NovelToon NovelToon
Bayi Rahasia : Agen Dan Mafia Berbahaya

Bayi Rahasia : Agen Dan Mafia Berbahaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Lari Saat Hamil / One Night Stand / Single Mom / Roman-Angst Mafia
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: dadeulmian

Elena adalah agen rahasia yang sedang menjalankan misi untuk mengambil informasi pribadi dari kediaman Mafia ternama bernama Luca Francesco Rossi. Saat menjalankan misi Elana terjebak dan menjadi tawanan beberapa hari.

Menyamar sebagai wanita panggilan, setelah tidur bersama pria yang menjadi mafia berbahaya itu, Elena menyelinap dan berhasil mendapatkan informasi penting yang akan menghancurkan setengah kekuatan milik Luca.

Dan itulah awal dari kisah Luca yang akan memburu dan ingin membalas dendam pada Elana yang menipunya. Disisi lain Elena yang bekerja menjadi agen rahasia berusaha menyembunyikan putri kecil rahasianya dengan mafia kejam itu.

Sampai 4 tahun berlalu, Luca berhasil menemukannya dan berniat membunuh Elena. Dia tidak mengetahui tentang putri rahasianya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dadeulmian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Elena berdiri di ruang makan megah mansion milik Luca dengan ekspresi serba salah. Dia masih memeluk Sophia, yang terus memeluk erat lehernya seperti takut kehilangan lagi. Di hadapannya, Luca duduk dengan angkuh, menatap mereka dengan pandangan penuh evaluasi.

“Kamu membuat iblis kecil ini semakin manja,” gumam Luca dingin sambil memutar gelas anggur di tangannya.

Sophia, yang mendengar itu, langsung melepas pelukan Elena dan menatap Luca dengan wajah marah. “Om jelek nggak sopan!”

Luca mendecak kesal. “Beraninya kamu bicara begitu pada ayahmu?”

“Ayah? Om jelek nggak mungkin ayahku! Daddy itu harus tampan kayak... kayak pangeran di kartun!” Sophia menunjuk ke arah lukisan besar di dinding. “Kayak dia!”

Elena memutar matanya, berusaha keras menahan tawa yang hampir meledak. Luca menghela napas panjang, menyadari argumen dengan anak kecil ini hanya akan mempermalukannya lebih jauh.

“Diamlah, anak kecil. Kamu bahkan tidak tahu arti tampan,” kata Luca akhirnya.

Sophia mendengus dan menoleh pada Elena. “Mommy, Pia nggak mau tinggal sama om jelek ini. Kita pulang aja, yuk!”

Elena tersenyum lemah dan menepuk kepala Sophia lembut. “Sayang, kita di sini hanya sementara. Mommy akan cari cara untuk menyelesaikan semuanya.”

“Dan itu artinya kamu tidak akan pergi ke mana-mana,” potong Luca, menyandarkan tubuh ke kursinya. “Kalian berdua tinggal di sini. Lagipula, Sophia adalah putriku. Aku tidak akan membiarkan kalian kabur lagi.”

Sophia mendadak berdiri, menatap Luca dengan tatapan dramatis. “Pia nggak mau! Mommy, bilangin om jelek buat minta maaf!”

Elena menatap Luca canggung, lalu tersenyum kecil. “Luca, kamu—”

“Tidak. Dia yang seharusnya belajar sopan santun,” balas Luca tegas.

Sophia, yang sepertinya tidak terima, melompat dari pangkuan Elena dan berlari ke arah meja makan. Dengan kekuatan yang tak terduga dari anak berusia tiga tahun, dia meraih gelas anggur Luca dan...

“Pia, jangan!”

Terlambat. Sophia sudah melempar gelas itu ke lantai, memecahkan kaca dengan suara nyaring. Semua orang terdiam.

Luca menatap Sophia dengan ekspresi tidak percaya, sementara Sophia balas menatapnya dengan penuh kemenangan.

“Om jelek nggak boleh membantah sama Mommy,” katanya dengan nada tegas, seperti seorang hakim kecil.

Luca memijat pelipisnya, jelas sedang mencoba menahan diri untuk tidak kehilangan kendali. Sementara itu, Elena menahan tawa dengan tangan menutup mulutnya.

“Elena, kamu harus mendidik anak ini,” katanya akhirnya dengan suara rendah, hampir seperti desisan.

Elena tersenyum canggung, lalu mengangkat bahu. “Dia hanya mirip dengan seseorang, itu sifat keturunan.”

“Apa maksudmu?”

“Bukan apa-apa,” jawab Elena cepat, berusaha menghindari tatapan dingin Luca.

