatuh, gimana? Nanti kakak dimarahi Papa loh." Queensha mengusap punggung Aurora lembut.
Masih dalam pelukan Queensha, Aurora menjawab, "Papa enggak akan marah, Kak. Papa 'kan sayang banget sama Rora."
Queensha hanya tersenyum samar mendengarnya. "Pulang yuk. Papa udah nungguin Rora di rumah."
Bocah kecil berusia empat tahun melepaskan pelukan. Mendongakkan kepala secara maksimal untuk melihat wajah Queensha. "Apa Kakak Cantik akan mengantarku pulang?" tanyanya penuh prngharapan. Mata bulatnya itu seakan tengah menunggu dengan harap-harap cemas.
"Iya. Mulai hari ini, kakak menjadi baby sitter kamu, Sayang. Kakak akan antara jemput kamu ke sekolah."
"Sungguh? Apa Kakak juga tinggal bersamaku di rumah?" Queensha menganggukan kepala sebagai jawaban. "Yeah! Hore! Kakak Cantik bobok bersamaku!" Aurora melompat-lompat kegirangan hingga poninya ikut bergerak turun dan naik.
"Sudah, sudah, jangan melompat lagi! Lebih baik kita pulang sekarang. Kasihan Mang Aceng udah nungguin terlalu lama."
Menggandeng tangan Queensha menuju gerbang sekolah. Aurora berceloteh sepanjang jalan karena hatinya amat sangat bahagia karena bisa berdekatan dengan Queensha, wanita yang telah menyelamatkannya dari maut.
...***...
😂😂😂
Bahkan lulu sampai memperingati ghani harus menjaga queensha 🤔