Raya, Jenny, Nabilla, dan Zaidan. Keempat gadis yang di sangat berpengaruh di salah satu sekolah favorit satu kota atau bisa dibilang most wanted SMA Wijayakusuma.
Selain itu mereka juga di kelilingi empat lelaki tampan yang sama berpengaruh seperti mereka. Karvian, Agam, Haiden, dan Dio.
Atau bagi anak SMAWI mereka memanggil kedelapannya adalah Spooky yang artinya seram. Karena mereka memiliki jabatan yang tinggi di sekolahnya.
Tentu hidup tanpa musuh seakan-akan tidak sempurna. Mereka pun memiliki musuh dari sekolah lain dimana sekolah tersebut satu yayasan sama dengan mereka. Hanya logo sekolah yang membedakan dari kedua sekolah tersebut.
SMA Rajawali dan musuh mereka adalah Geng besar di kotanya yaitu Swart. Reza, Kris, Aldeo, dan Nathan. Empat inti dari geng Swart dan most wanted SMAJA.
Selain itu ada Kayla, Silfi, Adel, dan Sella yang selalu mencari ribut setiap hari kepada keempat gadis dari SMAWI.
Dan bagaimana jika tiba-tiba SMAJA dipindahkan ke sekolah SMAWI?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oreonaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 02 : Diusahakan Menjadi Satu
Zai ingin rasanya menenggelamkan guru Olahraganya yang sayangnya tampan ini. Pelajaran pertama di kelas Zai, Jenny, Dio serta Agam adalah olahraga. Saat sebelum ada gabungan kedua sekolah, ia senang-senang saja. Malahan ia bersemangat karena guru olahraga kelas 12 itu tampan. Beda lagi kalau guru kelas 11 sama 10.
Tetapi kali ini dengan berat hati Zaidan melengserkan kata penggemar sang guru Olahraganya karena terlalu kesal. Lantaran kelasnya digabungkan oleh kelas anak SMA Rajawali. Lebih tepatnya 12 IPS-3 di mana di sana ada musuh bebuyutan mereka. Apa lagi sekarang Jenny selalu menatap sengit barisan sampingnya.
Zaidan, gadis itu mengusap wajahnya kasar. Mengucap sumpah serapan pada guru olahraga serta anak SMA Rajawali.
“Zai, bilang noh sama idola Lo ngapain juga digabung sama anak pungut.” Ujar Jenny ketus. Menatap tidak suka ke arah barisan anak 12 IPS-3.
“Ya gue mana tau sih Jen! Gue udah gak penggemarnya lagi detik ini. Kesel gue sama Pak Dendi.” Kata Zaidan. Jenny hanya merotasikan bola matanya malas.
“Oke anak-anak sekarang karena kalian mendapatkan teman baru dan pembelajaran olahraga kalian Bapak gabung dengan anak IPS-3. Sekarang kalian ikuti Bapak melakukan pemanasan.” Kata Pak Dendi yang sudah mulai melakukan pemanasan.
Mereka melakukan pemanasan bersama. Diiringi hitungan hanya dari anak IPA-3. Karena sudah terbiasa jadi mereka tanpa disuruh sudah melakukan hitungan mandiri.
Jenny menatap barisan sampingnya yang berupa anak laki-laki SMA Rajawali. “Ikut hitung juga, bisu Lo pada gak ngikutin?” Cetus Jenny sengit.
Kris yang baris di samping gadis ini hanya merotasikan bola matanya malas dan mulai berhitung diikuti oleh yang lainnya.
Setelah beberapa gerakan pemanasan, Pak Dendi mulai menerangkan kegiatan olahraga kali ini. “Hari ini Bapak akan melanjutkan materi pembelajaran sesuai sekolah ini. Bola basket! Bapak akan lanjutkan pembelajaran sesuai dari kelas IPA-3.” Kata Pak Dendi.
Guru olahraga itu mulai menjelaskan dan mencontohkan memainkan bola basket dengan benar lalu menyuruh setiap siswa siswi untuk memperagakan yang dicontohkan tadi oleh Pak Dendi. “Baris lurus tertib! Cewek-cewek, cowok-cowok. Gitu ya anak-anak.”
“Ya Pak!”
Siswa-siswi melakukan percobaan memasukkan bola basket kepada ring basket. Ada yang dapat memasukkan dan ada yang tidak bisa. Seperti Jenny padahal dikit lagi masuk tapi tidak masuk karena menghantam dinding ring dan mendapatkan tertawaan dari Kris.
