NovelToon NovelToon
Misi Berdarah Di Akademi

Misi Berdarah Di Akademi

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Action / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Garl4doR

Akademi Debocyle adalah akademi yang paling luas, bahkan luasnya hampir menyamai kota metropolitan. Akademi asrama yang sangat mewah bagaikan surga.

Tahun ini, berita-berita pembunuhan bertebaran dimana-mana. Korban-korban berjatuhan dan ketakutan di masyarakat pun menyebar dan membuat chaos di setiap sudut.

Dan di tahun ini, akademi Debocyle tempatnya anak berbakat kekuatan super disatukan, untuk pertama kalinya terjadi pembunuhan sadis.

Peringatan : Novel ini mengandung adegan kekerasan dan kebrutalan. Kebijakan pembaca diharapkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garl4doR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Saat sore hari menjelang malam ketika lembayung segera menghilang seraya terbenamnya matahari di ufuk barat. Sekelompok siswa nakal keluar dari area asrama ketika para keamanan sedang di waktu istirahatnya.

"Jorgen, kita ingin kemana? Akademi sedang krisis gara-gara si payah Dave itu mokat, kalau kita berkeliaran pastinya para anjing akademi mengira kita yang melakukannya." Ucap seseorang yang memakai ikat kepala berusaha mengejar siswa paling depan dengan baju seragamnya sengaja terbuka memperlihatkan tubuh atletis.

Seorang siswa yang merokok dengan rambut jambul tangan dimasukan ke saku tertawa kecil. "Meski kita diatur untuk tetap di kamar tetap saja kita tak berniat untuk bersenggama dengan guling seharian, kan? Gizi alkohol diperlukan, Boris." Ia meninju lengan siswa berikat kepala yang dipanggil boris.

Boris mengerutkan kening, isi pikirannya saat ini adalah akademi terjerat kasus yang sukses membuat kepemerintahan ikut turun tangan bahkan berani memblokade jalan masuk dan keluar satu-satunya yang menghubungkan akademi dengan dunia luar secara terang-terangan. Bahkan berani mengirimi drone mereka masuk ke akademi meski akhirnya harus hancur di pihak akademi.

Tapi alih-alih merasa ada yang sangat aneh, kawanannya menganggap peristiwa ini tak pernah ada bahkan masih sempat menyalahkan sang korban. Kenapa aku baru sadar bahwa setongkrongan ku isinya monyet semua? Dia berdecak menyadari bahwa manusia tak berharga di mata mereka.

"Ada apa, Dore?" Siswa yang tadi dipanggil Jorgen mendengar decakan yang terjadi karena refleks itu.

Dore dengan ikat kepalanya menggeleng cepat, "tidak.. Aku belum sikat gigi seharian, sepertinya jigong ku menumpuk." Ucap Dore gelagapan karena tatapan tajam dari Jorgen, masalahnya juga tidak sampai di sana, tatapan-tatapan dari pengikut Jorgen juga menatap ganas dirinya dengan senyuman horor yang lebar.

"Kantin tidak buka dan kau tahu itu, kita pergi ke restoran untuk cari asupan bukan cari perkara." Jorgen melangkahkan kakinya lebih cepat, tidak memperpanjang masalah tadi.

Dore menelan salivanya sendiri, dia tahu bahwa blok enam adalah blok paling sepi. Meski Jorgen bilang itu adalah restoran tapi itu tidak sepenuhnya benar, lebih tepatnya bekas restoran dan kini bangunan itu terbengkalai dan di jadikan tempat penyimpanan minuman beralkohol untuk para preman ini.

Dore merasa tidak nyaman karena ajakan ke "restoran" diucapkan si Jorgen. Soalnya pemuda itu kalau mengajak tak akan luput dari hal berbau perempuan, kalau tidak perempuan sudah pasti.. Kekerasan.

Saat kelompok El-Virness tiba di depan restoran blok enam, suasana terasa semakin mencekam. Bangunan tua itu berdiri seperti bayangan gelap di bawah cahaya senja yang mulai pudar. Lampu di sekitarnya sudah lama mati, menyisakan hanya remang-remang dari sinar bulan yang perlahan menggantikan matahari. Jorgen mendorong pintu kayu tua yang mengeluarkan derit keras, membuat Boris dan beberapa lainnya terkekeh kecil.

“Selamat datang di istana kesenangan kita,” ucap Jorgen sinis, melangkah masuk sambil menyalakan korek api untuk memberi sedikit penerangan.

Namun, suasana di dalam terasa berbeda. Biasanya, mereka langsung disambut aroma khas alkohol yang menyengat, tapi kali ini udara terasa berat, seolah sesuatu sedang menekan mereka dari segala arah. Dore, yang selalu merasa paling tidak nyaman dalam kelompok itu, merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.

"Hei, apa tempat ini selalu sekosong ini?" tanya Boris sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan gelap. Ia menggigil tanpa alasan yang jelas.

Tiba-tiba, suara langkah terdengar, berat dan teratur, datang dari arah dalam ruangan. Semua langsung terdiam. Bahkan Jorgen, yang biasanya menjadi pemimpin paling vokal, merasa tenggorokannya tercekat.

