Kehamilan merupakan sebuah impian besar bagi semua wanita yang sudah berumah tangga. Begitu pun dengan Arumi. Wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memiliki impian agar bisa hamil. Namun, apa daya selama 5 tahun pernikahan, Tuhan belum juga memberikan amanah padanya.
Hanya karena belum hamil, Mahesa dan kedua mertua Arumi mendukung sang anak untuk berselingkuh.
Di saat kisruh rumah tangga semakin memanas, Arumi harus menerima perlakuan kasar dari rekan sejawatnya, bernama Rayyan. Akibat sering bertemu, tumbuh cinta di antara mereka.
Akankah Arumi mempertahankan rumah tangganya bersama Mahesa atau malah memilih Rayyan untuk dijadikan pelabuhan terakhir?
Kisah ini menguras emosi tetapi juga mengandung kebucinan yang hakiki. Ikuti terus kisahnya di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rayyan VS Raihan
Happy reading 🍃
Rayyan baru saja memasuki kamarnya di lantai dua. Kamar yang sudah selama delapan tahun dia tinggalkan. Kamar yang memberikan banyak kenangan indah sekaligus kenangan buruk. Pria itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Semua furnitur, aksesoris dan medali maupun piala masih tersimpan rapi di dalam lemari kaca yang khusus dibeli untuk memajang semua koleksi penghargaan yang diraih selama dia mengenyam pendidikan di tingkat sekolah dulu.
Perlahan, Rayyan berjalan menghampiri sebuah nakas lalu meraih pigura. Seorang wanita berkerudung dengan pakaian serba tertutup tengah tersenyum sembari memeluk anak laki-laki berusia sebelas tahun. Foto itu diambil dua tahun sebelum wanita itu meninggal akibat penyakit yang dideritanya.
Rayyan mengusap pigura itu dengan lembut. "Ma, aku sudah kembali. Walau berat hati ini kembali ke rumah tetapi aku rela demi melindungi harta kekayaan yang sudah susah payah Mama hasilkan agar tidak jatuh ke tangan orang-orang tamak seperti Lena dan putranya."
Setelah puas memandangi foto sang mama, Rayyan meletakkan koper di dekat tempat tidur. Dengan napas yang berat, dia merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk berukuran king size. Tak bisa dipungkiri, hatinya masih terasa sakit bila mengenang kejadian di masa lalu. Kejadian yang membuatnya harus kehilangan kehangatan sebuah keluarga dan kehilangan sang mama dalam waktu bersamaan.
Akibat terlalu lelah, kelopak mata pria itu perlahan mulai terpejam. Detik berikutnya Rayyan sudah berlayar ke pulau kapuk.
Di saat Rayyan sedang terlelap, Lena masih termenung di ruang tamu. Sudah hampir satu jam wanita anggun itu duduk di depan televisi tanpa memperhatikan acara yang sedang berlangung. Hingga sebuah suara mengembalikan lagi kesadarannya.
"Assalamu a'laikum." Seorang pria muda melangkah masuk ke dalam rumah.
Raihan Firdaus, pria tampan berusia dua puluh enam tahun dengan perawakan hampir mirip dengan Rayyan melangkah maju ke ruang keluarga.
Raihan adalah adik tiri Rayyan. Kedua pria itu adalah anak Firdaus tetapi beda ibu. Rayyan memiliki paras mirip mendiang Mei Ling dengan wajah oriental, kulit kuning langsat dan bermata sipit. Sementara Raihan, pria itu pun tak kalah tampan dari sang kakak. Daya tarik pria itu terletak pada bagian dagu yang terbelah sehingga membuat kaum Hawa tergila-gila padanya.
Lena tampak terkejut dengan kehadiran putra tercinta. Wanita paruh baya itu merubah posisi duduk kala Raihan duduk di sampingnya.
"Mama kenapa diam saja? Sejak tadi Raihan mengucapkan salam tetapi kenapa tidak dijawab! Bukankah sebagai umat muslim apabila ada seseorang yang mengucapkan salam wajib hukumnya menjawab salam itu?"
"Oh iya. M-mama lupa, Nak. jawab Lena terbata-bata. "Wa'alaikum salam."
Wanita paruh baya itu terdiam sejenak di tempat duduknya. Masih lekat di dalam ingatan bagaimana Rayyan membentak dirinya dengan sorot mata penuh dengan kebencian. Tatapan mata yang seolah mengatakan akibat kehadirannya Mei Ling pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
"Mama tidak apa-apa," jawab Lena. Wanita itu berusaha tersenyum meski di terlihat seburat kesedihan di dalam sana.
Raihan meraih tangan Lena, lalu menciumi tangan itu dengan lembut. "Kalau Mama ada massalah, jangan sungkan untuk cerita padaku. Aku siap menjadi pendengar setia sama seperti dulu ketika aku masih kecil. Dengan sabar Mama mendengarkan ocehanku yang terdengar aneh."
Ibu dan anak itu saling tersenyum. Bercengkrama bersama seraya mengingat betapa bahagiannya dulu hidup mereka. Keluarga sederhana tetapi penuh dengan kasih sayang.
Hingga kebersamaan itu harus terhenti ketika Bi Elis datang dan merusak suasana.
"Makanan untuk Den Rayyan mau disiapkan sekarang atau tunggu sampai makan malam tiba, Nya?"
Raihan menatap Lena penuh selidik. Terlihat dari sorot mata pria itu begitu tajam dan menusuk hingga membuat wanita paruh baya itu meremang.
