Namanya Tegar, pemuda dengan pembawaan ceria tapi hatinya penuh dengan dendam.
Di depan kedua matanya, Tegar kecil harus menyaksikan kedua orang tua meregang nyawa dan kakaknya digilir di rumahnya sendiri, oleh sekelompok orang.
Yang lebih menyakitkan, para penegak hukum justru tunduk pada orang-orang tersebut, membuat dendam itu semakin dalam dan melebar.
Beruntung, Tegar mendapat keajaiban. Sebuah sistem dengan misi layaknya pesugihan, Tegar menemukan jalan yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengumpulkan Misi
Di tengah suasana kota, di antara lalu lalang kendaraan, sebuah mobil mewah berplat warna khusus, melaju dengan kecepatan sedang. Di dalam mobil tersebut, terdapat dua orang pria dan salah satu diantaranya, seorang pria berusia sekitar empat puluh delapan tahun, sedang asyik melakukan pembicaraan melalui panggilan telfon.
"Kita mampir ke gedung Kobam grup, No," ucap pria tersebut pada pria lain yang diberi tugas mengendalikan mobil tersebut.
"Baik, Pak," jawab sang sopir.
Setelah mendapat perintah, mobil melaju ke arah lain sesuai perintah. Sedangkan sosok berseragam aparat yang baru saja memberi perintah nampak tersenyum senang.
Tidak butuh waktu lama, mobil yang ditengarai sebagai mobil dinas para pegawai pemerintahan karena berplat warna khusus, sampai di lokasi tujuan.
Kedatangan mobil tersebut tentu saja menarik perhatian banyak mata dan seketika itu juga, mobil itu langsung diburu oleh orang-orang yang berprofesi sebagai pemburu berita.
"Maaf, untuk saat ini saya belum bisa memberi jawaban apapun, terkait video tersebut," ucap pria berpangkat tersebut, menjawab pertanyaan dari para wartawan.
Setelah itu, pria tersebut dengan sopan pamit kepada para wartawan dan dia melangkah, memasuki gedung Kobam grup.
"Selamat datang, Pak Suryo," sapa seorang pegawai wanita begitu pria berseragam menghampirinya.
Pria yang dipanggil Pak Suryo itu lantas tersenyum. "Apa Tuan Gunawan ada?"
"Ada, Pak," jawab wanita yang menjabat sebagai sekretaris. "Kebetulan, Bapak sedang ditunggu. Mari saya antar."
Pak Suryo mengangguk dengan senyum yang belum pudar dari bibirnya. Pria itu melangkah mengikuti wanita berpakaian rapi tapi nampak sangat seksi.
"Wah, selamat datang, Pak Surya, selamat datang, silahkan duduk," sambut pemimpin Kobam grup begitu melihat kedatangan orang berpengaruh ke ruang kantornya. Mereka pun saling berjabat tangan.
"Sepertinya, anda sedang memilki banyak waktu senggang, Tuan Gunawan," balas Pak Suryo sambil tersenyum lebar penuh basa basi.
"Demi menyambut kedatangan anda, tentunya saya harus meluangkan waktu khusus Pak," jawab Gunawan.
"Hahaha... anda bisa saja," balas Pak Suryo. Pria itu juga menyapa orang-orang yang sudah terlebih dahulu berada di ruang tersebut karena ada pembicaraan serius yang sedang mereka bahas.
"Jadi kekacuan apa yang dilakukan oleh anak-anak anda kali ini?" tanya Pak Suryo begitu pria itu duduk di sofa yang telah disediakan.
"Hanya sebuah kenakalan anak muda, Pak Suryo," Hendrawan yang menjawab. "Mungkin anda sudah mendengar informasi panas yang terjadi pagi ini."
Suryo menunjukan senyum simpulnya. "Yah, saya tadi mendengar informasi dari bawahan saya. Untuk kasus ini saya rasa cukup sulit, Tuan-tuan. Dilihat dari videonya, saya tidak menemukan celah, untuk membantah keaslian video tersebut."
"Apa anda tidak bisa mengusahakannya, mencari solusi terbaik, agar video itu tidak sampai di meja hukum?" tanya Darmawan.
"Cukup susah, Tuan Darmawan," balas Pak Suryo. "Apa lagi pesta seperti itu, sangat tidak etis dilakukan di negara yang warganya masih menganut sistem adab dan agama yang sangat kental. Keadaan itu juga bisa lebih parah lagi, jika dalam pesta tersebut terdapat obat-obatan terlarang yang mendukungnya. Hal ini yang bisa memicu hukuman semakin berat. Apa lagi lokasi kejadian, diluar daerah kekuasan saya, ini akan sangat menyita cukup banyak waktu karena prosesnya bakalan panjang."
