NovelToon NovelToon
Alastar

Alastar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Bita_Azzhr17

Alastar adalah sosok yang terperangkap dalam kisah kelam keluarga yang retak, di mana setiap harinya ia berjuang dengan perasaan hampa dan kecemasan yang datang tanpa bisa dihindari. Kehidupan rumah tangga yang penuh gejolak membuatnya merindukan kedamaian yang jarang datang. Namun, pertemuannya dengan Kayana, seorang gadis yang juga terjerat dalam kebisuan keluarganya yang penuh konflik, mengubah segalanya. Bersama-sama, mereka saling menguatkan, belajar untuk mengatasi luka batin dan trauma yang mengikat mereka, serta mencari cara untuk merangkai kembali harapan dalam hidup yang penuh ketidakpastian. Mereka menyadari bahwa meski keluarga mereka runtuh, mereka berdua masih bisa menciptakan kebahagiaan meski dalam sepi yang menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bita_Azzhr17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11. Jalan yang Tak Pernah Sama

Pagi itu, matahari Malang menyapa dengan kehangatan yang lembut. Di apartemen Alastar, suara langkah kecil terdengar dari dapur. Kayana, yang sudah bangun lebih awal, berdiri di depan kompor sambil memegang spatula. Ia mengenakan kaus kebesaran yang dipinjamkan Alastar, rambutnya diikat asal-asalan.

Suara pintu kamar terbuka mengalihkan perhatiannya. Alastar keluar dengan wajah yang masih setengah mengantuk, kaus hitam yang kusut, dan rambut acak-acakan.

“Pagi, Star,” sapa Kayana sambil tersenyum kecil.

Alastar mengerjap, sedikit terkejut melihat Kayana sudah sibuk di dapur. “Pagi. Lo ngapain pagi-pagi gini?”

“Masak. Gue pikir, gue harus ngasih balasan kecil buat lo karena udah nolong gue.”

Alastar berjalan mendekat, melihat isi wajan di atas kompor. “Omong-omong, lo masak apa?”

“Cuma nasi goreng biasa. Jangan banyak protes, ya,” balas Kayana sambil tersenyum lebar.

Alastar tertawa kecil, mengambil kursi dan duduk di meja makan. “Gue nggak bakal protes, asal jangan gosong aja.”

Kayana memutar bola matanya. “Percaya deh, lo bakal suka.”

*****

Mereka akhirnya duduk berhadapan di meja makan kecil. Sepiring nasi goreng di hadapan masing-masing, dan segelas teh hangat di sebelahnya.

“Kay,” panggil Alastar sambil menyendok nasi goreng ke mulutnya. “Gue nggak mau maksa, tapi lo udah siap cerita soal kenapa lo nggak mau pulang?”

Kayana menghentikan gerakannya sejenak. Pandangannya tertuju pada piring di depannya. “Star... gue nggak tahu harus mulai dari mana.”

“Mulai aja dari yang paling gampang,” jawab Alastar lembut.

Kayana menghela napas panjang. “Di rumah gue... semuanya kacau. Orang tua gue sering berantem. Mereka selalu nyalahin satu sama lain, dan gue jadi sasaran pelampiasan. Gue capek, Star. Gue nggak mau terus-terusan hidup di lingkungan yang bikin gue ngerasa nggak berarti.”

Alastar menatapnya dengan serius, tapi tidak berkata apa-apa. Ia tahu, ini adalah saatnya Kayana bicara, dan tugasnya hanya mendengarkan.

“Gue udah lama nyimpen semua ini sendiri. Gue nggak tahu harus cerita ke siapa. Gue cuma pengen... kabur. Meski cuma sebentar.”

Kayana mengangkat wajahnya, menatap Alastar dengan mata yang berkaca-kaca. “Dan lo, Star... lo adalah satu-satunya orang yang bikin gue ngerasa aman.”

Alastar terdiam. Kata-kata Kayana menembus langsung ke hatinya. Ia tidak tahu seberapa besar beban yang gadis itu pikul, tapi ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan Kayana menghadapinya sendirian lagi.

****

Suasana hening di antara mereka tiba-tiba terganggu oleh suara ketukan di pintu. Alastar mengangkat alis. “Siapa pagi-pagi gini?”

