Balqis Azzahra Naura atau akrab di sapa Balqis, terpaksa menerima tawaran gila dari seorang pria beristri yang juga CEO di perusahaan tempat dia bekerja sebagai sekretaris. Faaris Zhafran Al-Ghifari, CEO yang diam-diam menyukai sekretaris nya sendiri, saat dia tau gadis itu butuh uang yang tak sedikit, dia memanfaatkan situasi dan membuat gadis itu tak bisa menolak tawaran nya. Tapi setelah melewati malam panas bersama, Faaris menjadi terobsesi dengan Balqis hingga membuat sekretaris nya merangkap juga menjadi pemuas nya. Tapi suatu hal yang tak terduga terjadi, Elma pergi untuk selamanya dan membuat Faaris menyesal karena telah menduakan cinta sang istri. tanpa dia tau kalau Elma dan Balqis memiliki sebuah rahasia yang membuat nya rela menjadi pemuas pria itu. Saat itu juga, Balqis selalu datang memberi semangat untuk Faaris, selalu ada saat pria itu terpuruk membuat Faaris perlahan mulai mencintai Balqis dengan tulus, bukan hanya sekedar nafsu semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rha Anatasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Setelah sampai di rumah sakit, Faaris dan Balqis segera mencari dimana ruangan tempat ibu nya di rawat, hingga Balqis melihat tetangga nya yang sedang duduk di kursi tunggu, buru-buru Balqis mendekati nya, di ikuti Faaris di belakang nya.
"Bibi, gimana Ibu?" Tanya Balqis dengan nafas yang tersengal, raut wajah nya menyiratkan ke khawatiran yang begitu kentara.
"Ibu mu masih di tangani dokter." Jawab bibi tetangga nya Balqis, begitu melihat Balqis wanita paruh baya itu langsung berdiri dari duduk nya.
"Tadi Bibi nemuin ibu gimana?"
"Tadi Bibi kan nganterin baju kotor buat ibu kamu cuci, tapi pas bibi kesana ibu kamu udah tergeletak gak sadarkan diri di lantai, kepala nya berdarah, Balqis. Bibi panik, yaudah bibi bawa kesini, terus nelpon kamu." Jelas nya membuat tangis Balqis pecah.
Tak tega, Faaris meraih tubuh Balqis ke dalam pelukan nya, berusaha menenangkan perempuan itu. Balqis juga tak menolak, dia memang butuh sandaran saat ini.
"Jangan menangis Balqis, ibu mu akan baik-baik saja." Ucap Faaris.
"Ya sudah, karena kamu sudah disini. Bibi pulang dulu, takut nya Rifki nyariin. Semoga ibu mu cepat sembuh ya, Balqis."
"Terimakasih ya Bi," Ucap Balqis.
"Sama-sama, bibi pamit dulu ya. Permisi," Jawab ibu paruh baya itu lalu pergi dari hadapan Balqis dan Faaris. Dia tak berani banyak bertanya tentang siapa laki-laki yang bersama Balqis, bahkan berani memeluk Balqis di tempat umum, mungkin kekasih Balqis, begitu pikirnya.
"Eemm, tuan maaf saya membuat pakaian anda kotor." Ucap Balqis, dia melihat kemeja putih yang Faaris pakai basah, entah karena air mata atau ingus nya.
"Tak masalah Balqis, kamu butuh bahu untuk bersandar?" Tawar Faaris.
"Ti-tidak tuan, terimakasih." Tolak Balqis, meski pun sebenarnya dia memang butuh bahu itu, tapi tidak pada Faaris juga. Dia sadar benar kalau pria di depan nya adalah pria beristri, lagi pun hubungan nya dengan Faaris hanya sebatas atasan dan bawahan, tidak lebih dan jangan berharap lebih.
"Balqis.."
"Iya tuan.."
"Sebenarnya penyakit ibu mu apa?" Tanya Faaris.
"Penyakit ibu saya banyak tuan, asma, gagal ginjal juga. Harus nya rutin cuci darah setiap bulan, tapi saya tidak mampu membayar tagihan nya, jadi hanya melakukan nya 3 bulan sekali." Jawab Balqis.
"Itu pasti membuat kesehatan ibu mu memburuk Balqis."
"Hanya itu yang mampu saya lakukan, Tuan." Jawab Balqis.
Diam-diam, Faaris memperhatikan wajah cantik sekretaris nya. Balqis benar-benar cantik, meski penampilan nya sangat sederhana, jauh dari kriteria nya dulu.
