Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Setelah insiden menegangkan dengan Tetua Yu dari Sekte Naga Emas, akhirnya Sekte Nusantara bisa bernafas lega lagi. Yah, setidaknya untuk sementara. Rasanya ada kedamaian yang menyelimuti, meski di baliknya tetap ada rasa waspada. Zekki, Yuna, Li Shen, dan Fei Rong kembali fokus pada latihan mereka, kali ini dengan semangat yang berbeda. Pertarungan dengan Tetua Yu memang berat, tapi di balik itu, ada pelajaran penting yang mereka dapat. Tentang kekuatan, tentang keteguhan, dan… ya, tentang bagaimana pentingnya saling mendukung.
Tapi Zekki tahu benar, ini bukan akhir dari ancaman. Sekte Langit Timur, Sekte Naga Emas, dan sekte-sekte besar lainnya pasti takkan tinggal diam. Sekte Nusantara ini, meski masih kecil, tetap saja jadi perhatian. Ah, di dunia ini, semua hal dianggap ancaman hanya karena sedikit berbeda. Namun, di sisi lain, Zekki mulai berpikir. Mereka butuh lebih banyak orang. Fei Rong bagus, dia murid yang berbakat, tapi untuk membangun sekte yang tangguh, mereka butuh lebih dari sekadar bakat satu-dua orang. Butuh banyak tangan, banyak hati yang bersatu.
Pagi itu, ketika Zekki sedang duduk di taman belakang, berusaha menenangkan diri dalam meditasi, dia tiba-tiba merasakan kehadiran seseorang di dekat gerbang. Perlahan dia membuka mata dan menoleh. Dari kejauhan, sosok itu tampak berjalan mendekat.
Seorang gadis, mungkin berusia sekitar 18 tahun, berdiri di sana dengan pakaian sederhana. Rambutnya panjang, tergerai, dan ada tatapan tajam di matanya—tatapan yang sepertinya menyimpan tekad. Meski penampilannya biasa, ada sesuatu dalam auranya, sesuatu yang kuat dan… entah bagaimana, terasa tulus.
Zekki berdiri, melangkah ke arah gadis itu dengan langkah pelan namun penuh rasa ingin tahu. Dari dalam bangunan sekte, Yuna dan Li Shen ikut keluar, mungkin karena mereka juga merasakan kehadiran tamu tak dikenal ini.
“Ada apa? Apa yang membawamu ke sini?” tanya Zekki dengan suara tenang, meskipun matanya mengamati gadis itu dengan saksama.
Gadis itu menundukkan kepalanya sedikit, tanda hormat yang sederhana, sebelum ia bicara. “Namaku Mei Lin. Aku dengar tentang Sekte Nusantara, dan… aku ingin bergabung,” katanya. Nada bicaranya mantap, nggak ada sedikit pun keraguan di situ. Tegas, tapi tetap lembut.
Fei Rong, yang sudah berdiri di samping Zekki, langsung sumringah. “Wah! Ada yang mau jadi murid juga, nih! Akhirnya aku nggak jadi satu-satunya murid!” katanya sambil tertawa kecil, ekspresi wajahnya benar-benar gembira.
Li Shen menepuk bahu Fei Rong sambil ikut tersenyum. “Nah, sekarang kau ada teman latihan, Fei,” katanya, menggoda.
Yuna, yang sedari tadi memperhatikan Mei Lin dengan tatapan yang teliti, akhirnya bicara juga. “Mei Lin, kenapa kau ingin bergabung dengan Sekte Nusantara? Sekte ini masih kecil, kau tahu. Kami nggak punya banyak sumber daya seperti sekte-sekte besar. Kau yakin mau bergabung?” tanyanya lembut tapi penuh rasa ingin tahu.
Mei Lin menarik napas panjang, seolah sedang menenangkan diri. “Sekte-sekte besar… mereka nggak peduli sama yang lemah,” jawabnya dengan suara pelan, tapi penuh emosi. “Aku sudah mencoba bergabung dengan mereka beberapa kali, tapi selalu ditolak. Katanya aku nggak punya bakat yang cukup.” Dia berhenti sejenak, matanya sedikit berkaca-kaca. “Aku cuma ingin belajar. Aku ingin jadi lebih kuat. Bukan buat kekuasaan atau apa… tapi supaya aku bisa melindungi keluargaku.”