Ia bangkit dari kursinya, berjalan ke pintu, dan membukanya. Di luar, Barram berdiri dengan ekspresi santai.

“Bar? Ngapain lo di sini?” tanya Alastar.

“Gue kangen, Star. Lama nggak liat lo,” jawab Barram dengan nada bercanda sambil melangkah masuk tanpa diundang.

Tapi begitu Barram masuk dan melihat Kayana duduk di meja makan, matanya melebar. “Kay? Lo ngapain di sini?”

Kayana, yang sedikit terkejut, mencoba menjelaskan. “Gue cuma... nginep sementara di sini.”

Barram menatap Alastar dengan alis terangkat. “Nginep? Ada apa nih, Star? Lo nggak bilang apa-apa ke gue.”

“Bar, ini nggak seperti yang lo pikir,” jawab Alastar sambil mengusap tengkuknya.

Setelah sarapan pagi berakhir, suasana antara mereka perlahan kembali normal. Tapi tidak dengan Barram. Ia merasa ada sesuatu yang berubah pada Alastar sejak peristiwa Kayana masuk rumah sakit. Ketika Alastar berdiri untuk mengambil sisa makanan Kayana, Barram segera menariknya sedikit menjauh dari meja.

"Star, ikut gue sebentar," ucap Barram pelan tapi tegas, sambil menggiring Alastar ke sudut yang lebih sepi.

"Apaan, Bar?" Alastar bertanya dengan nada jengkel, merasa gerak-geriknya selalu diawasi.

Barram memastikan jarak mereka cukup jauh sebelum akhirnya bicara dengan suara lebih rendah, "Lo yakin, perlakuan lo yang kayak gini ke Kayana cuma sebatas teman?"

Alastar menatap Barram dengan alis terangkat. Ia menghela napas kasar, mencoba menahan kekesalan. "Yakin. Kayana itu temen gue dari dulu, Bar. Gue cuma nggak mau dia ngerasa sendirian."

Namun, Barram tidak puas dengan jawaban itu. Ia mendekatkan dirinya lebih lagi, seolah ingin memastikan bahwa Alastar tidak bisa mengelak. "Sekali lagi gue tanya, terus... Frasha gimana? Perasaan suka lo udah pudar ke dia?"

Alastar terdiam sejenak. Pertanyaan itu menghantamnya lebih keras dari yang ia bayangkan. Ia memutar bola matanya, berusaha mengalihkan kegugupan yang mulai muncul. "Bar, jangan mulai, deh," jawabnya singkat, sambil berusaha melangkah pergi.

Namun, Barram menahan lengannya. "Star, gue tahu lo bukan tipe orang yang gampang berubah. Tapi dari cara lo sekarang ke Kayana, gue cuma mau tahu satu hal: lo masih suka sama Frasha atau nggak?"

Alastar menarik napas dalam-dalam. "Gue nggak tahu, Bar," ucapnya akhirnya. "Gue cuma tahu, sekarang gue lebih peduli sama apa yang Kayana butuhin. Soal Frasha... gue nggak yakin apa gue masih punya perasaan yang sama."

Mendengar itu, Barram menghela napas panjang. "Gue cuma nggak mau lo nyakitin siapapun, Star. Iya, gue tahu Frasha udah punya cowok. Dan Kayana... gue tahu dia penting buat lo, tapi lo harus jelas sama perasaan lo."

Alastar mengangguk pelan, meskipun pikirannya masih berkecamuk. "Gue ngerti, Bar. Tapi nggak semua hal bisa gue jawab sekarang."

Barram menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya melepaskan genggamannya.

Tanpa berkata lagi, Alastar kembali ke meja.

Sementara itu, Barram hanya bisa memperhatikan dari jauh, berharap sahabatnya bisa menemukan jawaban sebelum semuanya menjadi lebih rumit.

*****

Langit cerah mengiringi pelajaran olahraga pagi itu. Para siswa berlari kecil mengitari lapangan, beberapa terlihat antusias, sementara yang lain malas-malasan mengikuti instruksi guru. Frasha dan Alarick berjalan beriringan menuju lapangan, menikmati suasana pagi. Frasha sesekali tertawa mendengar candaan ringan dari Alarick, membuat suasana di sekitar mereka terasa akrab.