Agam dan Dio melakukan lemparan dengan sempurna. Teriakan riuh dari teman sekelasnya serta suara Jenny mendominasi seruan kesenangan.
“AGAM! SEMANGAT!”
“AYO AYO!”
Sampai giliran Zai yang sialnya bersamaan dengan Nathan –murid SMA Rajawali. Tidak ingin sampai ditertawakan seperti Jenny. Zai memfokuskan diri dan mempercayai semuanya kepada bola basket. Tapi, sedikit pudar kepercayaannya karena menyaksikan bahwa Nathan dapat memasukkan bola basket dengan sempurna dan mendapatkan tepukan meriah dari teman kelas anak itu.
“Gue pasti bisa!” Sugesti Zaidan pada dirinya. Kali ini demi harga dirinya dan harga diri kelasnya.
Menghela nafas panjang. Zaidan dengan mantap melempar bola basket kedalam ring. Dan,
“WUASEK! MASUK BREEEEE!” Seru Zaidan. Menatap teman sekelasnya yang beristirahat di samping barisannya.
“ZAIDAN JUARA POKOKNYA!” Teriak Sany, teman kelas Zaidan.
“Mantap! Didikan gue gak sia-sia.” Kata Dio terharu, menepuk pundak Agam dramatis. “Apa sih? Goblok ni anak!” Dengus Agam. Menggeser dirinya menjauh dari Dio.
“BAGUS ZAI! GOOD KEUSEN VERY VERY VERY!” Seru Jenny.
Zaidan tersenyum bangga kepada teman sekelasnya. Berbalik menatap Nathan yang masih berdiri di tempatnya. Zaidan dengan jahil menunjukkan ibu jarinya dan menurunkan ke bawah. Membuat ekspresi sedih.
Berbalik berjalan menuju teman-temannya tanpa menghiraukan wajah asam Nathan serta emosi tertahan Nathan.
...
...
“Bu, gak bisa gitu dong! Saya kan tadi sudah menjelaskan.”
“Alasan kamu itu sudah alasan lama. Bosen saya sampai dengarnya.”
Nabilla. Gadis ini mendapatkan masalah tidak mengerjakan tugas seperti biasa. Bukan tidak niat atau malas. Tetapi, memang tidak sempat. Ingat! Ti-dak sem-pat. Nabilla itu sibuk. Iya sibuk tiduran molor dikamar, makan, main hp dan lain-lainnya.
“Kamu Ibu hukum beresin perpustakaan. Sampai saya dengar kamu tidak melakukan perintah Ibu, besok saat ulangan Ibu tidak akan mengizinkan kamu mengikutinya.” Kata Bu Nunung, guru sejarah.
Nabilla dengan lesu berjalan keluar. Padahal ia mengantuk, ingin tiduran di kelas. Bisa sih ke UKS tapi tidak deh. Masih sayang nyawa untuk tidak mengikuti ulangan besok.
“Jadi saya keluar Bu ini?” Tanya Billa. Membalikkan tubuhnya menghadap Bu Nunung.
“Iya Nabilla Gyusadir!”
Billa mengangguk. Mengalihkan tatapannya ke teman-teman sekelasnya dengan tatapan dramatis. “Gue pergi ya! Maaf in kesalahan gue kalau ada. Hidup gue kayaknya gak lama lagi deh,” Ujar Billa sedih penuh dramatis.
“Aiden! Lo ikut gue keluar yuk, nemenin gue.” Ujar Billa diujung pintu.
“NABILLA KELUAR KAMU SEKARANG!” Teriak Bu Nunung murka.
“BYE SEMUA! MUACH!”
Nabilla dengan cepat kabur keluar kelas. Padahal Aiden tadi dengan senang hati ingin ikut tapi ah! Sudahlah. Kasihan catatan BK banyak catatan alpa dirinya. Takutnya catatan BK bosan dengan namanya kan berabe masalahnya nanti.
Bu Nunung kembali melanjutkan pembelajaran tadi yang sempat tertunda.
Sementara itu di luar, Nabilla berjalan dengan santai di tengah-tengah koridor sepi karena masih di jam-jam pelajaran. Bernyanyi dan kadang menendang dinding. Melakukan hal aneh seperti berada di dunianya sendiri.
Sampai tidak terasa sudah sampai pada depan pintu perpustakaan. Masuk dan berhenti tepat pada meja resepsionis yang dijaga oleh guru killer. Bu Titin.
“Permisi Bu, saya Nabilla diutus dari Bu Nunung untuk membersihkan buku-buku perpustakaan.” Ujar Nabilla sopan. Meskipun ia nakal dan jarang mengerjakan tugas, attitude Nabilla di atas rata-rata.
