Kirana, wanita berusia 30 an pernah merasa hidupnya sempurna. Menikah dengan pria yang dicintainya bernama Arga, dan dikaruniai seorang putri cantik bernama Naya.
Ia percaya kebahagiaan itu abadi. Namun, segalanya berubah dalam sekejap ketika Arga meninggal dalam kecelakaan tragis.
Ditinggalkan tanpa pasangan hidup, Kirana harus menghadapi kenyataan pahit, keluarga suaminya yang selama ini dingin dan tidak menyukainya, kini secara terang-terangan mengusirnya dari rumah yang dulu ia sebut "rumah tangga".
Dengan hati hancur dan tanpa dukungan, Kirana memutuskan untuk bangkit demi Naya. Sekuat apa perjuangan Kirana?
Yuk kita simak ceritanya di novel yang berjudul 'Single mom'
Jangan lupa like, subcribe dan vote nya ya... 💟
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 15 - Saat terpuruk
Ep. 15 - Saat terpuruk
🌺SINGLE MOM🌺
Pagi yang biasanya sibuk di dapur Kirana kini terasa sunyi. Tidak ada lagi bunyi panci berdenting, aroma masakan yang sedap, atau tumpukan kotak catering yang menunggu untuk diantar.
Naya yang biasanya riang membantu ibunya, kini hanya duduk diam sambil menggambar di meja kecil di sudut ruangan.
Sementara itu, Kirana duduk termenung di kursi dapur. Tangannya menggenggam secangkir kopi yang sudah dingin yang sama sekali belum ia minum.
Pikirannya melayang jauh, membayangkan bagaimana ia bisa bertahan dengan semua fitnah yang terus menghancurkan usahanya.
**
Ketika sore tiba, Kirana hendak keluar rumah mencari bahan masakan yang masih tersisa. Namun, tatapan sinis dari orang-orang yang ditemuinya di jalan semakin membuatnya merasa kecil.
"Itu dia, yang katanya masakannya basi," bisik seorang ibu pada temannya sambil melirik Kirana.
"Kasihan anaknya, punya ibu seperti dia," sahut yang lain sambil tertawa kecil.
Kirana menunduk, menahan air matanya agar tidak jatuh. Namun, seorang pria yang berdiri di depan warung mendadak bersuara lantang.
"Bu, jangan beli dari dia lagi, nanti sakit perut! A ha ha ha ha ha ha!!," ucapnya sambil tertawa keras.
Mendengar cemoohan itu, Kirana merasa tidak tahan lagi lalu berkata, "Pak, saya nggak pernah kasih makanan basi! Semua itu cuma fitnah!," serunya dengan tegas.
Namun, orang-orang di sekitarnya hanya menggeleng dan melengos pergi. Mengabaikan Kirana seakan memusuhinya.
~ Hmmm... Benarlah, fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan ~
Malam itu, setelah memastikan Naya tidur, Kirana duduk di ruang tamu dengan air mata yang terus mengalir.
Ia melihat daftar pengeluaran yang harus dipenuhi, termasuk biaya sekolah Naya yang sebentar lagi akan memasuki TK.
"Ya Tuhan... Apa yang harus aku lakukan? Kenapa semuanya begitu sulit?," lirihnya sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.
Ia lalu menatap ke arah Naya yang tertidur lelap di kamarnya dan berbisik, "Aku tidak boleh menyerah... Tapi aku harus mulai dari mana lagi?."
**
Keesokan harinya...
Saat sore hari, Kirana dan Naya berjalan perlahan di antara pepohonan rindang, menikmati udara segar.
Naya menggenggam tangan ibunya sambil sesekali melompat kecil dengan wajah ceria seperti biasanya.
Namun, ketenangan itu terganggu ketika seorang perempuan muda dengan wajah pucat dan tubuh kurus menghampiri mereka. Bajunya bersih, tapi lusuh, dan wajahnya terlihat sangat menyedihkan.
"Maaf, Bu... Saya nggak punya maksud mengganggu," ucap perempuan itu dengan suara lirih. "Saya belum makan dua hari. Bisa bantu saya, Bu? Saya... diusir dari rumah mertua saya. Saya nggak tahu harus ke mana lagi."
Teg!!!
Seketika Kirana diam membisu. Kata-kata "diusir oleh mertua" menghentak pikirannya, seakan mengembalikan kenangan pahit saat ia dan Naya diusir secara kejam.
Tenggorokannya tercekat. Matanya berlinang. Apa kabar mereka setelah mengusir dirinya dan Naya?
"Bu...?," Perempuan itu kembali memohon dengan mata yang penuh harap.
Kirana pun menoleh dan tersadar, lalu ia merogoh dompetnya dan menyerahkan beberapa lembar uang kepada perempuan itu. "Ini, ambil. Gunakan untuk makan dulu," ucapnya.