Di sisi lain lapangan, Alastar duduk di atas bangku kayu, menyelesaikan simpul tali sepatu Kayana yang terlepas. Kayana menunduk, sedikit merasa tidak enak.

"Lo nggak perlu repot-repot, Star. Gue bisa kok," ujar Kayana pelan.

"Udah, diam aja. Kalau nanti lo jatuh gara-gara ini, yang repot gue juga," balas Alastar ringan, menyelesaikan ikatannya.

Selesai olahraga, para siswa berhamburan ke arah papan Mading yang terletak di dekat aula sekolah. Ada sesuatu yang menarik perhatian banyak orang. Kerumunan siswa yang riuh mulai berdiskusi dan berbisik, membuat rasa penasaran Alastar memuncak. Ia berjalan mendekat bersama Kayana, diikuti Falleo, Faldo, dan Barram.

"Eh, itu apa sih? Kok rame banget?" tanya Faldo sambil berusaha menerobos kerumunan.

"Ada foto, bro," jawab salah satu siswa yang berdiri di depan Mading.

Setelah berhasil mendekat, Alastar membeku melihat beberapa foto terpajang di sana. Foto-foto itu menampilkan Frasha dan Alarick, terlihat berdua di depan rumah Frasha. Di salah satu foto, Alarick tampak tersenyum hangat sambil mengusap kepala Frasha. Foto itu jelas diambil tanpa sepengetahuan mereka.

"Apa-apaan ini?" ujar Falleo, menatap foto-foto tersebut dengan mata membelalak.

Faldo yang biasanya ceria pun terdiam, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Barram, di sisi lain, hanya menghela napas panjang, seolah menyadari sesuatu.

Alastar tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Rahangnya mengeras, dan ia mengepalkan tangan. Ia menoleh ke arah Alarick yang baru saja keluar dari aula bersama Frasha. Pandangan mereka bertemu, dan seketika suasana menjadi tegang.

"Rick, ini beneran lo?" tanya Alastar dengan nada rendah, namun tegas.

Alarick tampak bingung, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Mading. Wajahnya berubah ketika melihat foto-foto itu. Frasha, yang berada di sebelahnya, juga tampak terkejut.

"Star, gue bisa jelasin," kata Alarick, mendekati Alastar.

"Nggak perlu. Gue udah ngerti semuanya," balas Alastar dingin.

Falleo, Faldo, dan Barram hanya bisa saling pandang. Mereka tak menyangka bahwa cowok yang selama ini dikatakan Alarick sebagai "seseorang yang spesial" ternyata adalah dirinya sendiri.

"Lo tahu gue suka Frasha, Rick. Lo tahu gue suka dia dari dulu. Tapi kenapa lo lakuin ini?" ujar Alastar dengan suara bergetar, mencampur rasa marah dan kecewa.

"Star, dengerin dulu. Gue nggak pernah berniat buat nyakitin lo," jawab Alarick, mencoba meredakan situasi.

"Kalau nggak berniat, kenapa harus kayak gini?"

Frasha yang berada di sana merasa bersalah, namun ia tidak tahu harus berkata apa. Situasi itu membuat suasana semakin panas. Siswa-siswa lain mulai memperhatikan dari jauh, berbisik-bisik tentang drama yang baru saja terjadi di depan mata mereka.

"Udah, Star. Jangan di sini. Kita obrolin nanti," ujar Barram, mencoba menengahi.

Namun, Alastar hanya menggeleng. "Gue nggak butuh penjelasan apa-apa lagi. Lo udah ngancurin kepercayaan gue, Rick."

Setelah berkata demikian, Alastar berbalik dan pergi, meninggalkan semua orang di belakangnya. Kayana mencoba mengejarnya, namun Falleo menahannya.

"Biarkan dia sendiri dulu. Dia butuh waktu," ujar Falleo pelan.

Kayana mengangguk, meskipun dalam hatinya ia merasa cemas. Di satu sisi, ia tahu rasa sakit yang dirasakan Alastar, namun di sisi lain, ia juga tahu bahwa ini adalah sesuatu yang tidak mudah dijelaskan begitu saja.

1
lgtfav
👍
lgtfav
Up terus thor
lgtfav
Thor semangat👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!