Di dunia di mana para dewa pernah berjalan di antara manusia, sebuah pedang yang terlupakan bangun, melepaskan kekuatan yang dapat mengubah dunia. Seorang pemuda, yang ditakdirkan untuk kehebatan, menemukan sebuah rahasia yang akan mengubah nasibnya, tetapi dia harus memilih pihak, pilihan yang akan menentukan nasib dunia. Cinta dan kesetiaan akan diuji ketika dia menjelajahi dunia sihir, petualangan, dan roman, menghadapi ancaman yang dapat menghancurkan jaringan eksistensi. Warisan Para Dewa menunggu... Apakah kamu akan menjawab seruannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pramsia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30: Jejak Cahaya
Ketiga sahabat itu melangkah keluar dari ruangan rahasia, cahaya bola cahaya Mei menerangi lorong gelap di depan mereka. Aura bola cahaya itu terasa lebih kuat, memancarkan gelombang energi yang lembut, seperti denyut jantung yang penuh harapan. Namun, di balik cahaya itu, Jian merasakan beban berat. Ia teringat akan bayangan mengerikan yang baru saja mereka hadapi, dan kekuatan kegelapan yang mengancam untuk menelan dunia. "Kita harus bergerak cepat," katanya, matanya tertuju pada peta kuno yang masih tergenggam di tangannya. "Gerbang Kegelapan mungkin sudah mulai terbuka."
"Tapi bagaimana kita bisa menemukan artefak itu?" tanya Kai, suaranya dipenuhi kekhawatiran. "Makhluk bayangan itu ada di mana-mana. Kita tidak bisa menghadapi mereka semua." Kai merasakan rasa takut yang menggerogoti jiwanya. Ia teringat akan masa lalunya, saat ia hampir menyerah pada kegelapan. Apakah ia akan mampu menghadapi kekuatan yang lebih besar dari dirinya?
Mei mengangguk, "Kita harus bergerak dengan hati-hati. Kita harus menggunakan kekuatan cahaya bola cahaya ini untuk mengelabui mereka." Namun, dalam hatinya, Mei merasakan ketakutan yang berbeda. Kekuatan bola cahaya itu terasa asing, seperti kekuatan yang tidak sepenuhnya ia kuasai. Apakah ia mampu mengendalikan kekuatan yang begitu besar?
Bola cahaya itu berdenyut lebih kuat, dan cahaya yang dipancarkannya berubah menjadi warna biru kehijauan, seperti cahaya fajar yang menyapa dunia setelah malam yang panjang. Jian merasakan kekuatan yang mengalir dari bola cahaya itu, memberikannya kekuatan dan keberanian. Namun, di balik kekuatan itu, ia merasakan beban tanggung jawab yang besar. Apakah ia mampu menjadi harapan bagi dunia ini?
"Kita harus menemukan tempat yang aman untuk beristirahat," kata Jian. "Kita perlu merencanakan langkah selanjutnya."
Mereka berjalan melalui lorong yang gelap dan sunyi, bola cahaya Mei menerangi jalan di depan mereka. Dinding lorong itu dihiasi dengan ukiran-ukiran kuno, yang sebagian besar telah rusak oleh waktu. Mereka berjalan melewati ruangan-ruangan kosong, yang dulunya mungkin dihuni oleh makhluk-makhluk yang hidup di dunia ini.
"Di mana kita sekarang?" tanya Kai, suaranya bergema di ruangan yang sunyi.
Jian memeriksa peta itu, "Kita berada di dekat Kuil Cahaya. Mungkin kita bisa menemukan perlindungan di sana."
Mereka tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan pilar-pilar batu yang menjulang tinggi. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar yang terbuat dari kristal, yang memancarkan cahaya lembut.
"Ini dia," kata Jian, matanya berbinar-binar. "Kuil Cahaya."
Mereka mendekati altar itu dengan hati-hati. Di atas altar, terdapat sebuah patung yang terbuat dari kristal, yang menggambarkan seorang wanita dengan sayap putih yang terbentang lebar. Patung itu tampak seperti sedang berdoa, matanya tertuju ke langit.