Zekki terdiam, hatinya sedikit tersentuh. Dari nada bicara gadis ini, dia tahu bahwa niatnya tulus. Gadis ini bukan datang untuk mencari kemuliaan atau kekuatan semata, tapi punya alasan yang lebih dalam. Dan itulah yang Zekki cari di Sekte Nusantara—orang-orang dengan ketulusan, orang-orang yang punya tekad kuat.
“Baiklah, Mei Lin,” kata Zekki akhirnya, sambil mengangguk kecil. “Kami mungkin nggak punya fasilitas mewah atau pelatih hebat. Tapi kalau kau mau berlatih keras dan bertahan, kau bisa bergabung di sini.”
Mata Mei Lin langsung berbinar, penuh rasa syukur. “Terima kasih, Tuan Zekki! Aku janji akan berlatih dengan sungguh-sungguh,” jawabnya, suaranya sedikit bergetar tapi penuh semangat.
Hari-hari berlalu. Mei Lin segera menyesuaikan diri dengan kehidupan di Sekte Nusantara. Meski dia bukan tipe yang banyak bicara atau ceria seperti Fei Rong, gadis itu sangat rajin. Serius dalam latihan, nggak pernah ngeluh, dan selalu berusaha keras. Zekki melihatnya dengan bangga—dia tahu, meski Mei Lin nggak punya kekuatan bawaan yang mencolok, ketekunannya yang luar biasa membuatnya berkembang cepat. Dalam waktu singkat, dia sudah menguasai teknik-teknik dasar yang diajarkan oleh Zekki dan Li Shen.
Fei Rong jelas senang punya teman baru. Dia sering bercanda, mencoba menghidupkan suasana, meskipun sering kali candaan itu hanya dibalas senyuman tipis atau tatapan bingung dari Mei Lin. Tapi lama-lama, keduanya mulai akrab. Mereka sering latihan bersama, saling membantu di tengah kesulitan.
Suatu hari, Zekki memutuskan untuk menguji kemampuan mereka berdua. Ia mengumpulkan semua orang di halaman latihan—Li Shen, Yuna, Fei Rong, dan Mei Lin.
“Fei Rong, Mei Lin,” kata Zekki dengan nada serius, menatap mereka berdua. “Hari ini, aku ingin kalian bertarung satu lawan satu.”
Fei Rong langsung sumringah, kelihatan semangatnya menggebu-gebu. Mei Lin, di sisi lain, tampak sedikit ragu. Wajahnya agak pucat, dan dia menundukkan kepala sejenak.
“Ada apa, Mei Lin?” tanya Zekki, nada suaranya lembut.
Mei Lin menggelengkan kepala pelan, lalu berbisik, “Tidak, Tuan Zekki. Aku hanya… takut mengecewakanmu.”
Zekki tersenyum lembut, menepuk bahunya. “Nggak perlu takut gagal. Bertarunglah dengan kemampuanmu. Kau di sini untuk belajar, bukan untuk jadi sempurna.”
Akhirnya, Mei Lin mengangguk, dan keduanya berdiri saling berhadapan di tengah lapangan. Fei Rong sudah siap, memasang kuda-kuda dengan penuh percaya diri, sementara Mei Lin berdiri tegak dengan tatapan yang fokus, napasnya diatur perlahan.
“Mulai!” seru Zekki.
Fei Rong langsung melompat maju, mengayunkan tinjunya dengan penuh tenaga. Tapi Mei Lin dengan sigap menghindar, langkahnya gesit, dan langsung membalas dengan tendangan cepat yang tepat mengenai perut Fei Rong.
“Ugh!” Fei Rong terdorong mundur, tapi bukannya marah, dia malah tertawa kecil. “Wah, Mei Lin! Serius juga kau ternyata!” katanya, mengusap perutnya sambil tersenyum.
Mei Lin hanya tersenyum tipis, tidak berkata apa-apa. Tapi dari matanya, terlihat kalau dia benar-benar fokus.
Pertarungan berlangsung seru. Fei Rong mengandalkan kekuatan dan kecepatan, menyerang dengan penuh semangat. Mei Lin, di sisi lain, lebih tenang, setiap gerakannya terkontrol. Dia memilih untuk menghindar dan menunggu waktu yang tepat untuk menyerang balik. Setiap kali Fei Rong mencoba mengayunkan serangan besar, Mei Lin selalu menemukan celah untuk menghindar atau membalas dengan serangan cepat.
