Anaya tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu satu kali duapuluh empat jam. Dia yang hanya seorang anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya, tiba-tiba di saat dirinya tengah tertidur lelap dikejutkan oleh panggilan telepon dari seorang yang tidak dikenal dan mengajaknya menikah.
Terkejut, bingung dan tidak percaya itu sudah jelas, bahkan ia menganggapnya sebagai lelucon. Namun setelah diberikan pengertian akhirnya dia pun menerima.
Dan Anaya seperti bermimpi setelah tahu siapa pria yang menikahinya. Apalagi mahar yang diberikan padanya cukup fantastis baginya. Dia menganggap dirinya bagai ketiban durian runtuh.
Bagaimana kehidupan Anaya dan suaminya setelah menikah? Apakah akan ada cinta di antara mereka, mengingat keduanya menikah secara mendadak.
Kepo.. ? Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07
°
°
°
Setelah hujan mengguyur siang tadi, sore ini berubah sangat cerah. Awan putih berarak menghiasi cakrawala biru. Angin berdesir lirih menyapu daun-daun menciptakan melodi yang menenangkan. Sang surya memancarkan sinarnya, menerangi dedaunan yang meliuk-liuk indah, menjadi obyek sepasang mata memandangnya tanpa bosan.
Netranya begitu teduh, dihiasi bulu mata lentik, dan alis melengkung seperti bulan sabit. Hidung mancung serta bibir tipis nan ranum, menyempurnakan wajah oval dengan dagu runcing, milik seorang Risna Adriana yang menjadi dambaan setiap wanita. Yah, Risna memang secantik itu, tak salah jika seorang Akmal langsung terpikat pada pandangan pertama, takjub oleh kecantikan yang tak terhingga.Tapi itu dulu, sekarang tidak ada lagi yang tersisa, dan hanya meninggalkan kenangan pahit. Akmal telah memilih wanita lain, meninggalkan Risna dengan penyesalan yang tak terobati.
Risna duduk di bangku taman menunggu seseorang. Sejenak ia memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam, berusaha mengisi paru-parunya yang terasa kosong. Napasnya tersengal wajahnya menjadi merah padam. "Mengapa aku begitu bodoh?" rutuknya pada diri sendiri. Kesedihan menghantam hatinya seperti ombak besar. Seharusnya dia yang berdiri di pelaminan, menerima senyum bangga dari orangtuanya.
Akan tetapi, kini musnah dalam sekejap. Dia tidak percaya Akmal bisa melupakannya begitu cepat. Risna merasa terpukul, kecewa dan sakit hati menghantamnya. "Kupikir dirimu sangat mencintaiku, dan akan memohon padaku untuk memintaku kembali," gumamnya dalam hati. Tapi kenyataan pahit harus dia hadapi, Akmal justru meminang gadis lain.
"Menyesali sesuatu yang telah terjadi hanyalah pekerjaan yang sia-sia." Seseorang datang dan langsung duduk di samping Risna.
"Apa maksud perkataanmu! Bukankah ini semua ide gila kamu? Aku terjebak oleh permainan yang kau tawarkan!" ketus Risna. Ia menatap penuh kebencian pada temannya.
"Risna sayang, Risna yang malang. Aku tidak menyuruhmu membatalkan pernikahan, aku hanya mengatakan seandainya, dan keputusan ada di tanganmu. Kini setelah semua terjadi, kamu hanya menyalahkanku? Ooh...tidak bisa!" ujar seseorang itu sambil tersenyum sinis
Risna membalas dengan tatapan penuh amarah. "Lalu apa maumu sekarang?"
"Aku tidak mau apa-apa, setidaknya aku tidak sendirian lagi merasakan sakit hati, setelah Akmal lebih memilihmu daripada aku!" Gadis itu menjawab dingin tanpa ekspresi.
"Aku menyukainya sejak dulu, tapi begitu aku mengenalkannya denganmu, dia langsung terpikat dan jatuh cinta padamu. Jika sekarang dia pergi darimu, itu karena kebodohanmu sendiri!" lanjutnya penuh penekanan.
"Tapi semua ini tidak akan terjadi, jika kamu tidak terus mendesakku!" teriak Risna mulai tak kendali.
Gadis itu menatap Risna sambil tersenyum sinis. "Ho-ho-ho...kamu sudah berani berteriak padaku rupanya!"
Risna semakin marah, tatapannya nyalang pada gadis itu. "Kenapa kamu hadir dan mengacaukan segalanya!"
Gadis itu melipat kedua tangannya di dada, dan wajahnya sangat dingin minim ekspresi. "Mauku adalah menghancurkan siapapun yang dekat dengannya!" Ia berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Risna dengan sejuta luka penyesalan yang mendalam.
°
°
°
Seminggu telah berlalu. Semua kembali pada aktivitas masing-masing. Bu Miyatun dan kedua adik lelaki Anaya sudah kembali ke kota asalnya, setelah menginap selama dua malam. Demikian pula Adzana dan suaminya serta Ersa.
Saat ini, giliran Akmal dan Anaya yang akan kembali ke ibukota untuk menjalani rutinitasnya. Berhadapan dengan berkas-berkas penuh angka dan proposal.
"Kenapa kalian tidak liburan atau bulan madu dulu?" Bunda Marini bertanya saat sarapan. "Supaya kalian bisa lebih mengenal satu sama lain."
Akmal menatap ibundanya lembut lalu menjawab, "Gampang lah itu, Bun. Semua bisa diatur."
