Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 7
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Jam baru saja menunjukan pukul setengah tiga dini hari. Jim-in harus terjaga dari tidur setelah mendapatkan mimpi buruk.
Napasnya naik turun dengan peluh membanjiri dahi. Dadanya kembang kempis mencoba mencari ketenangan.
Di tengah keheningan, samar-samar ia mendengar suara seseorang bersenandung.
Bukan lagu yang mengalun, tapi sesuatu yang bisa membuatnya benar-benar nyaman. Rasa penasaran muncul membuat Jim-in bangkit dari berbaring.
Di sana ia melihat seorang wanita memakai mukena putih tengah mengaji. Alisnya saling bertautan tidak mengerti kenapa sang istri melakukan itu di jam seperti ini.
Sadar dengan tatapan seseorang, Rania pun mengakhiri kegiatannya lalu menoleh ke samping kanan. Di atas tempat tidur sang suami tengah memandanginya tanpa ekspresi. Ia pun tersenyum yang membuat pria itu terkejut.
"Ah, apa aku membangunkan mu Tuan?" tanyanya kemudian.
Jim-in menggeleng singkat masih memandanginya. "Apa yang kamu lakukan? Ini masih gelap," tanyanya balik.
"Aku habis tahajud. Karena tidak bisa tidur, aku melanjutkannya dengan mengaji."
Jim-in lagi-lagi tercengang. Entah dari mana datangnya sosok itu, yang jelas baru kali ini ia bertemu dengan wanita seperti Rania.
Ia terdiam merasakan sesuatu dalam hati yang menyapanya begitu saja. Kini giliran Rania mengerutkan dahi, heran.
"Tu-Tuan kenapa?" tanyanya balik.
"Ani. Aku hanya terkejut."
"Karena?"
"Setiap hari aku melihatmu salat, dan sekarang melaksanakan salat sunah tahajud. Aku merasa-"
"Apa Tuan tidak pernah melaksanakannya?" potong Rania cepat.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu membuat Jim-in menundukkan kepala. Ia merasa tertampar dibuatnya.
Wanita itu menyadari lalu beranjak dari sana dan beralih ke hadapan sang suami. Ia memberanikan diri untuk menggenggam tangan Jim-in. Sontak saja hal itu membuatnya terkejut, tidak mengerti kenapa Rania bisa bertindak seperti ini.
"A-apa yang kamu inginkan?" tanyanya gugup.
Tidak biasanya Rania yang terlihat polos kini melakukan hal nekad. Tentu saja membuat pria berdarah Korea ini sedikit ketakutan. Kini gilirannya yang dibuat tidak berkutik.
Sungguh Rania bisa menjinakkan sosok bengis sepertinya.
"Tuan tahukan, salat itu kewajiban kita sebagai umat muslim? Meskipun berat, tapi itu harus dilakukan. Allah tidak butuh salat kita, tapi kita butuh Allah. Dengan cara menuruti semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Tuan tahu? Dalam pernikahan juga banyak sekali kebaikan di dalamnya," jelas Rania tegas.
Iris kecoklatan Jim-in melebar terhenyak mendengar penuturan sang istri. Wanita yang tidak pernah dikenalnya ini selalu saja memberikan kejutan tak terduga.
Namun, keterkejutan itu berubah menjadi wajah murung nan tegas. Entah apa yang ada dalam pikirannya sekarang. Ia langsung menghempaskan tangan Rania dengan cepat lalu melepaskan kontak mata dengannya dan meraih kursi roda.
Jim-in kesusahan, butuh bantuan untuk duduk di sana. Tangan Rania terulur hendak membantunya, tapi sekali lagi Jim-in menangkisnya.
"Sudah kubilang, aku tidak butuh bantuanmu ... dan kamu, siapa kamu menasehati ku seperti tadi, hah? Dengar yah! Mau kamu atau siapa pun tidak akan bisa mengubahku. Pergi sana aku muak melihatmu dengan tampang menyebalkan itu."
Suara gamblangnya seketika menusuk perasaan Rania. Tanpa sadar air mata kembali mengalir di pipi. Ungkapan yang keluar dari bibir keriting suaminya sudah menambahkan luka dalam dada. Tanpa mengatakan sepatah kata Rania melangkahkan kaki keluar.
Hanya tatapan kosong yang terlihat dari mata itu. Jim-in terdiam atas apa yang baru saja terjadi.
Balkon kembali menjadi tempat favorite Rania untuk mencurahkan segala keresahan. Ia menangis dalam diam dan merasakan angin menusuk kulit. Musim dingin sebentar lagi tiba menggantikan hangatnya mentari.
Kepala berhijab hitamnya mendongak melihat langit malam bertabur bintang.
"Ya Allah kuatkan hamba menghadapinya. Hamba percaya dengan semua ketentuan-Mu dan berikanlah hidayah pada suami hamba," bisiknya lirih pada angin yang berlalu.
...🌦️🌦️🌦️...
Rania tidak mengerti dengan suara gaduh yang dihasilkan para pelayan di bawah sana. Baru saja membereskan lantai dua yang besarnya mengalahkan kediamannya, ia pun harus terusik dengan kehebohan tersebut.
