Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpisahan
Zehya duduk di depan kolam renang bersama Maher dan juga Zain. Beberapa pengawal kini berjaga di sekitar mereka dengan ketat. Setelah kejadian penculikan Zehya tempo hari. Bagas dan Reyhan menjadi sangat over untuk keamanan keluarganya
Jika Zehya dan Maher duduk sembari berbagi makanan dan berceloteh riang, Zain hanya duduk memperhatikan semua tingkah Zehya. Baginya tidak ada yang menarik dari pada gadis kecil itu.
Di tengah kesenangannya menyimpan setiap ekspresi Zehya, orang kepercayaan sang kakek menghampiri, membisikkan kata yang langsung merubah moodnya.
" Tuan muda. Sudah saatnya kita kembali. Tuan Aga sudah menunggu anda."
Selain Zain, ternyata kedua bocah di depannya juga mendapatkan panggilan dari orangtua mereka.
" Grandpa sudah mau pulang. Ya," Zehya mengangguk kecil dan beranjak dari duduknya. " Ayo kita ke sana, Maher. Kita antar Grandpa dan Kak Zain." Ajak Zehya pada Maher.
" Kak Zain, Ayo. Grandpa sudah menunggu di depan." Zehya juga menarik tangan Zain. Kedua bocah lelaki berbeda usia itu mengikuti Zehya karena tangan mereka di tarik oleh gadis itu.
" Grandpa!" Teriak Zehya sembari berlari ke arah Aga yang kini sudah berdiri di samping mobil. Aga menoleh dan menangkap Zehya. menggendong gadis itu dan pamit untuk pulang.
" Grandpa harus pulang. Senang sekali bisa bertemu dengan Zehya. Sampai jumpa lain waktu, ya." Zehya mengangguk antusias.
" Makasih, ya Grandpa. Zehya sayang Grandpa"
" Grandpa juga sayang Zehya." Kecupan sayang Aga hadiahkan pada cucu sahabatnya itu. Setelah puas berpamitan dengan Zehya, Aga beralih ke Bagas dan Reyhan. Mereka kembali berbincang sebelum akhirnya pulang.
Zain menarik tangan Zehya dan membawanya memutari mobil. Zehya menatap penasaran pada Zain.
" Ada apa?"
Zain mendekatkan wajahnya dan mencuri satu kecupan di pipi Zehya. Zehya mendorong dada Zain. Membuat bocah lelaki itu mundur satu langkah.
" Aneh!" Zehya kesal.
...****************...
Reyhan tengah duduk di kantornya saat Zehya menemuinya. Gadis kecil itu masih mengenakan seragam sekolahnya dengan seorang pengawal wanita yang setia mengikutinya kemanapun gadis itu pergi.
" Papa!" Panggil gadis itu di bareng dengan suara pintu terbuka dengan paksa. Reyhan menunduk, menatap tubuh pendek Zehya dengan penasaran.
" Tumben?" Reyhan menutup map yang sedang dia pegang dan beranjak menghampiri Zehya yang sudah duduk di sofa yang ada di ruangannya dengan susah payah. " Ada apa?" Tanya Reyhan begitu mereka sudah duduk bersisihan. Zehya menyandarkan punggungnya.
" Haus, Papa." Adunya seraya menatap Reyhan dengan mata poppy eyes nya. Reyhan melambaikan tangan pada pengawal Zehya, meminta wanita dengan rambut ekor kuda itu pergi mengambil minum.
" Cepat katakan," Ujar Reyhan yang paham bahwa Zehya hanya ingin berbicara dengannya. Zehya tersenyum, mendekatkan pada Reyhan dan berisik di telinga lelaki itu.
" Papa. Lukisan baruku siap di lelang."
" Seperti biasa. Orang suruhan Papa akan mengambil lukisanmu nanti malam." Zehya mengangguk puas.
" Papa, Boleh tidak Zehya ikut melihat lelang lukisannya?"
" Tidak."
" Kenapa?" Reyhan menghadapkan tubuhnya ke arah Zehya.
" Kamu belum cukup umur untuk hadir disana." Ucap Reyhan. " Tempat manapun masih berbahaya untukmu sebelum kami menemukan anak dari penghianat itu, Zehya," Lanjut Reyhan dalam hati. Zehya mencebikkan dirinya.
" Tok!tok!"
" Masuk!"
