"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belahan Jiwaku Yang Hilang
...Hargai mereka yang kau anggap berharga, karena tidak selamanya mereka ada di sampingmu....
.
.
Keong Kembar Cafe and Resto
Sebuah kafe merangkap restoran dengan desain bangunan menyerupai cangkang keong yang mewah nan megah.
Rafli baru saja tiba. Kedatangannya langsung disambut oleh Evan yang sudah lebih dulu datang bersama sepasang anak kembarnya. Keduanya menyempatkan waktu berbincang dengan beberapa karyawan dan memeriksa beberapa laporan perusahaan.
Setelah itu beranjak menuju sebuah ruangan yang tertelak di lantai teratas bangunan tersebut.
"Kenapa tidak membawa Aika bersamamu?" tanya Evan. Berhubung ini adalah hari minggu, ayah dua anak itu mengajak serta sepasang anak kembarnya. Kini Sky dan Star sedang bermain di kids area yang terdapat di dalam restoran.
"Aika tidak begitu suka bepergian keluar rumah. Dia lebih senang menghabiskan waktunya di rumah bersama Yuna."
Rafli tidak tahu saja keadaan sebenarnya, bahwa putrinya telah ditekan oleh Yuna sedemikian rupa hingga menjadikannya anak yang penakut dan tertutup.
"Tapi akan lebih baik kalau sekali-sekali dia bermain dengan anak seusianya," sanggah Evan.
Pandangan Rafli lantas tertuju pada ruangan di sebelah. Dari dinding kaca transparan itu ia dapat melihat Sky dan Star sedang bermain dengan riang. Hal yang selama ini tidak pernah dilihatnya dari Aika. Sebab putrinya itu lebih banyak menyendiri dan bermain boneka di kamar.
"Aku akan mengajaknya lain kali."
"Oh ya, bagaimana dengan Arumi? Apa dia tidak pernah datang untuk menemui Aika?" tanya Evan setelahnya.
Tiba-tiba air muka Rafli berubah mengeras dalam sepersekian detik. Arumi adalah satu-satunya nama yang ingin ia lupakan di dunia. Tetapi Evan seolah sengaja menyebut nama itu.
"Tidak. Dia menghilang setelah malam itu."
"Kasihan Aika. Dia harus menjadi korban dari keadaan ini."
Rafli mendesahkan napas panjang. "Wanita sepertinya tidak pantas untuk menjadi ibu dari anakku. Dia tidak lebih dari seorang penipu, dan aku berharap tidak pernah bertemu dengan wanita seperti dia lagi."
Ucapan Rafli membuat Evan menaikkan sebelah alisnya. Evan masih ingat dengan jelas malam di mana Arumi diseret dan dipaksa keluar dari rumah keluarga Alvaro. Sebagai sahabat terdekat, ia pun tahu betapa tersiksanya Rafli selama 4 tahun terpisah dari pemilik hatinya itu. Meskipun selama ini luka itu ditutupi Rafli dengan sikap dingin.
"Apa kau sebenci itu padanya?"
Anggukan kepala dipilih Rafli sebagai jawaban.
"Lalu kalau benci kenapa fotonya masih kau simpan di laci meja kerjamu?" seloroh Evan, membuat sepasang mata Rafli melotot. Tanpa dapat dikendalikan, kedua sisi pipinya mendadak merona.
"Kau habis memeriksa barang pribadiku?" tanyanya seolah tak terima.
"Aku tidak memeriksa barang pribadimu. Aku hanya sedang mencari berkas di laci dan menemukan foto Arumi." Evan membuka laci meja kerja dan mengeluarkan sebuah bingkai foto berbahan kayu. "Kalau tidak suka kenapa disimpan, biar aku membantumu membuangnya saja."
"Hey, kembalikan!" Rafli hendak merebut, tetapi Evan malah menyembunyikan di balik punggung. Keduanya pun terlibat aksi saling rebut.
"Aku hanya ingin membantumu menghilangkan kenangan dari wanita penyamar ini. Bukankah kau sangat membencinya?"
"Evan kembalikan fotonya atau aib-aibmu akan kubongkar di depan Hanna!" ancam Rafli.
Bukannya segera mengembalikan, Evan malah berlari menuju sofa dan menelungkupkan tubuhnya di sana. Ia sembunyikan foto Arumi di bawah bantal sofa. Sementara Rafli masih berusaha merebut.