Kaki kecilnya melangkah melihat dari atas semua pelayan yang ada di mansion terlihat sibuk, seketika dahi lebarnya mengerut tidak mengerti.
Ia kembali menarik diri memikirkan hal yang tidak ditemui penyambungnya. Ini pertama kali sejak datang ke mansion melihat kesibukan mereka, seolah sedang menyiapkan sesuatu.
"Ada apa, yah? Apa akan ada yang datang?" gumamnya pada kehampaan.
"Teman-temanku akan datang. Kamu harus dandan yang rapih, sebentar lagi mereka sampai," jelas Tuan muda berkursi roda sontak mengejutkan Rania yang tengah berdiri mematung. Ia pun berbalik dan melihat Jim-in kembali di dorong oleh Sang Ook pergi dari sana.
Rania gamang, pikirannya tengah merespon perkataan sang suami barusan.
"Teman-teman, datang? A-apa mungkin? Ada pesta di rumah ini?" ucapnya pada diri sendiri lalu bergegas bersiap-siap.
Dua jam kemudian, lantai bawah sudah disulap menjadi tempat pesta yang begitu meriah. Makanan, minuman berwarna tersaji rapih di beberapa meja panjang.
Dekorasi manis menambah keceriaan. Sang Tuan muda tengah menunggu para tamu dengan tersenyum lebar. Sungguh berbanding terbalik jika berhadapan dengan istrinya sendiri yang terkesan dingin tanpa perasaan.
Tidak lama setelah itu terdengar banyak sekali deru mesin mobil berhenti. Pintu besar di depannya pun dibuka oleh salah satu pelayan dan teman-teman satu hobinya berhamburan masuk ke dalam. Binar kebahagiaan terlihat jelas di wajah tampan Jim-in.
"Sudah lama kita tidak bertemu. Wah ternyata kamu masih sama saja," ungkap pria bersurai hitam legam menyalami tangannya.
Salah satu pria bermarga Kim di sampingnya pun menghela napas kasar. "Jika kejadian itu tidak ada mungkin sekarang kita masih happy fun di lapangan," timpalnya kemudian.
"Sayang, nasib buruk lebih berpihak padamu," lanjut pria bernama Jung Hwa.
Jim-in terdiam tersenyum kaku mendengar kata demi kata yang terus keluar dari bibir teman-temannya. Ia tahu kejadian beberapa tahun ke belakang tidak bisa kembali lagi.
Namun, ia tidak menyangka dirinya bisa berakhir di kursi roda dan mimpi tinggallah mimpi. Semua cita-cita yang ingin dicapai harus kandas sebelum berkembang.
Tanpa ia sadari kedatangan mereka ke sana hanya ingin mengejek, mengolok keadaannya sekarang. Ia yang terlalu polos melihat orang-orang terdekatnya dengan berhusnudzon.
Jim-in, pria berusia dua puluh lima tahun ini mengalami nasib yang malang. Harta melimpah, uang banyak, kekayaan tidak akan habis semalam, ternyata semua itu tidak bisa membeli kesembuhannya, jika dirinya tidak berusaha sendiri.
"Oh iya, di mana istrimu? Bukankah kamu sudah menikah?" tanya Kim Won Shik kala mendengar kawannya itu telah bersanding dengan seseorang.
"Ah, aku dengar wanita itu dari kalangan biasa yah? Aku tidak menyangka kamu menikahi wanita seperti dia," kembali Min Hyun Sik menimpali.
"Yah sayang sekali." Jung Hwa ikut menyesal.
Dari sekian sahabatnya yang datang ketiga pria itu benar-benar telah membuat Jim-in tidak bisa berkutik. Niatnya mencari seseorang untuk dijadikan perawat pribadi ternyata tidak tepat. Teman-temannya malah semakin memojokkannya.
Baru saja bibir keritingnya terbuka, seorang wanita bergaun abu menuruni anak tangga. Sontak hal itu membuat semua perhatian teralihkan padanya.
Senyum pun mengembang di wajah cantik wanita bernama Rania. Kepala berhijab dengan riasan sederhana berhasil membungkam mulut orang-orang yang meremehkannya.
Sore ini Rania tampak berbeda. Visualnya tidak memperlihatkan ia sebagai seorang perawat sang tuan muda.
Bisikan demi bisikan mulai terdengar. Orang-orang yang datang ke pesta itu mengagumi sosoknya.
"Wah siapa dia? Cantik sekali."
"Apa malam ini bidadari turun dari khayangan?"
Sederet perkataan temannya membuat Jim-in terpaku. Netra kecilnya sedikit pun tidak beranjak dari Riana yang terus berjalan mendekat dengan semua mata memandanginya.
Riana tidak peduli dan hanya memperhatikan sang suami.
"Selamat malam. Selamat datang di rumah kami. Perkenalkan saya Park Rania Varsha. Istri dari Park Jim-in," tuturnya menjelaskan setelah tiba di depan sang suami.
Kegaduhan pun terdengar riuh. Mereka tidak menyangka mendengar penjelasan Rania.
Ternyata sore itu langit terlihat cerah. Awan gelap menghilang berganti dengan senja. Rupanya itik yang ia lihat kemarin berubah menjadi angsa yang menawan.
...🌦️PERSIAPAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