Maksud hati merayakan bridal shower sebagai pelepasan masa lajang bersama teman-temannya menjelang hari pernikahan, Aruni justru terjebak dalam jurang petaka.
Cita-citanya untuk menjalani mahligai impian bersama pria mapan dan dewasa yang telah dipilihkan kedua orang tuanya musnah pasca melewati malam panjang bersama Rajendra, calon adik ipar sekaligus presiden mahasiswa yang tak lebih dari sampah di matanya.
.
.
"Kamu boleh meminta apapun, kecuali perceraian, Aruni." ~ Rajendra Baihaqi
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07 - Sedikit Tentang Rajendra Baihaqi
"Duh Runi, mending ngaku aja kamu apain sebenarnya, Rajendra?"
Aruni berdecak kesal, sejak awal dia memberitahu bahwa Rajendra pingsan di kamar mandi sudah dituduh macam-macam.
Hanya karena dia terus cemberut sejak akad dimulai, Oma Mikhayla menuduhnya melakukan KDRT pada Rajendra yang bahkan Aruni sentuh saja tidak.
Dihadapkan dengan posisi ini, sungguh Aruni menyesal memberitahukan keadaan pria lemah itu pada keluarganya.
Lagipula tadinya dia hanya memanggil Daddy Aga atau siapapun yang kira-kira bisa membopong tubuh Rajendra, tapi yang keluar justru wanita vintage ini hingga Aruni kena getahnya.
"Ya Allah, Oma, udah aku bilang aku nggak ngapa-ngapain ... dia pamit ke kamar mandi dan itu atas maunya sendiri," jelas Aruni untuk kesekian kali, dia menatap kesal Rajendra yang masih terbaring di atas pembaringan.
Sudah seperti sakit parah saja, dan sejak awal di bawa ke rumah sakit dia belum membuka mata, entah malu atau sengaja membuat Aruni terjebak dalam masalah.
"Ah iya?"
"Iya, Oma kenapa kayak nggak percaya begitu?" selidik Aruni mulai terbawa emosi karena memang pembahasan ini tak kunjung selesai sejak tadi.
Oma Mikhayla kembali menatapnya penuh selidik, sama sekali tidak percaya jelas saja. "Iya, Oma memang nggak percaya dan Oma yakin kamu mukul dia sampai akhirnya pingsan begitu 'kan?"
Helaan napas panjang Aruni adalah tanggapan, juga ungkapan bahwa dia lelah setengah mati.
Sesaat, dia menatap Mommy dan Daddy-nya yang juga sama lelahnya. Sedari tadi sudah dibantu menjelaskan, tapi Oma Mikhayla masih bersikeras dengan tuduhannya yang luar biasa menyimpang.
"Terserah Oma deh, dibilangin aku nggak mukul dia."
"Eh, dia-dia ... Rajendra itu suami kamu, harus sopan dong."
Mulai, Aruni menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian dia embuskan perlahan.
Belum sehari, tapi sikap omanya sudah condong kepada Rajendra dan kesannya justru berat sebelah.
Kentara sekali jika pria itu sudah masuk cukup lama dalam keluarganya akan dianggap sepenting apa di mata Oma Mikhayla.
Sekarang saja, sudah tampak jelas kasih sayangnya tercurah pada pria lemah yang sebenarnya memang patuh dikasihani itu.
Memar di wajahnya masih tampak jelas, tidurnya juga begitu lelap. Dia pucat, dan dokter mengatakan bahwa Rajendra kekurangan nutrisi serta hampir dehidrasi.
Kemungkinan, dia dihukum atau bisa jadi tidak selera makan selama di rumahnya. Aruni juga kurang tahu karena hendak memastikan, keluarga Rajendra sudah bubar semua sejak akad selesai dilaksanakan.
"Iya, Oma, maaf ... tapi serius, aku nggak mukul Kak Rajendra kok."
"Nah, gitu kan enak dengernya," ucap Oma Mikhayla yang hanya Aruni tanggapi dengan anggukan pelan.
Setelahnya, dia duduk di sisi Rajendra, tepat di kursi yang memang ditujukan untuk penjaga pasien.
Bukan karena sudah begitu peduli atau terlampau khawatir, tapi Aruni pegal berdiri dan berdebat dengan topik pembicaraan yang tak diganti-ganti.
"Aduh ademnya, Oma jadi pengen muda lagi ... dulu pas Opamu sakit, Oma nggak pernah jauh juga loh, Runi."
Bodo amat!!
Ingin rasanya Aruni berkata seperti itu, tapi lagi dan lagi hanya berani dia pendam di dalam hati karena jika sampai terucap jelas dari bibirnya, besar kemungkinan nanti pulang ke rumah jadi sasaran teflon kematian omanya.