Tak lama, pintu terbuka dan menampilkan dua orang berpakaian serba putih, dengan masker yang menutupi wajah nya.
"Keluarga Ibu Fatma?"
"Saya anak nya, Dok." Jawab Balqis cepat, perempuan itu segera berdiri dari duduk nya dan mendekati dokter itu, begitu juga dengan Faaris.
"Begini Nona, kesehatan ibu anda semakin memburuk."
"Lalu harus bagaimana dokter? Lakukan saja yang terbaik untuk ibu saya." Jawab Balqis.
"Ibu Nona harus segera di operasi, kalau tidak keadaan nya akan semakin memburuk."
"Tap-tapi dari mana saya mendapat kan uang nya, Dok?" Keluh Balqis.
"Bisa di lunasi dua hari setelah operasi, kami khawatir kalau tak segera di tangani, nyawa ibu anda dalam bahaya."
"Lakukan operasi nya Dok, lakukan yang terbaik." Jawab balqis yakin, entah darimana dia akan mendapatkan uang nya, itu akan dia pikirkan nanti, yang jelas sekarang ibu nya harus segera di tangani.
"Baik, kami akan menyiapkan semua prosedur operasi nya Nona. Kami permisi dulu," Pamit kedua dokter itu, dokter yang sama kalau ibu nya melakukan cuci darah.
Balqis menyandarkan tubuh nya di dinding, air mata nya luruh seketika, tak ada yang menyangka kalau ibu Fatma mempunyai penyakit berat, karena setiap hari nya dia masih mampu mencuci pakaian dari rumah ke rumah.
"Balqis.."
"Maaf tuan, sebaiknya anda pulang saja."
"Are you okay?" Tanya Faaris. Balqis menatap Faaris dengan mata yang berkaca-kaca, lalu menggelengkan kepala nya pelan.
Faaris kembali mengambil langkah yang cukup berani dengan kembali memeluk Balqis, menyandarkan kepala sekretaris nya di dada bidang nya, mengusap lembut kepala Balqis.
"Maaf tuan, ini tidak pantas di lakukan oleh sekretaris dan atasan nya."
"Tak masalah Balqis, ini di luar kantor." Jawab Faaris, tapi tetap saja Balqis tak bisa menolak pelukan Faaris, karena dia sangat membutuhkan nya saat ini.
"Maaf tuan, sebaiknya anda pulang saja."
"Kenapa? Kau terganggu dengan kehadiran ku disini?" Tanya Faaris.
"Hanya tidak nyaman Tuan." Jawab Balqis.
"Baiklah, kalau kau keadaannmu tak baik jangan dulu masuk kerja."
"Baik tuan, terimakasih." Jawab Balqis, perempuan itu mengusap air mata di ujung mata nya, lalu memaksakan senyum nya.
Faaris tersenyum samar dan mengusap puncak kepala Balqis sekilas, lalu pergi dari rumah sakit. Dia memutuskan pulang saja, ke kantor juga dia takkan bersemangat.
Faaris menaiki mobil nya, supir sudah siap siaga saat melihat tuan nya keluar dari rumah sakit.
"Pulang saja,"
"Baik tuan." Jawab supir itu, lalu segera mengemudikan mobil nya ke rumah besar milik Faaris. Rumah yang selama ini jadi saksi bisu, hidup Faaris yang kesepian.
Singkat nya, Faaris sampai di rumah. Dia melihat mobil sedan berwarna merah terparkir rapi di garasi, dia tau siapa pemilik mobil itu, mertua nya datang untuk menjenguk putri mereka.
Faaris buru-buru masuk ke dalam rumah dengan langkah lebar nya.
"Sudah pulang Faaris?" Tanya Ibu mertua nya.
"Ehh, sudah Bu." Jawab Faaris, menunjukan sedikit senyum nya.
"Kemarilah, duduk disini. Ada yang ingin kami bicarakan."
Faaris menurut dan duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan kedua orang tua istri nya.
"Ada apa Pak, Bu?" Tanya Faaris.
"Sudah 3 tahun Faaris, apa kamu tak kepikiran untuk menggantikan Elma?"
"Maksud Ibu apa? Elma istri Faaris, dan satu-satunya wanita yang akan Faaris cintai seumur hidup." Jawab Faaris penuh keyakinan, padahal saat ini hati nya mulai bercabang pada sekretaris nya.