"Patung ini... menyeramkan," bisik Kai, suaranya bergetar.
"Kita harus hati-hati," kata Mei, tangannya menggenggam bola cahaya yang berdenyut dengan cahaya samar dan ethereal. "Mungkin ada sesuatu di sini yang tidak kita inginkan."
Tiba-tiba, lantai di bawah mereka bergetar. Suara gemuruh yang kuat menggema di seluruh ruangan. Mereka menoleh ke arah sumber suara, dan mereka melihat sebuah celah besar terbuka di dinding, yang memancarkan cahaya merah menyala.
"Gerbang Kegelapan!" teriak Jian, suaranya dipenuhi dengan rasa takut. "Itu mulai terbuka!"
Makhluk bayangan itu muncul dari celah itu, bentuknya mengerikan dan penuh dengan kebencian. Mereka menyerbu ke arah ketiga sahabat itu, mata mereka menyala dengan api merah menyala.
"Kita harus pergi!" teriak Kai, pedangnya terhunus.
Mereka berlari menuju pintu keluar, makhluk bayangan mengejar mereka dengan kecepatan yang menakutkan. Bola cahaya Mei memancarkan cahaya yang menyilaukan, mengusir makhluk bayangan itu, tetapi mereka terus mengejar.
"Kita harus menemukan tempat yang aman!" teriak Jian, suaranya bergema di ruangan itu.
Mereka berlari melalui lorong-lorong yang gelap dan berbahaya, makhluk bayangan mengejar mereka dengan gigih. Bola cahaya Mei berdenyut dengan kekuatan yang semakin besar, memberikan mereka kekuatan dan harapan.
"Kita harus menemukan artefak itu!" teriak Mei, suaranya penuh dengan tekad. "Kita harus menyegel Gerbang Kegelapan sebelum terlambat!"
Mereka berlari menuju sebuah pintu yang tertutup rapat. Jian mencoba membuka pintu itu, tetapi terkunci rapat.
"Kita tidak punya waktu!" teriak Kai, pedangnya siap untuk menyerang.
Tiba-tiba, bola cahaya Mei meledak dengan cahaya yang menyilaukan, menghancurkan pintu itu dengan kekuatan yang luar biasa. Mereka berlari keluar dari ruangan itu, makhluk bayangan mengejar mereka dengan gigih.
"Kita harus menemukan tempat yang aman!" teriak Jian, suaranya bergema di ruangan itu.
Mereka berlari menuju sebuah ruangan yang gelap dan sunyi. Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja batu yang dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit. Di atas meja itu, terdapat sebuah buku tua dengan sampul kulit.
"Buku itu!" teriak Mei, matanya berbinar-binar. "Mungkin buku itu bisa membantu kita!"
Mereka berlari menuju meja batu itu, makhluk bayangan mengejar mereka dengan gigih. Bola cahaya Mei memancarkan cahaya yang menyilaukan, mengusir makhluk bayangan itu, tetapi mereka terus mengejar.
"Kita harus menemukan artefak itu!" teriak Mei, suaranya penuh dengan tekad. "Kita harus menyegel Gerbang Kegelapan sebelum terlambat!"
Mereka membuka buku itu, dan mereka melihat sebuah peta yang menunjukkan lokasi tiga artefak: Batu Cahaya, Pedang Kegelapan, dan Gelang Kehidupan.
"Ini dia!" teriak Jian, matanya berbinar-binar. "Petunjuk menuju tiga artefak!"
Mereka melihat peta itu dengan saksama, mencari petunjuk tentang cara menemukan artefak itu. Bola cahaya Mei berdenyut dengan kekuatan yang semakin besar, memberikan mereka kekuatan dan harapan.
"Kita akan menemukan artefak itu!" teriak Mei, suaranya penuh dengan tekad. "Kita akan menyegel Gerbang Kegelapan sebelum terlambat!"
( Lanjut Chapter 31 )