Di pinggir lapangan, Li Shen tersenyum kecil sambil mengangguk. “Keduanya punya potensi. Fei Rong punya semangat dan keberanian, sementara Mei Lin punya ketenangan dan perhitungan.”
Zekki mengangguk, setuju. “Iya, mereka berdua saling melengkapi,” katanya pelan, perasaan bangga tampak jelas di matanya.
Setelah beberapa menit, Zekki akhirnya memberi isyarat agar mereka berhenti. “Cukup. Kalian berdua sudah menunjukkan kemampuan kalian dengan baik.”
Fei Rong tersenyum lebar, meski wajahnya sudah penuh keringat. “Wah, Mei Lin… kau benar-benar hebat! Aku sampai ngos-ngosan tadi.”
Mei Lin tersenyum, wajahnya sedikit memerah karena lelah. “Kau juga kuat, Fei Rong. Seranganmu keras sekali,” jawabnya sambil mengusap keringat di dahinya.
Zekki menepuk bahu mereka berdua. “Ingat, kekuatan bukan cuma soal fisik. Ketangkasan, strategi, dan ketenangan juga sama pentingnya.”
Fei Rong dan Mei Lin mengangguk serius, mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka tahu perjalanan masih panjang, dan masih banyak yang harus dipelajari.
Sore itu, ketika mereka semua sedang beristirahat di aula, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekati gerbang. Zekki langsung waspada, bangkit dari duduknya. Yuna, Li Shen, dan murid-murid lain juga berdiri, mengikuti gerakannya.
Di depan gerbang, berdiri seorang pria muda berwajah dingin, mengenakan jubah abu-abu. Tatapannya tajam, mengamati bangunan sekte dengan sorot mata yang… entahlah, seolah penuh rasa meremehkan. Di belakangnya, ada dua orang lain yang sepertinya adalah pengikutnya.
Zekki langsung tahu, mereka bukan orang sembarangan. Ada aura kekuatan yang coba disembunyikan pria itu, tapi tetap terasa bagi mereka yang peka.
“Apa yang kau inginkan di sini?” tanya Zekki, suaranya tegas, nada tenang namun penuh kewaspadaan.
Pria itu tersenyum tipis. “Namaku Zhao Wei, dari Sekte Langit Timur. Kami dengar sekte kecil ini mencoba melawan sekte-sekte besar di wilayah ini,” katanya, nada bicaranya dingin dan penuh sindiran.
Li Shen mendengus kesal. “Kami nggak mencari masalah dengan siapa pun. Kami hanya ingin hidup dan berlatih dengan damai.”
Zhao Wei tertawa kecil, sinis. “Damai? Itu hanya ilusi. Di dunia ini, yang kuat bertahan, yang lemah dilindas. Sekte kecil seperti kalian… hanya akan jadi batu loncatan bagi yang lebih kuat.”
Zekki menatap Zhao Wei dengan tatapan dingin. “Kami tidak mencari keributan. Tapi kalau kau datang untuk membuat masalah, kami tidak akan tinggal diam.”
Zhao Wei tersenyum mengejek, tatapannya penuh tantangan. “Aku hanya ingin melihat apakah sekte ini benar-benar punya kemampuan untuk berbicara besar. Bagaimana kalau kita bertarung, sekadar uji coba?”
Fei Rong maju selangkah, wajahnya penuh semangat. “Aku akan melawanmu! Biar kutunjukkan kalau Sekte Nusantara bukan sekte yang lemah!”
Tapi Zekki mengangkat tangan, memberi isyarat pada Fei Rong untuk mundur. “Biarkan aku yang menghadapi dia.”
Zhao Wei menyeringai, lalu memasang kuda-kuda. “Ayo, Han Zekki. Tunjukkan apa yang bisa dilakukan oleh pemimpin sekte kecil ini.”
Zekki menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan energinya. Dia tahu, pertarungan ini bukan cuma soal adu kekuatan—ini adalah pesan dari Sekte Langit Timur bahwa mereka tidak akan membiarkan Sekte Nusantara berkembang begitu saja.
Pertarungan mereka pun dimulai, dan kali ini, Zekki tahu, dia harus menunjukkan seluruh kemampuan yang dimilikinya demi melindungi sektenya.
datng duel pergi datang duel pergi hadehhhhhh
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan