NovelToon NovelToon
Toxic Love

Toxic Love

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen School/College
Popularitas:567
Nilai: 5
Nama Author: Eka Lita

Abigail, seorang murid Sekolah Menengah Atas yang berprestasi dan sering mendapat banyak penghargaan ternyata menyimpan luka dan trauma karena di tinggal meninggal dunia oleh mantan kekasihnya, Matthew. Cowok berprestasi yang sama-sama mengukir kebahagiaan paling besar di hidup Abigail.

Kematian dan proses penyembuhan kesedihan yang tak mudah, tak menyurutkan dirinya untuk menorehkan prestasinya di bidang akademik, yang membuatnya di sukai hingga berpacaran dengan Justin cowok berandal yang ternyata toxic dan manipulatif.

Bukan melihat dirinya sebagai pasangan, tapi menjadikan kisahnya sebagai gambaran trauma, luka dan air mata yang terus "membunuh" dirinya. Lalu, bagaimana akhir cerita cinta keduanya?

© toxic love

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Lita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11 : Bertemu Mantan Kekasih

Malam itu dingin menusuk tulang. Justin, yang biasanya memancarkan aura karisma dan ketenangan, kini tampak gelisah. Sebuah potongan rokok tergeletak di laci, sisa dari kebiasaan buruk yang tak kunjung terhenti. Jas kulitnya yang mahal, yang biasanya dikenakan dengan percaya diri, kini tampak tak bernyawa di tubuhnya. Dia meraih helm di atas nakas, matanya masih berat karena kurang tidur.

Jam menunjukkan pukul sepuluh lewat lima puluh. Bunyi dering ponselnya memecah kesunyian kamar. Sebuah nama, Aurel, tertera di layar. Wanita yang beberapa waktu lalu sempat mengisi hari-harinya. Senyum tipis tersungging di bibir Justin. "Hallo sayang," sahutnya, suaranya berat. "Sebentar lagi aku berangkat." Asap rokok mengepul dari mulutnya, menciptakan siluet aneh dalam ruangan remang-remang.

"Iya, jangan kelamaan ya!" suara Aurel terdengar dari seberang. Justin hanya mengangguk pelan, tanpa menjawab.

Hidup Justin memang penuh paradoks. Di mata banyak orang, dia adalah sosok yang disegani, yang dijuluki 'Most Wanted' di sekolah. Namun, di balik itu semua, dia adalah seorang pria malam, yang hobi berpetualang dengan wanita dan mengendarai motor kesayangannya hingga larut malam. Selain itu, dia juga hobi meminum alkohol dari malam hingga dini hari.

"Justin, mau ke mana kamu malam-malam?" Suara Grace, ibunya, terdengar nyaring dari arah ruang tamu. Perbedaan karakter mereka sering kali membuat hubungan mereka renggang.

"Mau keluar malam lagi? Mau meracuni perutmu dengan alkohol?" tebak Grace tepat sasaran. Nada bicaranya tajam, memperlihatkan kekhawatirannya.

Mata Justin menyala tajam, "Bu, ngga usah khawatir, aku baik-baik aja." Namun, dalam hati, dia tahu, ibunya punya alasan untuk khawatir. Kejadian beberapa bulan lalu masih segar dalam ingatannya. Kejadian yang hampir merenggut nyawanya dan menghancurkan hidup orang lain.

Bayangan masa lalu itu menghantuinya. Saat motornya oleng, menabrak seorang pengendara, dan merenggut nyawa pria malang tersebut. Beruntung, pamannya, seorang polisi, membantunya lolos dari jerat hukum. Namun, rasa bersalah dan trauma itu masih tertanam dalam jiwanya.

"Justin, kamu harus ingat apa yang sudah kamu lakukan!" Grace berusaha mengingatkan, nada suaranya berubah lembut. "Masa depanmu masih panjang, jangan kau sia-siakan dengan tindakan bodohmu lagi."

Justin menggeleng pelan, "Udahlah, Bu, ngga usah terlalu dibesar-besarkan. Yang dulu sudah berlalu. Aku butuh hiburan, Bu. Aku butuh waktu untuk bersenang-senang. Ini masa muda, Bu. Jangan selalu mengurungku dalam kekhawatiranmu."

"Tapi, Justin..."

"Udahlah, Bu, izinkan aku keluar. Nggak usah ribet, ya, Bu."

Grace menghela nafas, pandangannya menyiratkan keraguan. Dia teringat wajah ayahnya, John, yang selalu menentang Justin.