Sementara itu, Mommy Zavia dan Daddy Aga hanya menjadi tim nyimak dan tidak begitu banyak komentar di sana.
Juga sesekali tersenyum melihat putrinya tertekan dengan suara lantang wanita itu.
"Ya sudah, kalau begini ... Oma mau pamit dulu, temen-temen arisan Oma pasti sudah menunggu."
"Iya," jawab Aruni singkat, jelas terkesan ogah-ogahan.
Sedikit pun dia tidak akan melarang jika Omanya yang pergi, malah akan menjadi petaka andai wanita itu terus di sini.
"Eh bentar, Oma mau pastikan dulu ... tadi cucu menantu Oma rada panas soalnya." Sudah satu langkah dia keluar dari ruangan rawat Rajendra, wanita itu kembali masuk hanya demi memastikan suhu tubuhnya.
Memastikan suhu tubuh katanya, tapi yang disentuh bukan cuma kening, tapi leher dan juga tangan hingga membuat Aruni mencebikkan bibir.
"Dasar modus, ni nenek-nenek ampun deh," gumamnya tak habis pikir, mata Aruni menatap tajam ke arah Oma yang tak kunjung selesai melakukan pemeriksaan.
Maklum, mungkin dokter yang sudah berumur itu punya cara berbeda dalam memastikan suhu tubuh pasien, begitu pikir Aruni.
"Ah syukurlah, sudah mendingan ternyata ... Oma jadi tenang nanti pas ngocok arisan."
Renaga terbatuk, disusul Zavia yang kemudian berhasil menarik atensi wanita itu.
"Kalian berdua kenapa?" tanya Oma Mikhayla dengan raut wajah tak terima karena sadar batuk putri dan menantunya bukanlah batuk biasa, tapi mengandung ejekan di dalamnya.
"E-enggak kok, Ma."
"Ye enggak-enggak, jangan kurang ajar ya ... dosa tahu ngetawain orang tua!!"
.
.
Seolah tak puas dengan marah Aruni, Renaga dan Zavia juga ikut kena getahnya.
Seisi ruangan ini seolah salah, hanya pada Rajendra dia bersikap lembut seolah takut terluka.
Setelah itu, barulah Oma Mikhayla berlalu pergi meninggalkan ruangan yang kini suasananya mendadak berganti.
"Huft leganya, kenapa nggak dari tadi sih?"
"Eh, Aruni." Mommy Zavia memberikan kode lewat bibirnya, mata tajam wanita itu melirik ke pintu dan di sana masih tampak jelas Oma Mikhayla mengintip hingga membuat Aruni kikuk kembali.
"Hayoloh, ngatain Oma kualat tahu."
Tak berani menjawab, Aruni ketakutan karena kehadiran Omanya benar-benar seperti hantu.
Bahkan, sepuluh menit setelah kejadian itu barulah Aruni kembali berani bicara. "Aduh, Mom ... Omaku kenapa begitu sih wujudnya?"
"Ya sudahlah, Aruni, maklumin saja namanya juga sudah jadi Oma."
"Omanya Mommy nggak begitu, kenapa Oma yang itu aneh banget sih?"
"Ya mana Mommy tahu, Sayang," jelas Zavia juga bingung hendak menjawab pertanyaan Aruni bagaimana.
"Nyebelin banget, bisa-bisanya Opa yang pendiam itu dapat petasan begitu."
"Jodoh, Sayang ... kamu juga begitu sama dia," ungkap Zavia melirik ke arah Rajendra sekilas.
Senyumnya terbit tatkala mendekati menantunya.
"Aih, kenapa disamain? Aku nggak terima ya kalau makhluk astral ini disama-samain kayak Opa," cerocos Aruni terang-terangan menyebut Rajendra sebagai makhluk astral, dan itu adalah bukti nyata bahwa dirinya tak beda jauh dari Omanya.
"Mungkin sekarang kamu bilang gitu, tapi nanti kamu pasti mengerti maksud Mommy."
"Apapun itu, janganlah Mommy samain sama Opa."
"Tapi Opamu sendiri sempat bilang, kalau lihat Rajendra seperti melihat dia muda."
"Itu perasaan Opa aja, nih ya aku kasih tahu sedikit tentang Rajendra Baihaqi ... dia ini playboy, Mom, pacarnya banyak, kuliah nggak lulus-lulus, demo terus, di kampus cuma nongkrong, dan aduh pokoknya kacau deh!!" cerocos Aruni panjang lebar, sudah seperti yang paling mengenal Rajendra hingga membuat Zavia mengerjap pelan.
"Bentar, kamu kok hapal banget seluk beluknya ... tahu dari mana? Jangan bilang pernah pacaran? Hem?"
"Eh?"
.
.
- To Be Continued -