Menepi (Mencintai Dalam Sepi)

"Raya, menikahlah dengan ku." Pinta Nadeo sembari membuka kotak cincin di depan Raya.

Datar. Itulah ekspresi yang diberikan oleh Raya. Raya tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Haruskah ia senang, ketika sang kekasih yang sudah lama ia jalin hubungan mengajaknya menikah. Harusnya Raya merasa bahagia, wanita mana yang tidak bahagia ketika dilamar oleh pujaan hati. Tapi ini posisinya berbeda. Sang kekasih yaitu Nadeo sah secara hukum agama dan hukum negara sebagai suami orang lain.

Lalu, jika Raya menerima lamaran Nadeo, artinya dia adalah orang ketiga dalam pernikahan Nadeo. Dan dia akan di cap sebagai pelakor jika ada yang mengetahuinya. Walau sebenarnya Rayalah yang lebih dulu memiliki Nadeo.

"Mas, kamu sudah punya istri!" Bukan jawaban yang diberikan Raya untuk Nadeo, melainkan mengingatkan bahwa Nadeo sudah punya istri. Seolah-olah Raya mengisyaratkan bahwa mareka tak mungkin bisa bersama.

"Raya stop bahas dia. Kamu udah janji untuk stay dengan aku, kita akan berjuang sama-sama untuk dapat restu Mama!" Sergah Nadeo seraya menutup kotak cincin dan meletakkan di dashboard mobil dengan sedikit emosi.

Nadeo sengaja menghentikan mobilnya di pinggir taman hanya untuk melamar Raya, cinta pertamanya.

"Lalu istri kamu gimana Mas?" Tanya Raya pelan.

Nadeo diam.

"Jangan egois Mas. Kita hanya mencari kebahagiaan kita saja, lalu mengorbankan perasaan dia yang gak salah. Dia gak tau apa-apa." Tambah Raya lagi.

Sungguh, Raya tidak tega juga nantinya melihat istri Nadeo terluka. Raya juga tahu bagaimana rasanya sakit melihat orang yang dicintai menikah dengan orang lain. Tapi, berpisah dengan Nadeo rasanya juga tidak sanggup. Tidak mungkin juga ia harus bertemu dengan Nadeo dalam keadaan seperti ini tanpa adanya kejelasan.

"Aku akan poligami Ray, aku gak akan cerain dia." Jawab Nadeo akhirnya.

"Mas aku takut kamu poligami, dan kamu gak adil. Aku pernah dengar loh, suami yg gak adil hari esok akan berjalan dengan keadaan miring. Kamu gak takut nanti di akhirat kamu jalannya miring?"

Walau Raya bukanlah wanita yang ahli di bidang agama, tapi Raya ada sedikit tahu tantang agamanya dan pernah mendengar kala mengikuti kajian di mesjid akhir-akhir ini.

"Ray, aku ngelakuin ini untuk kebaikan kita. kamu mau sampai kita berzina?" Tanya Nadeo

Raya menggeleng. walau pernah melakukannya dulu saat masih bekerja sebagau wanita kupu-kupu, untuk sekarang rasanya jangan terulang lagi. Raya benar-benar ingin berubah. walau belum berhijab, setidaknya Raya sudah berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.

"Kamu fikir dengan kita bertemu seperti ini kita gak akan berdosa. Justru ini dosanya lebih besar." Tambah Nadeo lagi.

Raya diam. Apa yang dikatakan Nadeo, semuanya benar. Tapi raya memang takut Nadeo tidak bisa berlaku adil. Apalagi Nadeo memang tidak mencintai istrinya itu. Besar kemungkinan Nadeo akan bersikap condong ke sebelah pihak, pihak dirinya tepatnya.

"Ray, sebelum aku mengatakan ini sama kamu, aku sudah lebih dulu membicarakan hal ini sama dia. Aku membebaskan dia untuk mencari laki-laki manapun yang bisa membuat dia nyaman. Karna aku gak bisa memberikan itu semua buat dia. Karna hati aku cuma buat kamu." Jelas Nadeo panjang lebar.

"Mas, kamu gak boleh gitu. Kamu jahat. Dia juga istri kamu. Kamu jangan egois gini."