Tak lama berselang, Sky masuk ke ruangan. Ia sempat terheran melihat Daddy dan pamannya saling rebut sesuatu. Namun, satu hal yang menjadi perhatian Sky, yaitu wajah Uncle Rafli yang terlihat memerah.
Sejak lama, Sky punya pemahaman sendiri jika seseorang mengalami tanda kemerahan pada tubuhnya, termasuk wajah.
"Kenapa wajah Uncle Rafli merah, Daddy? Apa Uncle Rafli mengalami alergi seperti mommy dulu?" tanya nya polos.
Evan terkekeh mendengar pertanyaan putranya. "Iya, Nak. Uncle-mu ini memang sedang alergi dan tidak ada dokter yang bisa menyembuhkannya."
"Jangan dengarkan daddymu, Sky!" sambar Rafli sambil menekan punggung Evan. Ia masih berusaha merebut foto Arumi yang disembunyikan Evan di bawah bantal.
Bocah menggemaskan itu masih menatap Daddy dan pamannya secara bergantian. "Jangan khawatir, Uncle. Kalau alergi, nanti aku akan tanya Ibu Elma apa obatnya. Mommy dan daddyku pernah alergi di dada, tapi langsung sembuh setelah diobati."
Kini giliran wajah Evan yang merah. Tanda yang disebutkan Sky tentu saja bukan alergi seperti dugaannya.
"Terima kasih, Nak, tapi tidak usah. Lebih baik bawa Daddymu keluar dari ruangan ini. Karena dia adalah pemicu alergiku."
Sky mengulas senyum lebar. "Baiklah, Uncle. Daddy, ayo kita makan dulu. Aku mau pesan kebab dan jus apel."
"Tentu saja, Nak."
Evan langsung bangkit dari posisinya, sementara Rafli merebut bingkai foto dari tangan Evan.
"Dasar keong laknat!" maki Rafli.
Sementara Evan membenarkan dasi dan kemeja yang sedikit kusut karena rebutan tadi. "Lain kali kalau menemukan foto Arumi akan langsung kubuang tanpa perlu memberitahumu."
Evan terkekeh, sebelum akhirnya keluar membawa putranya dari ruangan itu. Sementara Rafli menjatuhkan tubuhnya di kursi. Untuk beberapa saat ia terpaku menatap wajah cantik di dalam foto.
Gambar tersebut diambilnya beberapa hari sebelum kelahiran Aika. Arumi tampak sangat cantik dalam balutan gaun khusus wanita hamil berwarna nude. Rambut panjangnya tergerai dengan indah.
Ujung jari telunjuk Rafli bergerak pada permukaan gambar wajah Arumi. Rasa sakit itu masih membayangi begitu kuat.
"Bagaimana aku bisa melupakanmu, sementara kenanganmu masih tersimpan di sini."
*
*
*
Rumah Keluarga Alvaro
Setelah meninggalkan kamar Aika, Yuna memilih duduk di ruang televisi demi melepas rasa kesal karena paginya harus disibukkan dengan mengurus Aika. Ia baru saja memberi ancaman agar Aika memakai pakaian sendiri dengan benar, jika tidak maka Yuna akan menghukumnya.
Tak berselang lama, seorang ART datang menghampiri.
"Nyonya, di depan ada seorang wanita yang datang. Katanya dia dikirim dari yayasan."
Yuna menatap sang ART. "Oh itu pasti pengasuh baru Aika. Suruh dia menemuiku di sini."
"Baik, Nyonya."
Sang ART lantas beranjak keluar. Dalam hitungan menit, ia sudah kembali bersama seorang wanita. Pandangan Yuna pun meneliti sosok wanita tersebut dari ujung kaki ke ujung kepala. Seorang wanita dengan penampilan serba tertutup dilengkapi cadar yang menyamarkan wajah.
Yuna sempat menggerutu dalam hati mengapa wanita berpenampilan aneh yang dikirim ke rumahnya.
"Selamat pagi, Nyonya. Saya Alesha, dari Yayasan Kasih Bunda," ucap wanita di balik cadar itu.
Sepasang alis Yuna pun saling bertaut sebab merasa tak asing dengar suara wanita itu. Ia lantas berdiri dan mendekati wanita itu.
"Sebelum kita berbicara lebih jauh, aku agak terganggu dengan kain penutup wajahmu itu. Bisakah kau membukanya supaya aku bisa melihat wajahmu?"
...***...