"Tapi Elma lumpuh Faaris, kamu laki-laki sempurna yang normal, punya hawa nafsu. Mampu kah bertahan dengan Elma selama nya? Bagaimana kalau Tuhan berkehendak lain, Faaris?"
"Jadi secara langsung Ibu meminta ku untuk menikah lagi dan melupakan Elma ? Tidak Bu! Jangan mendahului takdir, siapa yang tau kalau ternyata Elma bisa sembuh seperti sedia kala." Jawab Faaris.
"Ibu menyayangi mu seperti anak ku sendiri Faaris, kalau saja Elma normal dan sehat seperti kebanyakan istri lain, Ibu takkan pernah mengatakan hal semacam ini, Faaris. Ibu mana yang rela putri nya di duakan suami nya? Takkan ada, tapi ibu paham benar keadaan nya saat ini."
"Untuk saat ini tidak Bu! Aku masih ingin memperjuangkan pengobatan untuk Elma." Jawab Faaris, mata nya menatap langsung pada kedua orang tua Elma.
"Baiklah, kalau ada wanita yang kamu sukai, bilang pada kami." Ucap ayah Elma.
Bukan berarti mereka tak menyayangi putri mereka yang tengah sakit, tapi mereka juga tak bisa egois dengan memaksakan kehendak nya pada Faaris, padahal mereka tau bagaimana keadaan putri mereka yang tak bisa apa-apa saat ini.
Masuk
"Beristirahat lah Faaris, kau pasti kelelahan memikirkan semua ini, pekerjaan dan penyakit Elma pasti sangat menguras pikiran mu."
"Baik Bu, terimakasih. Apa Elma baik-baik saja?"
"Iya, tadi Ibu sudah menyuapi nya dan memberi nya obat."
Jawab ibu Elma, membuat Faaris tersenyum.
"Benarkah? Dia mau makan? Akhirnya."
"Memang nya kenapa? Apa Elma susah makan?"
"Iya Bu, belakangan ini Elma susah makan, bahkan di bujuk sekali pun." Keluh Faaris, memang beberapa hari ini Elma mogok makan, tepat nya setelah kejadian salah beli bunga hari itu.
"Kau melakukan kesalahan, Faaris?"
"Ti-tidak Bu, hanya sedikit kesalah pahaman saja." Jawab Faaris, tentu nya dia tak mau jujur pada ibu mertua nya tentang kejadian hari itu.
"Baiklah, kalau kau tak mau bicara dengan Ibu. Mungkin lain kali kau akan lebih terbuka pada ibu mu ini."
"I-iya Bu." Jawab Faaris dengan senyum kecut yang di paksakan.
"Ibu sama bapak mau pulang dulu, mungkin esok atau lusa kesini lagi."
"Baik bu, hati-hati di jalan."
Jawab Faaris, lalu memeluk singkat kedua mertua nya yang sudah dia anggap seperti orang tua nya sendiri.
Sebagai anak yang kekurangan kasih sayang orang tua dari kecil, membuat dia dekat dengan mertua nya. Orang tua Danish tewas dalam suatu kecelakaan saat dia masih berusia 3 tahun, usia yang masih sangat kecil untuk paham artinya kehilangan. Dia di besarkan oleh paman dan bibi nya, tapi tepat setahun setelah pernikahan kedua nya meninggal karena sakit, mungkin karena faktor usia juga.
Setelah kepergian kedua mertua nya, Faaris pergi ke kamar nya. Dia melihat istri nya tengah tertidur lelap, dia merasa iba melihat tubuh istri nya kurus kering. Belum lagi beberapa hari ini dia mogok makan.
"Sayang, Mas pulang.." Ucap Faaris pelan.
Elma yang mendengar suara suami nya langsung membuka kedua mata nya, dia tersenyum saat melihat suami nya jam segini sudah ada di rumah lagi.
"Ma-sih siang, kok su-dah pu-lang Mas?" Tanya Faaris.
"Gak mood kerja Yang, lagian Balqis nya izin ibu nya sakit." Jawab Faaris sambil memijat kaki istri nya.
"Sa-kit apa Mas?" Tanya Elma pelan.
"Gagal ginjal, kata dokter keadaan nya parah, gara-gara cuci darah nya telat kayaknya, harus di operasi." Jawab Faaris.
"Te-rus gima-na Mas?"
"Ya gimana lagi, harus di operasi kalau nggak pasti keadaan nya makin parah dari sekarang."
"Mas, ken-apa tau?"