"Biarkan dia pergi," bisik John. "Kita nggak perlu terlalu mengkhawatirkannya. Atau kalau perlu..."

"John!" bentak Grace. "Apa? Siapa yang mengajakmu pergi meninggalkan buah hati kita?"

John, ayah Justin, dikenal sebagai pria yang lembut dan penyayang. Namun, di balik itu semua, dia menyimpan kekhawatiran yang tak pernah terungkap. Dia tahu, Justin adalah anak yang nakal, anak yang bisa menjadi bom waktu yang kapan saja akan meledak.

"Justin, ya?" John mengulang, wajahnya tampak muram. "Bawa pulang kembali anak itu, lalu pukuli. Kalian tidak bisa terus hidup seperti ini. Anak itu pasti akan datang lagi dan lagi untuk membawa masalah bagi kalian!"

Nenek Justin, wanita tua dengan tatapan tajam, muncul dari balik pintu. "Dia harus diberi pelajaran, agar lebih mengerti hidup!"

O0O

Di sebuah club malam, musik bergema dengan lantang. Justin, yang sedang asyik menenggak minuman keras, tersenyum puas. Dia merasa bebas, merasa bisa melepaskan segala beban dan kesedihannya. Asap rokok mengepul dari mulutnya, menciptakan aura misterius di sekelilingnya.

"Demian!" Seorang wanita memanggilnya dari kejauhan. Demian adalah nama asli Justin. Justin Damian Alexandra

"Itu Demian, yang pernah bunuh orang, 'kan?" Bisik dua wanita lain, sambil memperhatikan Justin dengan pandangan curiga.

"Bisa-bisanya lho, nama dia, muka dia, semuanya di-blur di hadapan seluruh awak media waktu dia masuk penjara!"

"Katanya anak 'Bos Besar' memang harusnya diperlakukan begitu!"

"Tapi, 'kan sayang kalau misalnya dia berbuat ulah lagi, orang-orang ngga bakal tau. Kelihatan, tuh dia aja sekarang bisa berpesta." Teman wanitanya mengangguk paham, pandangannya masih tertuju pada sosok Demian yang terkapar lemas di tengah pesta.

Suasana pesta semalam masih terasa di udara. Aroma alkohol, sisa-sisa tawa dan obrolan, serta musik yang masih bergema di telinga, seakan menjadi pengingat akan apa yang telah terjadi. Demian, yang dulu dikenal sebagai 'Most Wanted' di sekolah, kini hanya menjadi bayangan dirinya sendiri. Imej badboy yang melekat padanya tercoreng oleh malam mabuk yang tak terkendali.

Pagi harinya, Demian masih berlagak seperti biasa. Dia menyetir mobilnya, meskipun terlihat jauh lebih linglung. Mata merahnya, rambut yang berantakan, dan baju lusuh semakin mempertegas kondisi tak menentunya. Keadaan itu tak menghentikannya untuk berkata-kata, mulutnya mengoceh tanpa henti, seperti orang yang dirasuki setan.

"Lihat, Pangeran-Mu datang. HAHA!" tawanya bergema di dalam mobil, seolah menantang dunia.

"Lihatin aja, aku tidak akan biarin kamu, untuk deket sama cowok mana pun. Aku yang akan kontrol kamu, dan hidup kamu bakal selamanya ada di bawah pengawasan aku. Aku adalah orang yang suatu hari nanti ngebunuh kamu!" Senyuman gila tersungging di bibirnya, tatapan matanya tajam dan penuh kebencian.

"Demian, balas chat aku yang artinya kamu dalam kondisi aman." Aurel mantan kekasihnya, mengirim pesan, suaranya terdengar khawatir.

Senyum datar dan tipis terukir di wajah Demian. Dia mengernyit pelan, "Basi, aku bahkan ngga bakal perduli kalau misalnya kamu mati. Mati aja, aku ngga perduli!"

Keadaan Demian masih terlihat kacau, namun di balik semua itu, beberapa ingatannya masih tersisa. Senyuman tipisnya mengembang saat nama "Abigail" melintas di benaknya.

Kesadarannya semakin menurun. Alkohol yang telah memabukkannya terlalu banyak, membuatnya merasa panas dan terbakar dari dalam. Ingatannya berputar-putar, bagaikan kaset rusak yang terus mengulang kejadian yang sama. Demian meringkuk di kursi mobilnya, tertidur lelap di tengah jalan. Dia tak peduli dengan kendaraan lain yang melintas, tak peduli dengan bahaya yang mengintai di sekelilingnya.

1
Achazia_
awas naksir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!