"Sayang, aku begini karna aku gak mau dia terasakiti. Daripada dia berharap sama aku. Lebih baik dia mencari orang yang benar-benar bisa buat dia bahagia."

"Secara gak pasti, kamu bakal cerain dia Mas?"

"Saat waktu yang tepat. Saat kamu hamil, aku yakin mama akan ngerestuin hubungan kita. Gak akan mungkin Mama menolak cucunya kan? Yang dia inginkan selama ini juga cucu."

"Tapi bukan sama perempuan seperti aku Mas." Lirih Raya.

"Shut!" Nadeo meletakkan jari telunjuknya di bibir Raya. "Mama belum tau aja kalo kamu wanita yang baik, suatu saat pasti Mama sadar. Cinta memang butuh perjuangan sayang." Lalu Nadeo membawa Raya ke dalam pelukannya.

"Kamu mau kan nikah sama aku?" Tanya Nadeo lagi.

Raya mengangguk. Pertahanannya runtuh. Nadeo mengambil kotak cincin, membukanya. Dan melingkarkan cincin di jari manis Raya. Cantik. Cincin itu pas di jemari Raya, Nadeo menciumi tangan Raya yang sebentar lagi akan dia nikahkan.

...****************...

Malam ini adalah malam jum'at, malam sunnah bagi pasangan suami istri untuk memadu kasih. Tapi tidak untuk Nabila dan Nadeo. Nadeo saja belum pulang, padahal jam sudah menunujukkan pukul sepuluh malam.

Setelah menunaikan shalat isya dan membaca yasin, sambilan menunggu Nadeo pulang, Nabila memilih menonton film horor yang di tayangkan di salah satu stasiun televisi ditemani dengan cemilan ringan.

Sedang seriusnya Nabila menonton, terdengar suara pintu rumah terbuka kemudian suara langkah kaki masuk. Refleks saja Nabila bangun dari sofa untuk menghampiri orang tersebut, yang ia yakini adalah suaminya.

"Udah pulang ya Mas?"

Deg!

Seketika hati Nabila sakit ketika ia lihat melihat Nadeo tidak sendiri, ada wanita disampingnya yang ia rangkul mesra. Nadeo tidak pernah sedekat itu dengan Nabila. dan disatu tangan lagi Nadeo memegang sebuah koper.

"Siapa ini Mas?" Tanya Nabila.

"Ini adalah istri aku, Raya. Mulai sekarang dia akan tinggal di sini. Raya yang akan mengurus segala kebutuhan ku, termasuk sarapan, makan siang dan makan malam." Jawab Nadeo apa adanya.

Benarkan, ini adalah istri kedua suaminya. Rupanya Nadeo benar-benar serius berpoligami.

Raya tersenyum ke arah Nabila dan mengulurkan tangannya sembari mengatakan namanya. Nabila membalas uluran tangan cantik itu.

"Nabila."

Cantik. Pantas saja Nadeo tidak bisa melupakan perempuan yang ada di sampingnya saat ini. Perempuan yang katanya bernama Raya ini punya rambut lurus sebahu, dan terlihatlah bahu indahnya. Raya juga memiliki kaki jenjang nan indah bak model catwalk terkenal. Raya dan Nadeo terlihat tampak serasi. jauh berbeda sekali dengan Nabila yang berpenampilan kolot dan polos. Gamis syar'i dan hijab segi empat kebesaran serta wajah yang tidak dipoles apapun menampahkan kesan betapa tidak sebandingnya dia dengan Raya. Begitulah pikir Nabila.

"Kalau gitu aku permisi ya?" Pamit Nabila

Nabila menaiki tangga, memasuki kamar. Rasanya pemandangan tadi sungguh sangat menyesakkan dada. Tidak sanggup rasanya Nabila menjalani hari-hari esok dengan keadaan seperti ini.

Nabila duduk di tepi ranjang dengan air mata meleleh di pipi nya.

"Ya Allah, kuatkan hati hamba mu ini ya Allah."

Sudah mencoba untuk melupakan Nadeo, dan mengubur rasa cintanya. Tapi rasa cinta itu makin hari malah kian membesar. Melihat Nadeo membawa perempuan lain, sungguh Nabila merasakan cemburu yang amat dalam.