Menikah dengan pria idaman adalah dambaan tiap wanita. Adelia menikah dengan kekasihnya bernama Adrian. Di mata Adelia Adrian adalah laki-laki yang baik, taat beragama, perhatian sekaligus mapan. Namun ternyata, setelah suaminya mapan justru selingkuh dengan sekretarisnya. Apakah Adelia mampu bertahan atau justru melangkah pergi meninggalkan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tekad Untuk Bercerai
"Mas, aku mau menemui Mas Adrian," ungkap Adelia tiba-tiba.
"Kalau boleh tahu untuk apa kau menemuinya?" tanya Arga tenang. Ia memang berusaha menenangkan perasaannya yang gundah karena Adelia ingin bertemu Adrian.
"Aku akan menyerahkan surat perceraian padanya," kata Adelia dengan api menyala-nyala. Ia sudah kesal setengah mati karena perbuatan suaminya.
"Bagus, aku mendukungmu. Kapan kamu kesana?" tanya Arga.
"Sekarang, Mas. Lebih cepat lebih baik," tekad Adelia.
"Lalu bagaimana ibumu? Apakah kau sudah memberitahukannya?" Arga menengok ke belakang melihat wanita paruh baya itu terpekur sendirian menahan kesedihannya.
"Aku yakin ibu pasti dukung aku. Tapi, dia tidak perlu tahu yang penting hasilnya saja," kata Arga.
"Baiklah, aku antar," tawar Arga.
"Ya, Mas," jawab Adelia.
Arga senang akhirnya Adelia memproses perceraiannya. Surat perceraian sudah siap dari kemarin, tapi Adelia sepertinya ragu. Hal itu sempat membuat Arga gelisah. Dengan kejadian yang menimpa ayahnya semakin memperkuat tekad Adelia untuk lepas dari Adrian.
Mobil Arga berhenti tepat di depan rumah Adrian. Rumah yang dulunya pernah ia huni bersama suaminya. Sayangnya, Adrian sudah membawa perempuan ular hingga berhasil merusak pondasi bahtera rumah tangganya.
Rumah itu kelihatan sepi, tidak ramai seperti dulu. Entah kemana para pembantu yang biasanya bekerja di runah itu. Pintu pagar pun terbuka, seorang satpam mendekati Adelia.
"Non, pulang?" sapa satpamnya. Lelaki paruh baya itu tersenyum ramah pada Adelia. Pria yang dulu menjadi satpamnya kini masih ada dan berdiri tegak di hadapannya.
"Bagaimana kabar, Mang Ujang?" tanya Adelia.
"Baik, Non."
"Non, bagaimana kabarnya. Lama tudak pulang kemari," sapa Mang Ujang.
"Maaf ya Mang. Mungkin selamanya tidak akan pulang kemari," ucap Adelia.
"Iya, Mang Ujang tahu semuanya. Yang sabar ya, Non."
Adelia mengangguk pelan. "Oh, ya Tuan Adrian ada di rumah?" tanya Adelia.
"Ada, di dalam."
"Oh, iya, biar saya kesana saja," kata Adelia.
"Silahkan, Non."
Seperti biasanya, Adelia sungkan untuk merepotkan mantan satpamnya itu. Bahkan Arga pun ia suruh di dalam mobil saja memantaunya dari jauh. Ia tidak ingin terkesan buruk membawa teman pria ke dalam rumah suaminya.
Jari lentik Adelia menekan bel pintu. Ia menekannya berulang kali, sementara di dalam kamar tubuh Adrian yang masih kesakitan mendengar bel pintinya berbunyi.
"Siapa sih yang datang kemari, kalau Salsa tidak mungkin menekan bel segala," gumam Adrian. Ia pun memaksakan dirinya berjalan tertatih-tatih menuruni anak tangga sembari tangannya merambat di tembok sebagai pegangan agar tidak jatuh.
Adrian membuka pintunya, aroma parfum yang sangat ia kenali selama ini menguar ke udara.
"Adelia," katanya terperanjat kaget.
"Iya, Mas. Ini aku."
"Kamu pulang, Sayang." Tangan kanan Adrian berusaha merengkuh punggung istrinya namun buru-byru Adelia menepisnya.
"Aku datang bukan untuk tinggal di sini, tapi untuk menyerahkan surat perceraian kita, Mas," jawab Adelia mantap.
"Perceraian?"
"Kamu mau menceraikanku?" tanya Adrian lagi.
"Aku sudah menanda tanganinya. Tinggal Mas yang melengkapi tanda tangan satunya," balas Adelia.
"Tidak, aku tidak mau!" tolak Adrian. Ia merobek surat perceraian itu di hadapan Adelia. Kertasnya bertebaran kemana-mana. Adelia hanya bisa melihat kertas itu melayang di udara lalu berjatuhan.
"Suka atau tidak suka, perceraian ini akan tetap terjadi, Mas. Pengadilan yang akan memprosesnya."
"Ingat, kasus perselingkuhan yang Mas lakukan akan menjadi bukti perceraian ini."
"Dan, kurasa tidak akan memakan waktu lama prosesnya," kata Adelia tegas.