“Sepertinya aku terlambat untuk bergabung,” suara bariton yang dalam bergema di ruangan, membuat bulu kuduk mereka berdiri. Dari kegelapan, muncul sosok tinggi besar dengan bahu lebar yang hampir memenuhi pintu di belakang. Wajahnya tersembunyi oleh bayangan, tapi matanya berkilat merah menyala seperti bara api.

“Siapa kau?!” Jorgen mencoba menyembunyikan rasa gugupnya di balik nada tegas.

Sosok itu melangkah lebih dekat, memperlihatkan senyuman menyeramkan. “Kalian suka menindas, bukan? Aku datang untuk mengajari kalian seni yang lebih tinggi dari itu,” ujarnya.

Pupil matanya kecil dan senyumannya sangat lebar, kulit nya ketarik dan membuat keriput yang menyeramkan dipadukan dengan warna putih pucatnya. Seorang yang berusia kisaran 40 tahunan.

Dore mencoba melangkah mundur, tapi kakinya terasa kaku. “Kami tidak butuh guru! Jadi pergi saja!” Ia memaksa suaranya terdengar lantang, tapi getarannya tidak bisa disembunyikan.

Sosok itu tertawa pelan, mengisi ruangan dengan getaran yang menyesakkan. “Kalian butuh... kesenangan baru. Aku datang untuk memberi itu.”

Dengan satu gerakan tangannya yang seperti mencengkram udara kosong, Dore tiba-tiba terjatuh ke lantai, meronta-ronta seperti kejang. Mulutnya terbuka lebar, tapi tidak ada suara yang keluar. Sebuah bayangan gelap melingkupi tubuhnya, seperti kabut yang merayap dan menghisap sesuatu dari dirinya.

Saat Dore berhenti bergerak, tatapan matanya berubah kosong, seakan kehilangan semua emosi. Dengan tenang, dia berdiri kembali, tapi kali ini berbeda. Wajahnya tanpa ekspresi, tapi senyuman kecil tersungging di sudut bibirnya, menyeramkan.

“Aku menyebut ini... pencerahan,” ucap sosok itu sambil memperkenalkan dirinya, “Goliath. Mulai sekarang, aku akan menunjukkan kalian cara menikmati penderitaan.”

Tatapan tajamnya beralih ke yang lain, sementara mereka merasakan hawa dingin yang mengiris sampai tulang. Tidak ada yang berani bergerak, tidak ada yang bisa melawan. Di bawah tatapan Goliath, El-Virness hanya bisa menjadi alat bagi sesuatu yang jauh lebih gelap daripada yang pernah mereka bayangkan.

Jorgen segera menangkap apa yang terjadi, "kau adalah si pembunuh, kan? Kau yang berada di balik kasus kematian Dave!" Jorgen tersenyum geli bahkan terkesan memaksa. "Kau salah memilih target, kawan!"

Jorgen mengambil langkah besar dan melompat bersiap untuk menyerang.

"Makanlah! Power Fist!" kilatan energi muncul di kepalan Jorgen dan melesat menghantam tubuh besar di depannya. Dentuman besar membuat guncangan di bangunan restoran terbengkalai itu, debu berterbangan membuat jarak penglihatan terpangkas.

Boris mengibas tangannya berupaya untuk menghilangkan debu yang menghalangi pandangan, disitulah ia melihat sosok bayangan tinggi besar yang berdiri dibalik asap.

Jorgen tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir dari kepalanya.

Boris sempat melihatnya, ketika Jorgen meluncurkan tinjunya telapak besar Goliath dengan cepat menangkap wajah Jorgen dan menghantamkan kepala pria malang itu ke lantai menyebabkan dentuman yang keras.

"Tidak mungkin," Boris mundur selangkah.

Goliath melangkah maju dengan santai, langkahnya bergema di lantai yang sudah retak akibat serangan barusan. Boris dan anggota El-Virness lainnya hanya bisa menatap dengan ngeri, keberanian mereka terkikis seiring setiap langkah yang diambil oleh sosok raksasa itu.

"Ini hanya pemanasan," suara Goliath berat dan berwibawa, tetapi juga mengandung ancaman yang membuat bulu kuduk merinding. Ia memandang Boris dengan sorot mata tajam, seolah menembus hingga ke jiwa. "Kalian berpikir dunia ini akan selalu memberi kalian jalan keluar hanya karena kalian berani? Tidak, anak-anak. Dunia ini tidak peduli siapa kalian. Tapi aku… aku bisa memberi kalian kekuatan yang kalian butuhkan untuk membuat dunia ini tunduk."

Boris menelan ludah dengan susah payah, tangannya gemetar. "A-apa maumu dari kami?"

Goliath tersenyum tipis, memperlihatkan giginya yang tajam. "Aku ingin kalian menjadi rekanku. Bekerja sama denganku, mengikuti setiap arahanku tanpa bertanya. Dengan begitu, kalian akan menemukan... kesenangan sejati dalam penindasan."

"Kesenangan sejati?" salah satu anggota El-Virness, seorang pemuda bertubuh kurus, bersuara pelan. "Apa maksudmu?"