Sedangkan Anaya tetap diam dan fokus pada sarapannya. Sebagai istri dia akan ikut apapun keputusan suaminya.
Bunda Marini menatap Anaya penuh perhatian. "Naya, kalau Akmal berbuat salah atau menyakitimu, jangan ragu untuk berbicara. Bunda selalu ada untukmu."
Anaya tersenyum, mengangguk. "Siap, Bun. Nay akan melakukannya. Terima kasih, Bunda."
Pak Deni menepuk bahu Akmal dengan hangat. "Dengar baik-baik, Nak. Pernikahan bukanlah permainan. Meskipun belum ada cinta, kalian harus tetap menjaga komitmen."
Akmal mengangguk dengan serius. "Siap, Yah. Aku mengerti."
Pak Deni melanjutkan, "Bimbinglah Anaya dengan bijak. Nasehati lah dia dengan lembut, bukan kekerasan. Kau mengerti?"
Akmal memeluk ayahnya erat. "Terima kasih, Yah. Aku tidak akan mengecewakan Ayah dan Bunda."
Maka pagi itu, Akmal dan Anaya berpamitan pada orangtua dan adiknya sebelum kembali ke ibukota. Mereka meluncur dengan mengendarai mobil Alpard, hadiah mas kawin dari Akmal untuk Anaya.
Selama perjalanan, Anaya terus berceloteh tanpa henti, membuat Akmal terjaga dari kantuk. Suaminya itu hanya sesekali menimpali atau tersenyum jika leluconnya lucu.
Meskipun baru seminggu bersama, Akmal merasa hari-harinya kini penuh warna. Anaya memiliki kekuatan untuk menciptakan suasana ceria. Dalam hati, Akmal mengakui keistimewaan istrinya itu.
Delapan jam perjalanan pun berlalu. Akhirnya, mereka tiba di depan rumah minimalis bertingkat dua yang dibangun Akmal untuk keluarganya. Semula, rumah ini ditujukan untuk Risna sebagai hadiah pernikahan, namun kini menjadi tempat tinggalnya bersama Anaya.
Anaya turun dari mobil dengan cepat, matanya terpesona menatap rumah tersebut. "Rumah siapa ini, Mas?"
Akmal tersenyum, menyeret koper kecil Anaya. "Rumah kita, ayo masuk!"
"Assalamualaikum," sapa Anaya begitu memasuki rumah.
"Waalaikumsalam," jawab Akmal.
Anaya melihat sekeliling ruangan yang nyaman dan sederhana. "Mas, selama ini kamu tinggal di sini?"
Akmal menggelengkan kepala. "Belum, rumah ini baru selesai sebulan lalu."
Sambil membawa koper, Akmal naik ke lantai atas. Anaya mengikuti dengan rasa penasaran, lalu berbelok ke dapur minimalis yang menarik perhatiannya.
Dia memeriksa setiap laci dan kabinet yang tersusun rapi, lalu tersenyum puas.
Anaya menaiki tangga, namun berhenti di langkah kedua. Dia berbalik dan menuju kamar di lantai bawah. Begitu masuk, matanya menangkap ranjang dan lemari pakaian yang rapi.
Anaya duduk di tepi ranjang, lalu berdiri dan menyibakkan tirai jendela. Taman bunga kecil di luar terlihat indah dan menenangkan.
Kantuk menghampiri, dan Anaya merebahkan dirinya di ranjang. Dalam sekejap, dia terlelap.
Sementara itu di lantai atas, Akmal telah selesai membersihkan diri. Dia mengenakan T-shirt hitam dan celana jogger pendek berwarna krem, membuatnya terlihat tampan.
Menyadari istrinya belum ada di kamar, Akmal turun ke bawah mencari Anaya dan menelisik setiap ruangan. Dia berhenti di depan kamar tamu dan menemukan Anaya tertidur pulas.
Akmal tersenyum dan memasukkan tangannya ke saku celana. "Dasar pelor, tidur tanpa mandi dulu!" Dia keluar tanpa membangunkan Anaya, berniat memesan makanan lewat online untuk makan malam.
Anaya terbangun saat senja menghiasi langit. Dia menatap jendela, bingung. Lantas melihat jam di pergelangan tangannya. "Jam enam? Gawat, aku bisa terlambat!"
Dia membuka lemari, menemukan hanya handuk di dalamnya, lalu masuk ke kamar mandi. Namun, dia terkejut tidak menemukan barang-barangnya.
Anaya keluar kamarnya hanya sepi yang dia temui, lalu menuju lantai atas, namun tak menemukan siapa pun. Saat turun, dia bertemu Akmal yang baru saja masuk dengan tote bag di tangannya.
"Kamu cari siapa?" Akmal bertanya dengan senyum tipis.
Anaya terkejut. "Lho, Kak Akmal! Kok di sini? Aku cari..."
"Ya di sinilah! Ini kan rumah kita!" jawab Akmal.
Anaya kembali terkejut dan bengong. "Eeh, rumah kita?"
°
°
°
°
°
Semoga terhibur. Jangan lupa tinggalkan jejak cintamu 😍
Saat ada masalahnya pun nggak berlarut-larut dan terselesaikan dengan baik.
Bahagia-bahagia Anaya dan Akmal, meski ada orang-orang yang berusaha memisahkan kalian.
Semangat untuk Ibu juga. Semangat nulisnya dan sukses selalu💪💪🥰❤️❤️❤️