Perempuan itu pun langsung menunduk penuh rasa syukur dengan air matanya yang menetes. "Terima kasih, Bu. Terima kasih banyak. Saya nggak akan lupa kebaikan ini," ucapnya lalu pamit undur diri.
Setelah cukup berjalan-jalan, Kirana dan Naya kini bersiap untuk pulang. Saat sedang menunggu ojek online, suara gaduh terdengar dari warung kecil di ujung jalan.
Saat menoleh, Kirana melihat perempuan yang tadi meminta bantuan sedang ditarik keluar oleh pemilik warung.
"Pergi kamu! Jangan maling di sini!," teriak pemilik warung dengan wajah yang merah padam.
"Saya nggak mencuri, Pak. Saya punya uang... Saya cuma minta makan dulu sambil tunggu kembalian," jelas perempuan itu dengan suara bergetar ketakutan.
Namun, pemilik warung tidak mendengarkan. Ia lantas mendorong perempuan itu hingga hampir terjatuh.
"Naya, ayo Nak," ucap Kirana sambil bergegas menghampiri kerumunan.
Saat perempuan itu hampir tersungkur, Kirana segera menahan tubuhnya. "Kamu baik-baik saja?," tanya Kirana sambil membantu perempuan itu berdiri.
"Bu, saya nggak salah. Saya cuma makan dan nunggu uang kembalian," ucap perempuan itu dengan mata yang berkaca-kaca.
Kirana lalu menatap pemilik warung dna bertanya, "Ada apa ini, Pak? Kenapa dia didorong seperti itu?."
"Dia bilang mau bayar, tapi nggak langsung bayar. Kalau nggak saya desak, dia pasti kabur!," jawab pemilik warung dengan suara yang tinggi.
"Saya yang kasih uang itu ke dia tadi. Dia nggak mungkin mencuri. Bapak lihat sendiri, uangnya ada, kan?," balas Kirana.
Lalu, dengan gemetar perempuan itu mengeluarkan uang dari sakunya. "Ini, Pak. Maaf kalau saya bikin salah. Saya benar-benar kelaparan," ucapnya.
Melihat uang tersebut, pemilik warung pun mendengus, lalu mengambilnya tanpa berkata apa-apa lagi.
Kirana hanya menatap kepergian pemilik warung yang masuk kembali ke warungnya dan merasa tidak habis pikir, bisa-bisanya seseorang di tuduh mencuri padahal mau bayar.
Setelah insiden tersebut, Kirana pun mengajak perempuan itu duduk di sebuah bangku taman.
"Nama kamu siapa?," tanya Kirana, lembut.
"Rini, Bu," jawabnya lirih.
"Rini, kamu tinggal di mana sekarang?."
"Nggak punya tempat tinggal, Bu. Setelah diusir, saya tidur di stasiun atau di emperan toko," jawab Rini seraya menunduk.
Hati Kirana mencelos. Ia lalu melihat Naya yang sibuk bermain di dekat mereka, lalu kembali menatap Rini.
"Rini, kalau kamu mau, ikut aku ke rumah. Kamu bisa tinggal di sana sementara," tawar Kirana.
Rini mengangkat wajahnya lalu menatap Kirana dengan mata melebar. "Bu... Benarkah? Tapi... saya nggak mau merepotkan."
"Kamu nggak akan merepotkan. Aku tahu rasanya diusir dan kehilangan arah. Aku hanya ingin membantu," jawab Kirana.
Rini lalu menunduk lagi sambil terisak. "Terima kasih, Bu. Saya nggak tahu harus bilang apa lagi. Saya sangat berterima kasih."
**
Dalam perjalanan pulang, Rini tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Adapun Naya, meski awalnya agak canggung, kini ia mulai bercakap-cakap dengan Rini dan menceritakan tentang mainannya di rumah.
Setibanya di rumah, Kirana mengatur tempat tidur untuk Rini di kamar tamu. "Mulai besok, kita cari cara supaya kamu bisa bangkit, ya," ucap Kirana sambil tersenyum.
Rini pun mengangguk. "Saya akan lakukan apa pun, Bu. Terima kasih atas semua kebaikan ini."
~ Hmm... Di jaman ini, masih adakah orang sebaik Kirana? Ia sendiri sebenarnya juga malang, tapi masih mau menolong orang... ~
Bersambung...
serahkan semua sama Allah minta petunjukNya. Allah tidak diam. tugasmu hanya berdoa meminta... selebihnya biar Allah yg bekerja 💪💪💪
aku sudah mampir ya kak, ceritanya baguss😍
jangan lupa mampir ya kak kecerita aku..lagi belajar menulis novel 😊🤭
ceritanya menarik 😍