NovelToon NovelToon
Jejak Naga Langit

Jejak Naga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:604
Nilai: 5
Nama Author: HaiiStory

"Ada rahasia yang lebih dalam dari kegelapan malam, dan ada kisah yang lebih tua dari waktu itu sendiri."

Jejak Naga Langit adalah kisah tentang pencarian identitas yang dijalin dengan benang-benang mistisisme Tiongkok kuno, di mana batas antara mimpi dan kenyataan menjadi sehalus embun pagi. Sebuah cerita yang mengundang pembaca untuk menyesap setiap detail dengan perlahan, seperti secangkir teh yang kompleks - pahit di awal, manis di akhir, dengan lapisan-lapisan rasa di antaranya yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang cukup sabar untuk menikmatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaiiStory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pagoda di Tengah Kabut

Mei melanjutkan pencarian cermin selanjutnya. Akhirnya mei tiba di depan Pagoda Lima Elemen, gulungan tua Wei An terasa berat di tangannya. Kabut tebal menyelimuti dasar pagoda, bergerak dengan cara yang tidak natural—seperti air yang mengalir ke atas, menari mengikuti irama lonceng yang masih bergema dari puncak pagoda yang tidak terlihat.

Cermin Pertama di balik pakaiannya bergetar pelan, seolah merespons kehadiran sesuatu yang kuno. Tanda di pergelangan tangannya juga berdenyut lebih kuat, membentuk pola yang mirip dengan ukiran di pintu pagoda—lima lingkaran yang saling terhubung, masing-masing berisi simbol yang berbeda: air, api, tanah, logam, dan kayu.

"Lima elemen," Mei berbisik, mengingat pelajaran dari gulungan-gulungan tua yang sering dibacanya. "Lima cermin."

Dengan hati-hati, dia membuka gulungan yang diberikan Wei An. Kertas kuningnya tampak rapuh, tapi ada kekuatan aneh yang menahannya tetap utuh. Di dalamnya, sketsa detail pagoda terpampang dengan tinta yang tampak berkilau keperakan—tinta yang sama seperti yang digunakan untuk menulis nama-nama kuno di bawah gambar.

"Pagoda Lima Cermin," Mei membaca tulisan di bagian atas gulungan. "Dibangun pada tahun pertama Dinasti Ming Selatan oleh Lima Penjaga untuk..."

Kalimat selanjutnya terhapus oleh waktu, hanya menyisakan bekas tinta yang samar. Tapi di bawahnya, ada catatan yang tampak lebih baru, ditulis dengan tangan yang Mei kenali sebagai tulisan Wei An:

Cermin membuka Cermin, Air mengalir ke dalam api, Naga tidur dalam lukisan, Sampai waktu membalikkan diri.

Sebuah teka-teki? Atau peringatan?

Mei melangkah ke pintu pagoda, tangannya terangkat untuk menyentuh ukiran lima lingkaran. Saat jarinya menyentuh simbol air, dia merasakan getaran aneh—seperti riak air yang merambat melalui batu.

Tiba-tiba, suara familiar terdengar dari dalam kabut.

"Hati-hati, Nona Muda. Ada pintu yang lebih baik tetap tertutup."

Mei berbalik. Master Song berdiri beberapa langkah di belakangnya, vas dengan motif naga masih di tangannya. Tapi ada sesuatu yang berbeda dari cara dia berdiri, dari cara matanya menatap—lebih tajam, lebih tua.

"Anda mengikutiku," Mei berkata.

"Seperti air mengikuti gravitasi," Master Song mengangguk. "Atau seperti takdir mengikuti alurnya sendiri, tidak peduli berapa kali Wei An mencoba mengubahnya."

"Anda tahu apa yang terjadi lima ratus tahun yang lalu."

"Aku tahu banyak versi dari apa yang terjadi," Master Song tersenyum misterius. "Tapi yang lebih penting adalah apa yang akan terjadi sekarang." Dia mengangkat vas di tangannya. "Cermin Kedua menunggu, tapi tidak di sini. Tidak dalam pagoda ini."

"Lalu di mana?"

"Di tempat di mana air dan api bertemu tanpa saling menghancurkan." Master Song meletakkan vas di tanah. "Tapi sebelum kau mencarinya, ada yang harus kau lihat dalam Cermin Pertama. Sesuatu yang bahkan Wei An tidak tahu—atau mungkin, sesuatu yang dia coba sembunyikan."

Mei mengeluarkan Cermin Pertama. Dalam kabut tebal, permukaan cermin tampak hidup, beriak seperti kolam yang terganggu. Master Song mengambil sesuatu dari sakunya—sebungkus kecil teh hitam yang tampak familiar.

