Pengingat bahwa Aku tidak akan pernah kembali padamu. "Nico kamu bajing*n yang hanya menjadi benalu dalam hidupku. aku menyesal mengenal dan mencintai mu."
Aku tidak akan bersedih dengan apa yang mereka lakukan padaku. "Sindy, aku bukan orang yang bisa kamu ganggu."
Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku kembali
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syari_Andrian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keberanian
Di vila, malam semakin larut, namun Rey tetap berjaga di depan kamar Nisa. Meski suasana di sekitar vila tenang, firasat buruk tidak hilang dari pikirannya. Rey terus memeriksa setiap sudut vila melalui layar CCTV yang baru dipasang. Di sudut lain vila, Pak Roni dan Bimo merencanakan langkah selanjutnya untuk melindungi Nisa dan mengantisipasi langkah Sindy dan Nico.
**Pagi di Vila**
Keesokan paginya, Nisa terbangun dengan suasana hati yang sedikit lebih tenang, namun tetap merasa waspada. Setelah sarapan bersama ayahnya dan Rey, mereka berkumpul di ruang tamu untuk membahas strategi berikutnya.
"Nisa, kita tidak bisa terus-terusan bersembunyi. Kita perlu tahu apa rencana Sindy dan Nico, dan kita harus berada satu langkah di depan mereka," kata Rey serius.
Pak Roni mengangguk. "Bimo sudah mulai mengawasi mereka. Kami akan tahu setiap gerakan mereka."
Namun, sebelum mereka sempat melanjutkan pembicaraan, salah satu penjaga vila datang tergesa-gesa. "Pak, kami menemukan seseorang mencoba menyusup ke area vila tadi malam. Untungnya, dia tidak berhasil masuk karena penjagaan yang ketat."
Wajah Rey langsung menegang. "Apa kalian tahu siapa dia?" tanyanya.
"Belum, Pak. Tapi kami menemukan ini," ujar penjaga itu sambil menunjukkan sebuah ponsel yang jatuh saat penyusup melarikan diri.
Rey mengambil ponsel itu dan melihat layar yang retak. "Kita bisa melacak ini. Mungkin ini milik salah satu dari mereka."
Bimo segera menghubungi teknisi untuk memeriksa ponsel tersebut. "Akan kita pastikan siapa yang mencoba masuk," ujarnya yakin.
**Di Kota, Sindy dan Nico**
Sementara itu, di sebuah apartemen mewah di pusat kota, Sindy dan Nico sedang menyusun rencana jahat mereka. Mereka merasa bahwa Nisa sudah terlalu jauh terlindungi, dan mereka harus menggunakan cara yang lebih licik untuk mencapainya.
"Kita harus membuat dia keluar dari persembunyiannya," kata Sindy dengan mata penuh kebencian. "Kita sebarkan berita bahwa dia berhutang sesuatu kepada kita. Buat dia terlihat buruk di depan umum."
Nico menyeringai. "Aku bisa memalsukan beberapa dokumen, membuatnya terlihat seperti dia meminjam uang dari kita dan tidak mampu membayar kembali. Itu akan cukup untuk membuat orang-orang ragu padanya."
Sindy tersenyum puas. "Bagus. Dan saat dia keluar untuk membersihkan namanya, kita akan menyergapnya."
Namun, apa yang mereka tidak tahu adalah bahwa ponsel yang mereka tinggalkan di vila Pak Roni sedang diperiksa oleh Rey dan timnya. Jejak digital mulai terungkap, dan Rey sudah mempersiapkan serangan balik.
**Kembali ke Vila**
Rey, yang kini memiliki data dari ponsel itu, segera menyusun rencana bersama Pak Roni. "Kita harus beraksi cepat. Mereka mencoba membuat Nisa terlihat buruk di depan umum. Kita akan membalikkan rencana mereka."
Nisa yang mendengar semua itu merasa marah. "Aku tidak akan diam saja. Aku ingin membantu kalian menangkap mereka. Aku lelah menjadi korban."
Rey menatap Nisa dengan kagum atas keberaniannya. "Kita akan lakukan ini bersama-sama. Tapi kita harus hati-hati. Mereka licik, dan kita tidak bisa meremehkan mereka."
Pak Roni setuju. "Kita akan melindungi kamu, Nisa. Tapi kita juga akan memastikan mereka tidak bisa menyentuhmu lagi."
---
Hari mulai senja di vila keluarga Pak Roni. Suasana yang awalnya tenang kini berubah menjadi penuh kewaspadaan. Setiap langkah kaki terasa berat, dan setiap bayangan yang melintas seolah membawa ancaman. Rey dan Nisa tetap waspada, sadar bahwa musuh mereka, Sindy dan Nico, tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
**Panggilan Misterius**
Saat mereka berkumpul di ruang tamu untuk mendiskusikan langkah selanjutnya, telepon rumah berdering keras, memecah kesunyian. Pak Roni segera mengangkatnya. "Halo?"
Suara di seberang terdengar rendah dan mengancam. "Pak Roni, kami tahu Anda bersembunyi. Jangan berpikir bisa lolos begitu saja. Nisa akan menjadi milik kami, cepat atau lambat."
Pak Roni menggenggam gagang telepon dengan erat, napasnya memburu. "Siapa ini?"
Namun, panggilan itu langsung terputus, meninggalkan suasana yang lebih mencekam. Nisa, yang berdiri di dekat ayahnya, merasakan jantungnya berdegup kencang. "Mereka tahu kita di sini," bisiknya pelan.
Rey segera mengambil alih. "Kita harus memperketat keamanan. Mereka mencoba menggoyahkan kita dengan ancaman. Tapi kita tidak boleh lengah."
**Tanda Bahaya**
Malam itu, penjagaan di vila diperketat. Para penjaga patroli lebih sering, dan Rey memastikan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Namun, ada sesuatu yang aneh. Salah satu kamera CCTV di sudut vila tiba-tiba mati.
Bimo yang memantau dari ruang keamanan langsung menghubungi Rey. "Pak Rey, ada masalah. Kamera di sisi barat vila mati mendadak. Ini bukan kebetulan."
Rey merasakan ada sesuatu yang tidak beres. "Kirim beberapa orang ke sana. Periksa apa yang terjadi."
Tidak butuh waktu lama, para penjaga yang dikirim kembali dengan laporan. "Pak, ada jejak kaki di dekat kamera yang mati. Sepertinya seseorang mencoba menyabotase sistem keamanan kita."
Nisa semakin cemas mendengar laporan itu. "Mereka sudah dekat. Apa yang harus kita lakukan, Rey?"
Rey tetap tenang, meski pikirannya sibuk memutar rencana. "Kita harus tetap di dalam. Jangan ada yang keluar. Kita tunggu sampai mereka membuat langkah berikutnya, dan kita akan siap."
**Malam yang Panjang**
Malam semakin larut, namun tidak ada yang bisa tidur. Di luar, angin bertiup kencang, seolah membawa bisikan-bisikan mengancam. Nisa duduk di ruang tamu bersama Rey dan Pak Roni, mencoba menenangkan dirinya.
"Rey, aku tidak bisa terus seperti ini. Aku merasa mereka semakin dekat. Aku takut," ucap Nisa dengan suara gemetar.
Rey meraih tangan Nisa, menatapnya dengan penuh keyakinan. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu. Kita akan melewati ini bersama."
Namun, saat itu, terdengar suara kaca pecah dari arah dapur. Semua orang segera berdiri, bersiap menghadapi apapun yang datang.
---