"perceraian ini hanya sementara Eve?" itulah yang Mason Zanella katakan padanya untuk menjaga nama baiknya demi mencalonkan diri sebagai gubernur untuk negara bagian Penssylvania.
Everly yang memiliki ayah seorang pembunuh dan Ibu seorang pecandu obat terlarang tidak punya pilihan lain selain menyetujui ide itu.
Untuk kedua kalinya ia kembali berkorban dalam pernikahannya. Namun ditengah perpisahan sementara itu, hadir seorang pemuda yang lebih muda 7 tahun darinya bernama Christopher J.V yang mengejar dan terang-terangan menyukainya sejak cinta satu malam terjadi di antara mereka. Bahkan meski pemuda itu mengetahui Everly adalah istri orang dia tetap mengejarnya, menggodanya hingga keduanya jatuh di dalam hubungan yang lebih intim, saling mengobati kesakitannya tanpa tahu bahwa rahasia masing-masing dari mereka semakin terkuak ke permukaan. Everly mencintai Chris namun Mason adalah rumah pertama baginya. Apakah Everly akan kembali pada Mason? atau lebih memilih Christopher
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dark Vanilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan tergila
Malam itu Mason yang baru pulang kerja, memasuki kamarnya setelah sebelumnya pergi ke kamar Lilly Anne untuk memberi ciuman selamat malam untuk anak semata wayangnya.
Di atas ranjang Everly tertidur membelakanginya tertutup selimut hingga pinggang.
Mason melonggarkan dasinya. Mengingat pembicaraan mereka tadi pagi yang belum usai. Jujur saja, ia merasa bersalah pada wanita itu, tetapi dia pun sepertinya sudah tidak punya pilihan yang lebih baik untuk saat ini.
Everly menggeliat ketika merasakan elusan di lengannya dan sapuan bibir hangat di pundaknya yang tidak tertutup apapun selain tali gaun tidur.
“Aku pikir kau sudah tidur.” Mason mengecup pipi Everly dengan lembut, namun kemudian wanita itu bangkit dari tidurnya. Memperbaiki posisi duduknya menghadap Mason.
Everly menyelipkan rambut coklatnya ke belakang telinga sebelum menatap pria di hadapannya lekat-lekat. “Aku sudah memikirkannya,” Mason diam menunggu Everly melanjutkan kata-katanya. “Tentang rencana perceraian kita… aku menyetujuinya,” kata Everly pada akhirnya.
Sekarang giliran Mason yang bingung bagaimana harus merespon. Seharusnya kan ia senang, lalu kenapa rasanya ada yang ngilu?
“Sayang, maafkan aku jika ini—
“Tapi dengan beberapa kondisi.”
Mason mengangkat satu alisnya sedikit. Bertanya melalui bola matanya yang memasati Everly. “Karena bercerai itu artinya aku tidak bisa ada di sini lagi, kan?” Wanita itu berujar dengan suara yang ia paksa untuk tidak bergetar.
“Aku akan mencari tempat tinggal yang layak untukmu, sayang. Aku akan tetap menafkahimu seperti biasa. Kau tidak perlu memikirkan apapun.”
“Tidak, aku tidak mau pergi ke apartemen baru. Aku akan kembali ke apartemen kita yang dulu.”
“Eve, itu jauh di Pittsburgh!”
“Bukankah lebih baik jika jauh?”
Mason terdiam.
“Aku akan melanjutkan studiku di tempat itu… aku ingin kuliah. Untuk mengisi waktu.”
Mason ingin protes, namun kemudian ia urungkan, membiarkan Everly terus membeberkan persyaratannya.
“Yang terakhir, aku ingin Lilly Anne bersamaku.”
“Tidak!” Mason menggeleng dengan tegas. “Maaf Everly, untuk yang satu itu aku tidak bisa mengizinkannya.”
“Apa maksudmu dengan tidak Mason?”
“Kau tahu aku tidak bisa jauh dari putriku.” Everly mengerjap pedih, maksudnya tidak bisa tanpa Lilly Anne, tetapi bisa tanpa dirinya?
Mason berdiri dari duduknya. Menyugar rambutnya gelisah. “Ibu…ibu juga tidak akan menyetujuinya.”
“Jadi maksudmu kau akan memisahkanku dari Lilly Anne?!”
“Everly, tidak ada yang ingin memisahkanmu darinya. sudah kubilang semua ini hanya sementara.”