"Teh Madam Lian," Mei mengenalinya dari aroma.

"Ya dan tidak," Master Song membuka bungkusan itu. "Ini adalah versi pertama dari teh hitamnya—teh yang dia seduh lima ratus tahun lalu, pada malam ketika Cermin-cermin pertama kali dibuat."

Dia menaburkan daun teh ke permukaan Cermin. Alih-alih jatuh, daun-daun teh itu melayang di atas permukaan cermin, perlahan berputar membentuk pola yang sama dengan ukiran di pintu pagoda.

"Lihat," Master Song berbisik.

Dalam Cermin, kabut mulai membentuk gambar: sebuah ruangan bundar dengan lima pilar, lima orang berdiri dalam formasi melingkar, masing-masing memegang cermin. Mei mengenali Wei An yang lebih muda, dan Madam Lian. Tapi ada sosok ketiga yang membuat jantungnya berhenti sejenak—seorang wanita muda yang tampak seperti refleksi dirinya sendiri.

"Itu..."

"Ya," Master Song mengangguk. "Dan tidak. Seperti yang kubilang, ada banyak versi dari apa yang terjadi malam itu. Dalam beberapa versi, dia adalah pendahulumu. Dalam versi lain... dia adalah kau."

"Tapi itu tidak mungkin. Itu lima ratus tahun yang lalu."

"Mungkin dan tidak mungkin adalah konsep yang rapuh ketika berhadapan dengan Cermin-cermin ini," Master Song mengambil kembali vasnya. "Seperti Wei An yang terjebak dalam waktu yang retak, seperti Madam Lian yang tidak pernah menua, dan seperti aku..." dia tersenyum, dan untuk sesaat Mei melihat sisik-sisik halus di kulitnya, "...yang telah menjadi lebih dari sekadar pembuat keramik."

Mendadak, lonceng pagoda berhenti berbunyi. Keheningan yang mengikutinya terasa lebih berat dari suara apa pun. Kabut mulai bergerak lebih cepat, membentuk pusaran yang perlahan naik ke puncak pagoda.

"Waktunya telah tiba," Master Song berkata, nada suaranya berubah serius. "Kau harus membuat pilihan, Mei Zhang. Lima ratus tahun yang lalu, pilihan ini telah dibuat berkali-kali, dalam banyak versi yang berbeda. Tapi mungkin... mungkin kali ini akan berbeda."

"Pilihan apa?"

"Antara mengikuti jalan yang telah digariskan Wei An, atau..." Master Song menatap vas di tangannya, "...atau membuka pintu yang bahkan para Penjaga takut untuk membukanya."

Sebelum Mei bisa bertanya lebih jauh, suara retakan terdengar dari dalam pagoda. Pintu dengan lima lingkaran mulai bersinar, masing-masing simbol menyala dengan warna berbeda: biru untuk air, merah untuk api, coklat untuk tanah, putih untuk logam, dan hijau untuk kayu.

"Mereka bangun," Master Song berbisik. "Para Naga Lima Elemen. Wei An mencoba mencegah ini terjadi selama lima ratus tahun, sementara Madam Lian... dia telah menunggu moment ini sejak malam pertama."

"Apa yang harus kulakukan?"

"Itu bukan pertanyaan yang bisa kujawab," Master Song mulai melangkah mundur ke dalam kabut. "Tapi mungkin... mungkin kau bisa menemukan jawabannya dalam teh."

"Teh?"

"Ya, dalam teh yang telah kau seduh sepanjang hidupmu. Dalam kenangan-kenangan yang tersimpan dalam setiap cangkir, dalam rahasia-rahasia yang berbisik melalui aroma." Sosoknya mulai memudar dalam kabut. "Karena pada akhirnya, Mei Zhang, kau bukan hanya penyeduh teh biasa. Kau adalah Penjaga terakhir... atau mungkin, Penjaga pertama."

Dengan itu, Master Song menghilang sepenuhnya, meninggalkan Mei sendiri di depan pintu pagoda yang bersinar. Cermin Pertama di tangannya bergetar lebih kuat, dan tanda di pergelangan tangannya bersinar semakin terang, merespons panggilan dari sesuatu di dalam pagoda—sesuatu yang telah menunggu selama lima ratus tahun.

Di kejauhan, dari arah kedai tehnya, Mei mencium aroma familiar—teh hitam Madam Lian, tapi kali ini tercampur dengan aroma yang lebih tua, lebih berbahaya. Dan di atas segalanya, lonceng pagoda kembali berbunyi, nadanya kini membentuk melodi yang terdengar seperti nyanyian dalam bahasa yang telah lama dilupakan dunia.

1
muhammad haryadi
Makasih kak
Pisces gemini
semangat kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!