Kalau kata Zai itu, “Nakal boleh tapi sopan santun harus dijunjung tinggi.”
Bu Titin mendongak, sedikit menurunkan kaca mata minusnya. “Oh! Kamu, ya silahkan. Jangan sampai berisik dan harus benar-benar rapi. Awas saja kamu kalau tidak sampai rapi dan menimbulkan suara berisik. Ancaman dari Bu Nunung berlaku juga di sini.” Kata Bu Titin tersirat ancaman di dalamnya.
Nabilla sedikit memaksakan senyuman dan mengangguk, “Hahaha, tenang Bu. Semua pekerjaan ditangan saya selalu berjalan lancar dan sempurna. Jadi, Bu Titin jangan khawatir. Oke!”
Bu Titin hanya mengangguk dan kembali ke pada pekerjaannya. Nabilla mulai meninggalkan area resepsionis dan melihat-lihat di mana dan area berantakan yang akan ia kerjakan. Tidak semua ia bersihkan tentunya. Kasihan OB nya nanti makan gaji buta kalau area perpus ia bersihkan semua.
Billa juga tidak dibayar kan. Jadi, ia hanya menata buku yang tidak rapi saja dan mengembalikan buku ke tempat seharusnya.
Mendorong troli penuh buku ke tempat sesuai tempatnya. Buku pelajaran IPA. Memasukkan buku fisika yang seketika di tatapan oleh Billa langsung menimbulkan rasa pusing. Sampul bukunya saja sudah berupa angka-angka yang rumit.
Billa menggelengkan kepalanya. Dan memasukkan kembali buku-buku dengan benar. Tidak sembarang karena terdapat nomor buku di sana.
“Rasanya udah kayak babu perpus aja.” Gumam Billa. Memasukkan buku kepada rak yang lebih tinggi darinya.
“Untung gue tinggi, jadi gak ada adegan kayak di film-film. Idih! Jijik gue bayanginya.” Ucap Billa kepada dirinya.
“Enak kali ya bersih-bersih gini nyetel lagu. Tapi mana boleh, gurunya galak cuy!” Katanya entah pada siapa.
“Ini juga buku banyak amat yang berantakan. Sengaja apa gim—DUGONG ANAK AYAM!”
Tiba-tiba Nabilla dikagetkan oleh suara bapak-bapak dari arah belakang. Karena sedang asik ngomong sendiri jadi Billa gak sengaja teriak.
“BILLA! JANGAN TERIAK-TERIAK! INGAT HUKUMAN DARI BU NUNUNG BERLAKU DISINI.” Teriak Bu Titin.
Nabilla hanya dapat meringis serta mengelus dadanya. Situ juga teriak anjir! Sabar-sabar Guru emang gitu selalu benar. Batin Billa.
“Maaf Pak, ada ap—Elo?!” Nabilla berbalik menatap sopan kepada seseorang yang tadi sempat membuatnya terkejut.
Kiranya guru dari suara seperti Bapak-bapak tetapi ternyata musuh bebuyutannya alias anak SMA Rajawali. Si Aldeo.
“Lo kira gue Bapak Lo?!” Ucap Al sengit.
Billa mengernyit. Seharusnya di sini ia yang marah bukan dia. “Amit-amit juga gue punya bapak modelan kayak elo! Lo ngapain sih di sini? Ngagetin gue juga, ada apa? Fans Lo sama gue, hah?!”
“Ya terserah gue dong! Kan katanya fasilitas di sini juga milik anak Rajawali. Ya terserah gue lah, gak ada yang ngelarang termasuk elo.”
“Idih! Udah Lo minggir sana, ganggu tau.” Billa mendorong troli bukunya ke depan, meninggalkan Al.
“Lo jadi babu di perpus? Apa cosplay jadi tukang OB sekolah?” Tanya Al. Mengikuti Billa.
Billa berdecak kesal, “Gak usah ngikutin gue bisa gak? Terserah gue dong mau ngapain di sini. Kan ini sekolah gue gak ada yang ngelarang juga termasuk elo.” Kata Nabilla menirukan kalimat Al.
Setelahnya Nabilla meninggalkan Al. Melanjutkan hukumannya.
“Ditanya baik-baik juga.” Ucap Al yang masih senantiasa mengikuti Billa.
“Gak usah sokab deh Lo.” Kata Nabilla tanpa melihat ke arah Al dan tetap memasukkan buku-buku pada rak.