Pernikahan Arya dan Ranti adalah sebuah ikatan yang dingin tanpa cinta. Sejak awal, Arya terpaksa menikahi Ranti karena keadaan, tetapi hatinya tak pernah bisa mencintai Ranti yang keras kepala dan arogan. Dia selalu ingin mengendalikan Arya, menuntut perhatian, dan tak segan-segan bersikap kasar jika keinginannya tak dipenuhi.
Segalanya berubah ketika Arya bertemu Alice, Gadis belasan tahun yang polos penuh kelembutan. Alice membawa kehangatan yang selama ini tidak pernah Arya rasakan dalam pernikahannya dengan Ranti. Tanpa ragu, Arya menikahi Alice sebagai istri kedua.
Ranti marah besar. Harga dirinya hancur karena Arya lebih memilih gadis muda daripada dirinya. Dengan segala cara, Ranti berusaha menghancurkan hubungan Arya dan Alice. Dia terus menebar fitnah, mempermalukan Alice di depan banyak orang, bahkan berusaha membuat Arya membenci Alice. Akankah Arya dan Alice bisa hidup bahagia? Atau justru Ranti berhasil menghancurkan hubungan Arya dan Alice?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erna BM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2. Rencana Ranti
Suara Ranti begitu lantang menggema di seluruh ruangan.
"Dasar pelakooor! Beraninya kau merusak rumah tanggaku! Aarrrrrgh....!"
Alice meringkuk di sudut kamar dengan tubuh gemetar. Matanya basah oleh air mata, tetapi ia tidak berani menatap sosok yang berdiri di depannya dengan penuh amarah. Ranti, istri pertama Arya, menatapnya dengan penuh kebencian. Tatapan tajamnya seakan bisa menembus kulit Alice dan membakar jiwanya.
"Kau pikir bisa merebut Arya dariku begitu saja?" suara Ranti penuh amarah. Ia melangkah mendekat dengan langkah yang berat, membuat Alice semakin mengecil di sudut ruangan.
Alice menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis. Ia tahu, melawan atau membantah hanya akan memperburuk keadaan. Sudah berkali-kali Ranti menyiksanya, baik dengan kata-kata maupun fisik. Alice hanya bisa pasrah.
Tanpa peringatan, Ranti meraih tangan Alice dan mencengkeramnya erat. "Jawab aku! Kau pikir bisa hidup tenang setelah merebut suamiku, dengan kehamilanmu?"
Alice menggeleng dengan lemah, tetapi Ranti tidak peduli. Tamparan keras mendarat di pipi Alice, membuatnya terhuyung ke samping. Nyeri menjalar di wajahnya, tetapi lebih dari itu, rasa takut semakin mencekiknya. Ia menangis terisak dan tertahan.
"Dasar perempuan murahan! Kau hanya anak kecil yang tidak tahu diri!" Ranti meluapkan amarahnya. Ia menarik rambut Alice dengan kasar, membuat Alice berteriak pelan.
"Sudah Mbak... Sudah... sakit Mbak... Huhuhu...!"
Alice mencoba melepaskan diri, tetapi tenaganya jauh lebih lemah dibandingkan Ranti. Ia hanya bisa menahan sakit dan berharap Ranti segera puas dengan penyiksaannya. Namun, harapan itu pupus ketika Ranti mendorongnya hingga jatuh kembali ke lantai. Sikap arogan Ranti semakin menjadi.
"Lihat dirimu sekarang! Apa kau masih berpikir bisa menjadi istri Arya? Aku tidak akan berhenti membuatmu hancur. Atau mau aku hancurkan wajahmu saja yah? Supaya Arya tidak suka lagi sama kamu?" Ranti tertawa sinis penuh ejekan.
Alice menahan isak tangisnya, tetapi tubuhnya bergetar ketakutan. Ranti melangkah lebih dekat dan mengangkat tangannya, siap untuk melayangkan pukulan lagi. Kali ini, ia mengincar perut Alice. "Ini kan bayi Arya? Bayi ini harus mati!"
Namun, sebelum tangannya mengenai perut Alice, sebuah tangan kuat menahan pergelangannya di udara.
Ranti terkejut dan menoleh dengan tajam. Tatapannya bertemu dengan seorang pria tampan yang berdiri di dekatnya. Pria itu memegang tangannya dengan erat, mencegahnya melanjutkan tindakannya.
"Siapa kamu?" Ranti bertanya dengan suara penuh kecurigaan.
Pria itu menatapnya dengan tajam. "Namaku Galang, tetangga Alice. Aku mendengar suara ribut-ribut dari rumah ini, dan memutuskan untuk melihat apa yang terjadi."
Ranti mendengus. Ia menilai pria ini masih muda dan tampan. Dalam benaknya yang penuh dengan siasat licik, ia langsung memikirkan cara untuk memanipulasinya. Jika ia bisa memanfaatkan pemuda ini, maka ia bisa membuat Alice semakin menderita.
