Debi menuruni jalan setapak yang menuju rumahnya dengan langkah cepat. Matahari mulai tenggelam, memberi warna keemasan di langit dan menyinari tubuhnya yang lelah setelah perjalanan panjang dari Sarolangun. Hawa desa yang sejuk dan tenang membuatnya merasa sedikit lebih ringan, meskipun hatinya terasa berat. Liburan semester ini adalah kesempatan pertama baginya untuk pulang, dan meskipun ia merindukan rumah, ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan setiap kali memikirkan Ovil.
Debi sudah cukup lama tinggal di Sarolangun, bersekolah di sana sejak awal tahun ajaran baru. Sekolah di kota jauh berbeda dengan kehidupan di desa yang sudah dikenalnya. Di desa, segalanya terasa lebih sederhana. Namun, setelah dua tahun menjalani kehidupan kota, ia merasa bahwa dirinya sudah mulai terbiasa dengan keramaian dan rutinitas yang cepat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Debi Andriansah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pertemuan yang mengubah segalanya
Sore itu, setelah percakapan singkat yang penuh dengan perasaan yang tak terungkapkan, Debi dan Ovil duduk di teras rumah Ovil. Langit semakin gelap, namun suasana terasa hangat meski hanya diterangi lampu kecil yang terpasang di samping pintu rumah. Debi merasa sedikit canggung, namun ada ketenangan yang hadir saat mereka berbicara.
“Ovil, kamu udah lama di sini?” tanya Debi, berusaha memecah keheningan yang mulai mengganggu. Ia tidak bisa menahan rasa ingin tahu yang terus menghantui pikirannya sejak mendengar kabar bahwa Ovil sering melewati rumahnya.
Ovil menatapnya, senyuman tipis mengembang di bibirnya. “Iya, aku sering pulang setelah sekolah. Kadang-kadang, aku hanya duduk di sini, berharap bisa ngobrol sama kamu lagi, seperti dulu.”
Debi merasakan getaran aneh di dadanya. Kata-kata Ovil terdengar begitu tulus, dan entah kenapa, hatinya semakin berat. Kenapa baru sekarang semua perasaan ini muncul? Padahal dulu, hubungan mereka tidak pernah sekompleks ini. Ovil, teman yang selalu ada dalam hidupnya, kini seolah menjadi seseorang yang ia harapkan untuk lebih dari sekadar teman.
“Aku… aku nggak tahu harus mulai dari mana,” kata Debi dengan suara pelan, ragu-ragu. “Selama ini aku merasa jauh dari kamu. Kita jarang ketemu, dan aku nggak tahu apa yang harus aku katakan. Mungkin aku ketinggalan banyak hal.”
Ovil menghela napas, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. “Aku juga merasakannya, Debi. Tapi, kamu tahu, hidup kita nggak selalu berjalan sesuai rencana. Aku cuma berharap kita bisa ngobrol lagi, seperti dulu.”
Mendengar kata-kata Ovil, Debi merasakan sesuatu yang dalam dalam hatinya. Ia teringat masa-masa ketika mereka masih kecil, bermain di lapangan bersama teman-teman lainnya. Tidak ada rasa canggung, hanya kebahagiaan sederhana. Namun, semuanya berubah sejak mereka berpisah dan bersekolah di tempat yang jauh. Waktu yang berjalan tanpa henti membuat mereka semakin jauh, dan kini, Debi merasa seolah-olah harus memulai semuanya dari awal.
Debi menatap langit yang semakin gelap, mencari keberanian untuk mengungkapkan sesuatu yang sudah lama ia simpan. “Ovil… aku... sebenarnya sudah lama merasa ada yang berbeda. Sejak kita berpisah, aku merasa hidupku sepi, dan aku nggak tahu kenapa, tapi aku mulai kangen sama kamu.”
Ovil terdiam sejenak, menatap Debi dengan mata yang penuh arti. “Debi, aku juga merasa hal yang sama. Aku nggak bisa menyangkal itu. Selama ini, aku sering berpikir, kalau aja kita bisa kembali seperti dulu. Tapi aku juga tahu, mungkin itu nggak mudah.”
Debi merasa dadanya semakin sesak. Perasaan yang selama ini ia sembunyikan kini keluar begitu saja. Ia ingin sekali mengungkapkan semua perasaannya, namun kata-kata terasa seperti terhalang oleh sesuatu yang tak bisa ia jelaskan.
Tiba-tiba, Ovil bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju Debi. “Debi, aku nggak ingin membuat ini rumit. Tapi aku harus bilang kalau aku… aku nggak bisa berhenti memikirkan kamu. Aku sadar, mungkin aku nggak bisa mengendalikan perasaan ini lagi.”
Debi menatap Ovil dengan terkejut. Apakah ini yang ia harapkan? Apakah Ovil merasakan hal yang sama? Namun, sebelum ia bisa mengatakan apa-apa, Ovil melanjutkan.
“Tapi ada satu hal yang harus aku katakan. Aku… aku sudah punya seseorang. Pandawa, dia pacarku. Kami menjalani LDR. Meskipun aku merasa ada yang kurang tanpa kamu, aku nggak bisa mengabaikan perasaan itu.”
Kata-kata itu membuat Debi terdiam. Hatinya terasa hancur mendengarnya, tetapi di sisi lain, ia merasa seolah beban yang selama ini ia pikul mulai sedikit terangkat. Ia tahu, ini tidak bisa selesai begitu saja. Tidak bisa begitu mudah.
“Ovil, aku… aku nggak tahu harus merasa apa. Aku merasa aneh mendengarnya, tapi aku juga nggak bisa mengubah perasaanku,” ujar Debi, dengan suara yang hampir tak terdengar. “Aku juga menyukaimu, lebih dari sekadar teman, tapi aku tahu aku nggak bisa memaksakan semuanya.”
Ovil menundukkan kepalanya, seolah merasa bersalah. “Aku juga nggak mau menyakiti Pandawa. Dia adalah orang yang baik, dan aku tidak bisa begitu saja meninggalkannya. Tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini terhadapmu, Debi. Ini sangat rumit.”
Debi merasakan kesedihan yang mendalam, tetapi di saat yang sama, ia merasa lebih lega karena Ovil mengungkapkan perasaannya. Meskipun mereka tidak bisa bersama sekarang, perasaan itu tidak akan hilang begitu saja.
Malam itu, setelah beberapa jam berbicara, mereka berdua menyadari bahwa perasaan mereka tidak bisa begitu saja dibiarkan berlalu. Mungkin mereka membutuhkan waktu untuk berpikir, mungkin mereka perlu jarak untuk menentukan langkah selanjutnya. Namun satu hal yang pasti, perasaan mereka tidak akan pernah sama lagi.
Debi pun berpamitan dengan Ovil, dengan hati yang berat. “Aku harus pulang sekarang. Terima kasih sudah mau ngobrol, Ovil.”
Ovil tersenyum, meskipun senyumnya terlihat sedikit sedih. “Terima kasih juga, Debi. Aku berharap kita bisa menemukan jalan yang benar untuk keduanya.”
Saat Debi berjalan pulang, langkahnya terasa lebih ringan, meskipun hati masih terasa berat. Mungkin, ini bukan akhir dari segalanya. Mungkin, ini hanya awal dari sebuah cerita yang rumit, namun penuh makna.
---