"Sayang, kau tidak bisa bersikap begini padaku!"
"Aku tidak mau bercerai denganmu, aku masih mencintaimu," kata Adrian memohon.
Adelia mundur selangkah menjauhkan dirinya dari jangkauan Adrian. Ia sudah teramat lelah dengan semua kejadian yang menimpanya.
"Mas, andai saja dulu kau mau mencariku. Mendengarkan keluh kesahku, dan di sampingku saat ky menangis. Mungkin, semua itu bisa ku pertimbangkan."
"Tapi, dengan lancangnya kau menikahi perempuan itu di rumah ini!"
"Kau bermesraan di hadapanku, seolah aku ini tidak ada. Seolah aku hanya patung penghias rumah ini. Saat itu...dimana perasaanmu Mas!" telak Adelia. Entah darimana ia memiliki keberanian menyerang Adrian dengan kata-katanya.
"Iya, aku minta maaf sayang. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Tolonglah, Mas lagi sakit. Mas butuh perhatianmu," pinta Adrian.
"Hah, sakit? Ini baru sakit badan. Bukanlah sakit hati yang kurasakan selama ini. Jauh lebih sakit, Mas!" sentak Adelia.
"Tugasku sudah selesai, aku pamit Mas," kata Adelia.
"Tunggu sayang, mas rindu kamu," kata Adrian berusaha menggapai lengan Adelia namun wanita itu malah bertabrakan dengan Salsa yang membawa kresek berisi nasi bungkus.
"Kamu! Punya mata enggak sih!"
"Kamu kesini mau menggoda suamiku?" ledek Salsa.
Adelia tersenyum kecut. "Kamu salah Salsa, aku kemari mengirimkan surat perceraian kami," kata Adelia.
"Mengantar surat perceraian? Baguslah, kalau kamu tahu diri," cecar Salsa.
"Silahkan kalian nikmati rumah ini, dan Mas Adrian juga sebentar lagi akan menjadi milikmu seutuhnya," terang Adelia.
"Tunggu!" Langkah Adelia tiba-tiba di jagal kaki Salsa hingga Adelia hamoir terjatuh. Untung saja Arga datang di saat waktu yang tepat. Ia menahan tubuh Adelia dengan memeluknya. Membuat Adrian cemburu setengah mati.
"Lepaskan, tanganmu dari istriku!" teriak Adrian.
"Kau mengatakan istri!" tunjuk Arga dengan suara lantang.
"Istri mana yang kau maksud, tapi sering kau sakiti!" kata Arga.
"Ingat, aku bisa membuat kalian jauh lebih menderita lagi jika berani macam-macam dengan Adelia!" ancam Arga Dwinata. Ia pun menggandeng tangan Adelia dan berlalu pergi dari rumah itu tanpa permisi.
Salsa sedikit gentar dengan ancaman Arga, pasalnya suara lelaki itu terdengar berwibawa. Lelaki itu sangat tampan melebihi ketampanan Adrian suaminya. Dan terlebih lagi penampilannya juga keren.
"Siapa sih orang itu?" ranya Salsa.
"Dia presdir di perusahaanku dulu," kata Adrian.
"A ... apa! Presdir!" kata Salsa tak percaya. Ia iri karena Adelia mendapatkan orang yang lebih tajir darinya.
"Kok bisa sih, Adelia kenal sama orang itu," gerutu Salsa.
"Aku juga tidak tahu," balas Adrian kesal karena nampaknya Salsa juga mulai tertarik dengan Arga.
"Coba aku tidak hamil, sudah ku gebet dia," gumam Salsa.
"Apa? Kau mau selingkuh?" tanya Adrian kesal.
"Ya cari yang lebih bening dan kantongnya lebih tebal nggak masalah kan? Lagian buat apa sih kita pertahankan pernikahan ini. Enggak ada untungnya buatku," omel Salsa.
"Kamu hamil anakku, jadi selamanya kau harus mendampingiku," protes Adrian.
"Ogah!"
"Kemarin, kamu semangat mau ceraikan aku. Sekarang, kok tiba-tiba mau pertahankan pernikahan kita. Ada sandiwara apa lagi?"
"Kamu pasti takut kan, kalau Adelia berhasil menceraikanmu. Terus aku minta cerai juga, kamu bakalan kesepian. Tidak ada yang merawatmu dan menjagamu di rumah ini," tebak Salsa.
Adrian kaget bagaimana Salsa bisa menebak dengan benar isi kepalanya. Terus terang ia memang takut hidup sendiri. Kehilangan orang-orang yang pernah mencintainya.
"Kok diam, aku bener kan?"
"Udah, tidak usah melamun. Ini makananmu, aku beli nasi rames," kata Salsa sembari menyerahkan bungkusan plastik itu pada Adrian.
"Kok nasi rames? Tadi, kan aku kasih kamu uang agak banyak!" seru Adrian mengikuti langkah Salsa dari belakang.
"Masih bagus nasi rames, kita kan lagi irit Mas. Jangan minta makan yang enak-enak deh. Kalau kehabisan uang baru tahu rasa!" cetus Salsa.
---Bersambung---