Dengan cepat, Ranti menarik tangannya dan memasang senyum palsu. "Oh, jadi kau tetangga Alice? Seharusnya kau tahu, dia bukan wanita baik-baik. Dia merebut suamiku."
Pria itu tetap diam, tidak menunjukkan reaksi apapun.
Ranti melanjutkan dengan suara lebih lembut, berpura-pura menjadi korban. "Aku hanya ingin memberinya pelajaran agar dia tidak terus-terusan menghancurkan rumah tangga orang lain. Kau pasti bisa mengerti, kan?"
Namun, pria itu tidak tertipu oleh sandiwara Ranti. Matanya tetap tajam menatap wanita itu, lalu ia berkata, "Kekerasan bukan cara menyelesaikan masalah. Aku tidak akan diam saja jika kau terus menyakiti Alice."
Alice yang masih terduduk di lantai menatap pria itu dengan penuh harapan. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang berani menentang Ranti demi dirinya.
Ranti menyipitkan matanya. Ia tahu, pria ini bukan orang yang mudah dipermainkan. Namun, ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan mencari cara lain untuk membalas Alice. Jika kekerasan fisik tidak bisa dilakukan, maka ia akan menggunakan cara yang lebih licik: fitnah.
Ranti tersenyum tipis, lalu berbalik. "Baiklah, aku tidak akan menyentuhnya lagi," katanya sambil melangkah menuju pintu. "Tapi aku akan memastikan dia mendapatkan balasan yang pantas."
Setelah mengatakan itu, Ranti pergi, meninggalkan Alice yang masih ketakutan dan pria itu yang tetap waspada.
Alice menatap pria tersebut dengan mata penuh rasa terima kasih. "Terima kasih..." suaranya bergetar.
Pria itu tersenyum kecil. "Kau tidak sendirian. Jika wanita itu mencoba sesuatu lagi, aku akan ada di sini untuk membantumu."
Namun, baik Alice maupun pria itu tidak menyadari bahwa Ranti sudah menyusun rencana jahat lain. Ia tidak akan membiarkan Alice hidup dengan tenang, dan kali ini, ia akan memastikan Alice hancur dengan cara yang lebih kejam.
Ranti berdiri di luar rumah Alice, menunggu pria yang menolong Alice keluar. Matanya tajam mengawasi pintu, dan ketika pria itu akhirnya melangkah keluar, Ranti segera menarik tangannya.
"Ikut aku," bisiknya tajam.
Galang menatapnya heran. "Ada apa?"
"Aku ingin bicara empat mata denganmu."
Galang awalnya ragu, tetapi melihat ekspresi serius Ranti, ia akhirnya setuju. Mereka berjalan menuju sebuah kantin yang sepi, tempat yang sempurna untuk berbicara tanpa gangguan.
"Aku ingin menawarkan kerja sama," kata Ranti dengan nada licik.
"Kerja sama?" Galang menyipitkan mata.
Ranti mengangguk. "Aku ingin Alice hancur. Kau bisa membantuku."
Galang menggeleng. "Aku tidak ingin terlibat dalam masalah seperti ini. Kekerasan bukan solusi."
Ranti tersenyum kecil. Ia mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya dan menyodorkannya ke Galang. "Di dalamnya ada segepok uang. Ini hanya uang muka. Jika kau setuju, akan ada bonus lebih banyak lagi."
Galang menatap amplop itu ragu. Ia tidak ingin terlibat, tetapi uang dalam jumlah besar itu begitu menggoda. Setelah beberapa saat berpikir, ia akhirnya mengangguk.
Ranti tersenyum puas. "Bagus. Sekarang, kau harus mulai mempercayai bahwa Alice bukan orang baik. Dia perusak rumah tanggaku. Pelakor yang tidak tahu malu. Kau harus membantuku menjatuhkannya."
Galang menghela napas, tetapi akhirnya menyimpan amplop itu di sakunya. "Baiklah, aku akan membantu."
Ranti tersenyum licik. Rencana barunya baru saja dimulai.
Ranti membisikkan sesuatu ke telinga Galang. Beberapa saat, Galang mengangguk tanda mengerti.
Ranti tersenyum picik. "Kalau kau berhasil, aku akan menambahkan bonus untukmu. Kau tidak perlu khawatir. Aku butuh WA kamu," ucap Ranti dengan suara rendah.
Galang membuka ponselnya, memberikan nomor kontak untuk di salin ke ponsel Ranti.
"Ingat Galang, aku tidak ingin Alice hidup bahagia di atas penderitaan orang. Aku akan terus menghubungimu untuk mendapatkan info yang pasti. Nanti sore kita mulai rencana ini. good luck. Dan tunggu aba-aba dariku...!" titah Ranti.
Galang mengangguk tersenyum. Walau sebenarnya hatinya menolak, tapi uang yang di berikan Ranti, dan yang Ranti janjikan bonus besar bila berhasil, tentu saja Galang tidak bisa menolak. Bagaimana tidak, Galang seorang pria yang sulit mencari kerjaan. Dan sekarang malah rezeki datang sendiri. "Aku benar-benar beruntung hari ini," gumamnya.