"Jadi gara-gara Mas Rayyan, Mama melamun?" tanya Raihan penuh selidik. "Kenapa Mama tidak cerita padaku kalau Mas Rayyan akan kembali hari ini?"
"Jika aku tahu dia akan pulang hari ini, tadi pagi aku tidak perlu berangkat mengajar di kampus," sungut Raihan.
"Nak, kenapa Mama harus cerita padamu. Ini rumah Rayyan juga. Dia berhak tinggal di sini bersama kita," bela Lena. Wanita paruh baya itu berusaha merayu Raihan agar tidak terpancing emosi hingga menyebabkan perkelahian antar saudara.
"Untuk apa Mama membela anak durhaka seperti dia! Mama tahu kan, selama ini bagaimana sikap dia terhadap kita. Mas Rayyan selalu menyalahkan aku dan Mama atas insiden kecelakaan yang menyebabkan Tante Mei Ling meninggal dunia."
"Laki-laki itu tidak pernah menganggap kita ada. Jadi, untuk apa dia kembali ke rumah ini jika akhirnya akan membuat rumah ini seperti neraka lagi," ucap Raihan frustasi. Pria tampan yang berprofesi sebagai dosen di salah satu fakultas keperawatan itu menyugar rambut dengan kasar.
"Raihan. Jaga ucapanmu!" teriak Lena.
Bi Elis yang sedari tadi berdiri di sudut ruangan hanya membeku tak berani branjak dari tempat. Dengan mata dan kepalanya sendiri dia harus menyaksikan pertengkaran antara anak dan ibu. Dia tidak menyangka kemunculannya akan merusak suasana.
"Seharusnya tadi aku jangan muncul di saat Den Raihan sedang bersama Nyonya. Kalau sudah begini kan jadi kacau," batin Bi Elis.
"Kenapa, Ma? Ingin memukulku karena sudah berkata lancang tentang Mas Rayyan?" Sorot mata Raihan memancarkan kilatan emosi. Gigi pria itu gemeretak saling beradu membuat Lena menurunkan egonya sedikit.
"Nak, bagaimana pun juga dia adalah Kakakmu. Hormati Rayyan dan jangan mudah terpancing emosi. Kamu tahu kan sifat Rayyan seperti apa selama ini." Lena menyentuh pundak Raihan berharap agar emosi pria itu padam. "Jadi, mengalah-lah demi kebaikan bersama."
Raihan bangkit dari kursi. Dengan penuh emosi dia berkata, "Mengalah? Selama ini kita selalu mengalah, Ma. Mau sampai kapan lagi aku membiarkan Mas Rayyan membentak, memarahi dan melihat sikap pria itu semena-mena terhadap Mama."
"Kali ini aku tidak akan tinggal diam. Jika dia ingin tinggal bersama kita maka Mas Rayyan harus menghormati Mama sebagai Nyonya rumah ini."
Tanpa mereka sadari, sejak tadi Rayyan sudah berdiri di depan pembatas tangga. Pra itu menyeringai ke arah Lena dan Raihan. "Menghormati ja*ang seperti Mamamu?" tanya pria itu sinis. "Tidak akan pernah aku lakukan, selama dia masih menjadi istri Papaku!"
"Dasar brengsek!" Raihan berlari menaiki anak tangga.
Hati Raihan semakin memanas ketika mendengar wanita yang amat dicintai dihina di depan mata oleh kakak tirinya sendiri. Dengan gerakan cepat, Raihan menarik kerah kemeja kerja milik Rayyan. Kedua tubuh tinggi menjulang itu saling berhadapan dengan tatapan mata saling memandang.
"Katakan sekali lagi, kamu panggil Mamaku apa hah?" tanya Raihan dengan suara lantang. Pria itu memberikan tatapan seolah ingin membunuh lawan di hadapannya.
Dengan santainya Rayyan berkata, "Ja... *ang!"
Bugh!
Sebuah pukulan keras mengenai wajah tampan Rayyan. Wajah yang semula mulus bersih tanpa cacat kini lebam akibat bogeman mentah diberikan oleh Raihan. Raihan kembali berniat memberikan hadiah istimewa untuk kakaknya itu tetapi suara berat seorang pria paruh baya menghentikan gerakannya.
"Apa yang kalian lakukan? Mau jadi preman di rumahku?" teriak Firdaus.
Raihan segera menghentikan geraknnya di udara, berusaha menahan agar tangan itu tidak mendaratkan lagi sebuah tamparan di wajah Rayyan. Rahang pria itu gemetar, matanya memerah membuat Lena, Bi Elis dan penjaga rumah ketakutan sebab kedua pria muda yang tengah berkelahi di lantai dua ahli dalam ilmu bela diri.
"Kalian berdua ikut Papa ke ruang baca!" titah Firdaus.
"Aku akan terus memberikan pukulan keras di wajahmu bila kamu masih menghina Mamaku!" ancam Raihan seraya berjalan menuruni tangga.
"Cih! Kamu pikir aku takut." Rayyan berdecih sambil mengusut darah segar yang mengalir di sudut bibir. "Permainan baru saja dimulai!"
Bersambung
.
.
.
Halo, semua. Jangan sampai mager ya kasih like untuk otor remahan rengginang ini. Terima kasih. 🥰
😢😭
Mau menikmati fasilitas dari papa firdaus tapi membenci orang yg selama ini bekerja keras tetap mencari nafkah demi masa depan rayyan
Kesalahan papa firdaus emang membuat sakit hati, tapi keringat yg di keluarkan mencapai kesuksesan rumah sakit yg di pegang rayyan melebihi nyawanya
Tapi kelakuan rayyan melebihi tuhan menghukum orang sampai segitunya 😬