Gunawan dan rekan-rekannya sontak saling pandang beberapa saat, seperti sedang memberi kode satu sama lainnya. Lalu, salah satu dari mereka, mengangkat sebuah koper dan menaruhnya di atas meja. Begitu koper dibuka, kedua mata Suryo langsung berbinar dengan senyum yang begitu lebar.
"Apa segini cukup, Tuan Suryo?" ucap Hartawan.
"Hahaha... saya jadi merasa tidak enak hati, Tuan," ujar Pak Suryo. "Baiklah, akan saya usahakan, kasus video itu tidak akan bisa sampai menyentuh hukum." Dengan sangat yakin pria itu mengambil alih koper yang berisi tumpukan sejumlah uang.
"Kami percaya, anda pasti mampu melakukannya, Pak Suryo," balas Hendrawan. "Selama ini, anda tidak pernah mengecewakan kami. Jadi kami yakin, kami menyerahkan kasus ini kepada anda."
"Baiklah, Tuan-tuan, saya akan melakukan sesuai kemampuan saya," balas Pak Suryo. "Apa ada yang tahu, siapa akun yang pertama kali menyebar video itu?"
"Nama akunnya Mutia Maharani," jawab Gunawan. "Tapi waktu saya menanyakan kepada anak saya, tidak ada yang bernama Mutia dalam pesta itu."
"Mutia Maharani?" Suryo bertanya-tanya. "Kenapa saya kaya pernah mendengar nama itu?"
"Nama wartawan wanita yang dulu melawan kami," Hendrawan yang menjawab. "Sekitar enam tahun yang lalu, apa anda masih ingat?"
Suryo langsung mencoba mengingatnya. "Ah, saya tahu," ujarnya beberapa menit kemudian. "Wartawan yang mengalami depresi berat kan?"
Hendrawan mengiyakan. "Tapi nggak mungkin kalau akun ini dia yang melakukannya kan?"
"Mana mungkin?" ujar Darmawan. "Wanita itu katanya sudah menyusul orang tuanya di alam kubur."
"Iya juga sih," balas Hendrawan.
"Tapi seingat saya, bukankah dia memiliki seorang adik?" ujar Suryo. "Kalau tidak salah, dulu dia jadi saksi atas kasus yang terjadi pada Kakak dan orang tuanya."
"Kita tahu," balas Hartawan. "Tapi mana mungkin ini perbuatan dia."
"Benar juga, mungkin anak itu, sekarang juga terpuruk karena hidup sendirian di dunia ini," ujar Suryo. Pria itu pun kembali mengucapkan kata manis agar Gunawan tidak terlalu memikirkan kasus yang akan menjerat anaknya.
#####
Tak jauh dari gedung Kobam grup, seorang anak muda nampak duduk santai di atas motornya. Meskipun udara panas terasa sangat menyengat, anak muda itu seakan tidak peduli. Dia tetap bertahan di sana, menunggu kedatangan sosok tak kasat mata yang sedang menjalankan tegas.
"Fiza?" Tubuh anak itu agak terjengat kala tiba-tiba ada yang menyentuh pinggang kanannya. Seketika Fiza langsung tertawa dan menyerahkan ponsel kepada si anak muda.
"Apa Mutia Maharani itu nama kakak anda?" Tiba-tiba Fiza melempar pertanyaan yang membuat Tegar tertegun sejenak.
"Apa mereka membahasnya?" bukannya menjawab, Tegar malah melempar pertanyaan balik.
"Yah, anda bisa melihatnya dalam video," balas Fiza. "Jadi, anda sengaja memakai akun bernama Mutia Maharani untuk menakut-nakuti mereka?"
"Bukan hanya menakut-nakuti," balas Tegar. "Aku menggunakan nama kakak agar mereka selalu ingat dosa yang mereka lakukan dan mereka menyadari kalau semua yang sedang terjadi pada mereka, adalah sebuah balasan yang harus mereka tanggung."
"Saya mengerti," ucap Fiza. "Sekarang, kita kemana lagi?"
Senyum Tegar seketika terkembang. "Ke tempat dimana Gunawan akan semakin stres dengan segala masalah yang terus bermunculan."
"Tempat apa itu?"
"Naiklah. Nanti kamu akan tahu setelah kita sampai."
Tanpa banyak bersuara, Fiza langsung mematuhi perintah pria yang bisa merasakan kehadirannya. Tegar melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.
Setelah menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit, Tegar sampai di lokasi yang dia tuju. Baru saja Tegar menghentikan laju motornya, mata anak muda itu tak sengaja memandang sebuah kejadian yang membuat Tegar geram.
"Fiza, bersiaplah, sekarang kita jalankan rencana selanjutnya."
"Siap, Tuan!"