Jonathan masuk bersama dengan pengawal Zehya yang membawa sebuah nampan berisi secangkir kopi dan segelas jus Alpukat lengkap dengan potongan buah kesukaan Zehya.
" Letakkan di situ, dan pergilah. Aku ingin menikmati waktu dengan putriku." Jo yang hendak menyampaikan bahwa sore ini Reyhan mempunyai janji temu dengan klien pun mengurungkan niatnya. Dia sudah tau bahwa setelah ini dia harus mengatur ulang jadwal Reyhan dan menghubungi pihak terkait.
Setelah Jo dan pengawal Zehya menghilang di balik pintu yang tertutup, Zehya lekas meraih gelas berisi jus Alpukat dan menyedotnya dengan asik.
" Berapa banyak lukisan yang sudah siap?" Zehya mengangkat tangannya dan membuka kelima jari nya. Reyhan melirik jari Zehya dan kembali fokus pada ponselnya.
" Papa dengar Zehya akan ikut ayah ke Ausie, Benar?"
" Ya. Dan Zehya mungkin tidak bisa melukis dalam waktu dekat. Kecuali jika Papa bisa memasukkan karyaku di pelelangan yang ada di Ausie." Zehya, bocah berusia lima tahun yang sudah sangat cinta dengan uang itu berbicara layaknya orang dewasa. Membuat Reyhan terkekeh.
" Akan Papa usahakan. Papa akan menghubungimu jika semua urusan sudah selesai," Reyhan menyimpan kembali ponselnya dan meraih cangkir berisi kopi miliknya. " Papa akan belikan ponsel untukmu," Reyhan meletakkan kembali cangkir ke atas meja. " Ini rahasia kita, okey?"
"Okey, Papa."
...****************...
Bagas harus tinggal di Australia untuk beberapa tahun kedepan. Sehingga lelaki bermata teduh itu memutuskan untuk membawa anak dan istrinya untuk ikut tinggal disana. Setelah persiapan selama satu bulan, mengurus semua berkas dan kebutuhan yang harus dia bawa, hari ini dia dan keluarganya berangkat ke Autralia bersama dengan Reyhan dan Maher. Kedua anak beranak itu ingin ikut membersamai Bagas dan keluarganya. Sekaligus untuk pergi berlibur karena ini sudah masuk hari libur untuk Zehya dan Maher.
Dan jika Maher mau, Reyhan berencana untuk meninggalkan nya bersama keluarga Bagas. Dia berencana untuk segera menjadikan mamanya Maher istrinya. Rencana ini sudah dia bicarakan bersama Bagas juga Syeina, dan mereka berdua merasa senang-senang saja jika Maher mau tinggal bersama mereka . Zehya pasti senang jika Maher yang merupakan saudara sepersusuannya ikut dengannya.
" Aku pasti akan merindukan kalian," Ujar Rani sebelum mereka berpisah karena jadwal penerbangan mereka sudah hampir tiba. Syeina memeluk Reni dengan hangat.
" Datanglah kapanpun kamu mau."
" Haha... Aku harus mengumpulkan banyak uang dulu kalau begitu," Rani bergurau.
" Tenang saja Ibu. Kan ada Papa Rey. Papa bisa mengantarkan Ibu kemanapun Ibu mau," Zehya menimpali dengan semangat. Dia sudah mendapat mandat dari sang Papa untuk membantunya mendapatkan Ibunya, mantan istri Ayahnya.
" Zehya benar. Katakan saja kalu kamu mau pergi." Maher ikut menganghukan kepala. Bocah lelaki itu juga mempunyai misi yang sama dengan Zehya.
" Hah... Tinggal nikah aja sih kalian berdua ini... " Bagas bergumam pelan, namun masih bisa di dengar oleh Syeina. Istrinya itu mencubit perutnya gemas.
" Sudah... sudah. Ayo kita pergi. Bye, Rani. Aku akan langsung menelponmu begitu sampai disana."
" Iya. Semoga perjalanan kalian lancar," Rani mencium kedua pipi Zehya dan Maher, melambaikan tangannya pada kedua anaknya. Ketika rombongan orang terkasihnya itu mulai menjauh, bye sayang!"
Reyhan berlari kecil kembali kearah Rani. Mengecup bibir wanita itu singkat, lalu mengedipkan mata begitu mendapati wajah syok Rani, dan kembali bergabung bersama sahabat dan anak-anaknya. Meninggalkan Reni yang saat ini tengah merasakan dadanya bergemuh, juga wajahnya yang memerah.