Bagaimana rasanya mencintai seorang pembunuh?
Bermula dari cerita masa kecil (1-7 bab) kedatangan Ray dengan ibu nya menjadi keluarga tiri Yara di mana Yara sangat akrab dengan mereka
Kerna suatu masalah Ray kabur dari rumah meninggalkan Yara yang selalu menantinya
10 tahun kemudian Yara bertemu dengan seorang pembunuh yang ternyata senior di sekolah nya, Yara mengancam nya lalu berakhir di sekap di tengah hutan yang berbahaya di mana Yara tidak bisa lari dan hidup berdua dengan pembunuh yang ternyata adalah Ray sang kaka tiri yang selama ini Yara cari
#Kriminal
#Romantis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 08
Sepuluh tahun kemudian.
Tidak mudah bagi Yara untuk bertahan hingga detik ini, perubahan sikap mamanya hingga sekarang membuat Yara tersiksa. Padahal dulu Yara kira setelah perginya Ray dari rumah mamanya akan kembali menyayanginya tapi dugaan Yara salah, Reva tetap menganggap Yara sebagai pengkhianat bahkan nenek Tayla juga begitu.
Bagaimana dengan Celvin? Ia tidak tau apa apa, ia sibuk dengan pekerjaannya dibandingkan keluarga.
Yara baru saja tamat SMP, papa Calvin berencana memasukkan Yara ke SMA yang sama dengan Poppy di ibu kota. Sedangkan Agha, pemuda itu tengah menghadapi sidang skripsi untuk kelulusannya.
“Yara kau sudah selesai mengemasi barangmu?” tanya Calvin, datang ke kamar yang sudah lama tidak ia pijak.
Tidak masalah. Yara sepertinya juga tidak haus akan perhatian, dia tidak pernah protes ataupun menangis karena hal itu. Dia menerima hidupnya yang seperti itu.
Di sini Yara sudah selesai dengan barang bawaannya nanti, ia tengah sibuk mensearching tentang SMA yang akan menjadi tempat ia menempuh pendidikan.
“Nanti di sana tinggal di kost yang sama dengan kak Poppy, ya.” sambung Celvin sebelum menutup pintu.
Begitulah sikap Calvin yang juga banyak berubah semenjak kematian mama Ezra, ia bahkan tidak tahu apa yang dilakukan istrinya pada anaknya. Yara sering merasa terkucilkan di rumah ini walaupun keluarganya lengkap tapi Yara merasa sendiri.
Setelah perjalanan panjang akhirnya Yara sampai di ibu kota, pemandangan kota ini tidak jauh beda dari tempat kota di mana Yara lahir, hanya saja gedung-gedung di ibu kota lebih banyak dan lebih maju.
Yara kira ia akan seatap dengan Poppy ternyata dugaannya salah, hanya kost saja yang sama tapi kamar mereka berbeda. Bahkan kamar mereka beda lantai. Poppy di lantai tiga sedangkan Yara di lantai dua.
“Yara ini kost elit yang bebas peraturan, tapi Yara jangan macam-macam sampe membawa cowok ke dalam kamar, jangan mempermalukan papa,” ujar Calvin memperingati putrinya.
“iya Pa, mana mungkin Yara begitu, Papa tenang saja percayalah dengan Yara. Yara kan anak baik,” ucap Yara penuh percaya diri.
“Papa percaya Yara, yasudah papa pergi dulu, ya. Kebetulan papa ada meeting sebentar lagi.”
“Yara kira Papa memang mengosongkan waktu untuk mengantar Yara, ternyata papa hanya sekalian saja, ya.” sindir Yara, tersenyum tipis seakan bercanda dengan papanya.
“Kebetulan meetingnya diadakan di kota ini. Yara jaga diri baik baik, papa pergi dulu.” Calvin pun pergi dengan mobilnya. Setelah Yara tidak melihat mobil Calvin lagi, ia masuk membuka kamar kost yang akan menjadi tempat tinggalnya selama tiga tahun.
“Lamayan besar juga.” Mata Yara menelusuri ruangan.
Yara melempar tubuhnya ke ranjang, ia memutuskan mengemasi barang-barang setelah beristirahat sejenak.
TOK TOK TOK.
“Siapa sih? Baru juga mau istirahat, ganggu aja,” omel Yara berjalan untuk membuka pintu.
“Kenapa lama sekali?” Ternyata yang datang adalah kakaknya, Poppy.
“Hai Kak, sudah lama gak ketemu.” Yara tersenyum.
Poppy dan Yara memang sudah dua tahun lamanya tidak ketemu.
“Ck,” desis Poppy, ia semakin kesal melihat wajah Yara yang semakin cantik.
“Ada apa? Ayo masuk,” tawar Yara pada kakaknya.
“Tidak perlu, aku hanya ingin bilang jangan sok akrab dengan lku nanti di sekolah.”
“Emangnya kenapa? Kita kan saudara.”
“Saudaramu itu si Ray itu, bukan aku ataupun kak Agha. Dasar pengkhianat.” Setelah mengatakan itu Poppy pun pergi, ia jadi ikut-ikutan membenci Yara kerna melihat Reva terus mengatai Yara pengkhianat sejak kecil.
“Huh.” Yara menghela napas. “Terserah deh,” pasrahnya.
Tbc.