"Tadi Mas nganterin Balqis ke rumah sakit, soalnya dia udah hampir setengah jam nyari taksi tapi gak ada juga, kebetulan Mas mau pulang, jadi anterin dulu kasian." Jelas Faaris.
"Baik-lah Mas.."
"Bagaimana keadaan mu sayang? Merasa lebih baik?" Tanya Faaris.
"Iya, le-bih baik dari kema-rin Mas." Jawab Elma .
"Syukurlah, semoga keadaan mu semakin membaik sayang."
"Apa ka-ta dok-ter Mas?"
"Hanya pembicaraan sederhana tentang keadaan mu, Sayang. Semua nya baik-baik saja, tenang lah." Elma hanya tersenyum, dia merasa lega meskipun hati nya ragu. Kemarin dokter yang menangani nya datang dan bicara cukup lama dengan Faaris.
Di rumah sakit, Balqis masih menunggui ibu nya sadar. Sejak tadi ibu nya belum menunjukan tanda-tanda akan siuman, padahal sudah lebih dari 7 jam.
"Ibu, bangun Bu. Maafin Balqis yang gak bisa jagain Ibu." Ucap Balqis lirih, dia mengecup punggung tangan keriput ibu nya.
Sungguh demi apapun dia merasa dunia nya hancur, saat melihat keadaan ibu yang lemah tak berdaya seperti saat ini, mengingat hanya ibu nya lah satu-satunya yang dia punya saat ini.
"Nak.."
"Ibu? Ibu sudah bangun? Ahh syukurlah." Balqis tersenyum senang saat melihat ibu nya sudah sadar.
"Maafkan ibu Balqis, ibu sudah banyak menyusahkan mu."
"Tidak Bu, Ibu tidak pernah menyusahkan Balqis." Jawab Balqis, kedua mata nya berkaca-kaca.
"Maaf Balqis, harus nya di usia mu saat ini kamu sudah berkeluarga, tapi kamu malah sibuk mengurus Ibu yang penyakitan."
"Ibu gak boleh bicara seperti itu, ini sudah tugas Balqis dan Balqis tak pernah keberatan jika harus mengurus Ibu."
"Ri-ana, sakit.." Keluh Ibu Fatma dengan nafas yang tersengal dan tangan yang memegangi dada nya.
"Ibu kenapa Bu? Tunggu sebentar, Balqis panggil dokter dulu." Balqis berlari keluar dari ruangan ibu nya dengan panik.
Tak membutuhkan waktu lama, Balqis sudah kembali dengan dua orang dokter yang biasa menangani penyakit berat seperti penyakit Ibu Fatma.
"Keadaan nya semakin memburuk Nona, kita harus segera melakukan tindakan!"
"Lakukan dok, lakukan yang terbaik saya mohon. Saya janji akan melunasi tagihan nya besok pagi." Jawab Balqis.
"Baik Nona, kami akan melakukan operasi malam ini juga."
Balqis menganggukan kepala nya, setelah menyetujui tindakan operasi yang harus di lakukan malam ini juga, Balqis keluar ruangan dan terduduk lemas di lantai.
"Darimana aku mendapatkan uang 300 juta dalam waktu semalam?" Gumam Balqis, dia menutup wajah nya dengan kedua tangan, merasa frustasi juga putus asa.
"Apa tuan Faaris mau membantu ku?" Gumam Balqis, tiba-tiba saja dia teringat dengan bos nya itu.
"Tapi, apa yang akan di pikirkan istri nya kalau aku menelpon nya malam-malam begini?"
"Apa aku harus ke rumah nya? Tapi aku tak tau dimana, ohhh ayolah Balqis!"
Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Balqis memutuskan untuk menghubungi Faaris. Tangan nya gemetar saat dia menunggu pria itu mengangkat panggilan nya.
"Hallo.." Jawab suara di seberang sana.
"Maaf tuan saya mengganggu waktu istirahat anda."
"Ya, tak apa Balqis. Ada apa?"
"Maaf tuan, bisa kah saya meminjam uang untuk biaya operasi ibu saya?" Tanya Balqis, dia menggigit bibir nya sendiri, menunggu jawaban dari pria itu.
"Sebaiknya kau bicara langsung, aku tunggu di cafe yang ada di depan rumah sakit."
"Ba-baik tuan." Jawab Balqis terbata.
Sejujurnya dia merasa tak nyaman jika harus berdekatan dengan Faaris, tapi mau bagaimana lagi, pria itu adalah satu-satunya harapan terakhir Balqis.
****