Everly menatap Mason dengan tajam, matanya penuh dengan kebingungan dan rasa sakit. Setiap kata yang keluar dari mulut Mason seakan menusuk jantungnya, membuatnya merasa terperangkap dalam keputusan yang diambilnya.
"Sementara?" ia mengulang kata itu dengan nada yang tidak percaya. "Sementara itu apa, Mason? Apa yang sebenarnya kamu inginkan dari perceraian ini? Kamu ingin semuanya tetap sama, tapi tanpa aku, tanpa aku di sini? Tanpa kita?"
Mason menghela napas panjang, mencoba meredakan ketegangan yang merayap di antara mereka. Ia berjalan mendekat, menatap Everly dengan penuh penyesalan. Sementara di sisi lain Everly kecewa, dan matanya mulai panas. Menyakitkan melihat bagaimana pria itu dengan enteng mengucapkan hal itu seolah semuanya memang sederhana.
“Everly, aku tahu ini berat. Kita tidak pernah berpisah selama sebelas tahun ini dan aku pun takut mengambil langkah ini, tapi aku tak punya pilihan lain, sayang. Kau tau kejamnya dunia politik, kan? Mereka akan menggunakan apa saja termasuk mencabik-cabik latar belakangmu untuk menjatuhkanku.” Suara Mason melembut kali ini.
Sementara Everly, matanya menerawang memikirkan kata-kata sang pria yang terus berputar di otaknya. Menyakiti sarafnya hingga kini mata Everly digenangi cairan bening yang bisa jatuh begitu saja jika ia mengedip sekali.
Everly masih diam. Tidak membalas seperti tadi.
Mason meraih tangan Everly yang dingin, mengenggamnya. Meski kemudian wanita itu membuang muka darinya.
“Aku butuh kau untuk percaya Ini hanya sementara, tidak ada perpisahan yang benar-benar terjadi di antara kita, Lilly Anne masih anakmu, dan aku, meski tidak secara resmi, tapi aku masih kekasih hatimu. Tiap akhir pekan kami akan mengunjungimu, dan aku akan berjanji begitu semuanya usai, kita akan kembali bersama. Aku butuh kau untuk bertahan, kita sama-sama bertahan untuk beberapa waktu ke depan, ya?
Please… Eve tolong aku,” ucap Mason, suaranya bergetar, campuran ketakutan dan harapan.
Sementara Everly mulai menatap mata olive yang biasanya selalu di kaguminya, yang dulu selalu menatapnya penuh cinta. Dan Everly entah kenapa jadi sedikit sadar, ternyata ada yang berubah di dalam tatapan itu.
Everly sudah banyak menangis kemarin di hadapan teman-temannya, dan tadi pagi setelah berbicara dengan mertuanya, saat ini ia tidak mau menangis lagi.
Everly sangat paham ini adalah mimpi besar Mason, bagaimana perjuangan pria itu hingga pada tahap ini. Sementara dia hanya bertindak sebagai pemberi dukungan. Everly selalu mendukungnya. Tetapi, bercerai sementara itu hal gila yang membuatnya ketakutan, bagaimana jika semuanya berjalan tidak sesuai harapan.
“Mason, kau tahu aku selalu mendukungmu dan …. Betapa besar impianmu, tapi… perceraian ini, pilihan tergila.”
“Everly, aku tidak memintamu melupakan cinta kita, aku hanya meminta waktu untuk melewati badai ini, hmm? Aku mencintaimu, Eve, sangat.”
Everly terdiam lama. Luka di sudut hatinya semakin menganga, namun di situasi seperti ini dia juga tidak punya pilihan lain. Satu sisi perceraian itu sudah seperti bencana bagi hidupnya, di sisi lain latar belakang hidupnya yang berantakan pasti akan mencoreng nama Mason dan menghancurkan karier pria itu.
Semuanya berputar di otaknya, sejak kemarin. Ia tidak punya pilihan lain. Mengutuk ibu dan ayahnya pun rasanya percuma. Tidak ada anak yang mau di lahirkan di rumah tangga yang berantakan. Jadi yang dilakukan Eve selanjutnya, hanya mengangguk lemah. Ia menyerah, dan pasrah dengan apapun yang akan terjadi kedepannya. Bahkan ketika Mason memeluknya dengan penuh haru, Everly sudah merasakan hubungan mereka akan hancur perlahan.
Ini kedua kalinya Everly dengan bodohnya mengalah pada sang suami.
...----To be Continue----...