Goliath mengulurkan tangannya, menepuk bahu Boris dengan ringan—tetapi tekanan itu cukup membuat Boris merasakan tulang-tulangnya hampir remuk. "Kalian akan merasakan kebebasan dari belenggu perasaan lemah. Ketakutan, simpati, bahkan rasa bersalah—semuanya akan hilang. Kalian akan menjadi lebih dari manusia biasa. Seperti aku."

Ia melangkah ke tubuh Jorgen yang tergeletak di lantai, menginjakkan kakinya ke dada pria itu. "Jorgen gagal memahami potensinya, tapi kalian yang lain... masih punya kesempatan."

"Dan jika kami menolak?" Boris mencoba menguatkan dirinya, meski suara gemetar itu jelas terdengar.

Goliath menunduk, menatap Boris dengan senyum yang makin lebar. "Kalian tidak akan hidup cukup lama untuk menyesalinya." Ia mendekatkan wajahnya ke arah Boris. "Aku adalah Goliath, pembawa kegelapan, pemberi kekuatan. Dan kalian akan menjadi prajuritku... atau mangsaku."

Keheningan mencekam menyelimuti ruangan. Anggota El-Virness yang tersisa saling bertatapan, terjebak antara ketakutan dan tawaran yang menggiurkan. Mereka tahu bahwa melawan hanya akan berarti kematian, tetapi menerima tawaran Goliath bisa berarti kehilangan kemanusiaan mereka.

Goliath berdiri tegak, menunggu. Sambil tersenyum, ia berkata dengan suara menggelegar, "Pilihan ada di tangan kalian. Apakah kalian akan berdiri bersamaku... atau jatuh sepertinya?" Ia menunjuk Jorgen yang tidak bergerak.

Satu per satu, anggota El-Virness mengangguk. Boris menatap rekan-rekannya, tahu bahwa mereka tidak punya pilihan. Dengan enggan, ia pun menganggukkan kepala, menerima nasib yang baru saja ditentukan.

Goliath tertawa rendah, puas. "Bagus. Mari kita mulai pelajaran pertama kalian dalam kesenangan sejati."

***

Alvaro mendobrak pintu restoran secara paksa membuat engsel pintu rusak membiarkan daun pintu roboh dengan keras. Nafas Alvaro terengah-engah.

Kebetulan ia tahu bahwa El-Virness biasanya menggunakan bangunan restoran lama untuk bersenang-senang, ditambah ia dapat pesan dari Hans bahwa Vella merasakan ada energi yang jahat dan kelam berasal dari belakang akademi yang mana itu adalah arah yang sama menuju blok enam tempat bekas restoran itu berada.

Bau amis langsung menyerbu penciuman pemuda itu, rasa mual langsung menyerang syaraf perutnya melihat mayat di depannya tergeletak dengan kepala hancur dan isinya sebagian keluar. Dan satu lagi mayat seorang siswa dengan ikat kepala tak berjauhan.

Lututnya tak mampu menahan bobot tubuh ketika isi perutnya melonjak ke mulut. Alvaro mati-matian menahan untuk tidak muntah, ia menelan kembali isi perutnya itu membuat perih di mata dan hidung.

Meski ini bukan pertama kali melihat mayat, ia tetap tidak terbiasa dengan tekanan batin yang dihasilkan saat melihat isian manusia menampakan diri dari tempatnya.

Terdengar langkah kaki yang mendekat dari arah ia datang. Pastinya itu adalah siswa eksekutif, berarti sudah ada orang yang melapor. Ini terlalu cepat, batin Alvaro.

Ia mengaktifkan kekuatan tembus pandang miliknya menjadikannya tak terlihat. Dan melangkah mundur dari TKP. Terlihat siswa eksekutif berlarian dan masuk ke bangunan itu.

Alvaro terpaksa mundur meninggalkan TKP, ia tak sempat mengumpulkan bukti apa-apa karena waktu yang sangat singkat.

Sebelum ia benar-benar pergi, Ravi terlihat dari sedang berbincang dengan seorang siswa eksekutif dengan wajah yang serius dan juga ada Zaela yang sedang memperhatikan pintu yang tergeletak di lantai lalu matanya menoleh untuk mencari petunjuk. Gadis itu bahkan menatap tajam ke arah Alvaro.

Tetapi itu hanyalah kebetulan belaka, karena Alvaro masih berada di mode tembus pandang. Terbukti ketika Zaela menoleh ke arah lain tanpa memperdulikan Alvaro.

Langkah awal penyelidikan ini berakhir buruk.

1
Luna de queso🌙🧀
Dialog yang autentik memberikan kehidupan pada cerita.
Garl4doR: Baguslah kalau kamu suka :3 Trims buat apresiasinya ya :) stay tune untuk bab² selanjutnya/Grin/
total 1 replies
emi_sunflower_skr
Aku terpukau dengan keindahan kata-kata yang kamu gunakan! 👏
Garl4doR: Terima kasih/Smile/ Author ini jadi semangat karena komen mu/Smirk/ Terus berkembang adalah prinsip mimin/Applaud/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!