Luca menggelengkan kepala, berdiri, lalu menatap Sophia dengan pandangan tegas. “Hey, bocah. Kamu boleh menjadi anakku, tapi di rumah ini, aku adalah bosnya. Kamu harus mendengarkan perintahku.”

Sophia melipat tangan di dada, menatap Luca tanpa rasa takut. “Kalau gitu, Mommy jadi bosnya!”

Luca mendesah panjang. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa kalah oleh seorang anak kecil.

“Elena,” katanya dingin, “kamu harus mengurus ini.”

“Dengan senang hati,” jawab Elena sambil memeluk Sophia dan membawanya keluar dari ruang makan.

Namun, sebelum mereka pergi, Sophia menoleh kembali pada Luca dan berkata dengan suara lantang. “Om jelek!”

“Tidak disangka dia akan sesabar itu,” gumam Elena pelan sebelum keluar dari ruangan, meninggalkan Luca yang berdiri mematung dengan ekspresi lelah.

Di balik semua kecanggungan itu, Luca tersenyum kecil, meski tak ada yang melihatnya.

---

Setelah keluar dari ruang makan, Elena menggendong Sophia yang masih cemberut. Di dalam hatinya, ia tertawa kecil melihat betapa keras kepalanya putrinya itu. Namun, ia sadar bahwa ini hanya akan membuat hubungan mereka dengan Luca semakin rumit.

“Sayang,” kata Elena lembut sambil menatap mata biru Sophia yang penuh semangat. “Kita harus bersikap sopan, oke? Mommy tahu kamu kesal, tapi Daddy tidak seburuk itu.”

Sophia mendongak, memasang wajah bingung. “Mommy yakin dia Daddy ku? Kok dia nggak kayak Daddy di TV? Daddy kan baik, ganteng, dan suka main kuda-kudaan!”

Elena terkekeh pelan. “Sayang, Daddy-mu memang... sedikit berbeda. Tapi dia tetap Daddy kamu, dan kita harus memberinya kesempatan.”

Sophia mendengus kecil, lalu memeluk Elena erat. “Pia nggak suka dia marah sama Mommy. Mommy kan orang baik.”

Elena terdiam. Kata-kata Sophia, meski sederhana, menusuk ke dalam hatinya. Ia menyadari bahwa bagaimanapun keadaannya, Sophia memandangnya sebagai satu-satunya pelindung. Ia harus lebih kuat untuk putrinya.

ΩΩΩ

Sementara itu, Luca kembali ke ruang kerjanya, mencoba mengabaikan kekacauan di ruang makan. Ia menjatuhkan tubuhnya ke kursi besar dan memandang ke langit-langit.

“Bocah itu benar-benar membuatku kesal,” gumamnya, frustrasi.

Tak lama kemudian, Fiona masuk ke dalam ruang kerja, membawa secangkir teh dengan santai.

“Jadi, bagaimana rasanya menjadi ayah?” tanyanya sambil menempatkan cangkir teh di meja Luca.

“Seperti hidup di neraka,” jawab Luca dingin.

Fiona tertawa kecil, lalu duduk di sofa dengan anggun. “Dia hanya anak kecil, Luca. Jangan terlalu keras padanya.”

“Dia bukan hanya anak kecil. Dia iblis kecil yang merepotkan.”

Fiona memutar matanya. “Kamu tahu, kalau kamu bersikap sedikit lebih hangat, mungkin dia tidak akan memanggilmu ‘om jelek.’”

Luca memijat pelipisnya. “Aku tidak peduli dengan apa dia memanggilku. Yang penting sekarang adalah membuat Elena tetap di sini.”

Fiona mengangkat alis, tersenyum nakal. “Kenapa? Kamu mulai menyukainya?”

Luca menatap ibunya dengan dingin. “Ini soal mengikatnya, bukan sesuatu seperti perasaan. Dia agen FBI, ingat? Jika aku tidak memegang kendali, dia bisa menghancurkan segalanya.”

“Oh, tentu,” jawab Fiona dengan nada menyindir. “Dan kamu sama sekali tidak tertarik padanya?”

Luca tidak menjawab. Sebagai gantinya, ia mengambil cangkir teh dan meneguknya dalam diam. Fiona tersenyum puas, lalu berdiri.

“Baiklah, aku akan pergi. Tapi Luca,” katanya sebelum keluar dari ruangan, “cobalah untuk membuka hati. Kamu mungkin akan terkejut dengan apa yang kamu temukan.”

ΩΩΩ

Di sisi lain mansion, Elena dan Sophia sedang bermain di taman kecil yang dikelilingi oleh pagar besi tinggi. Sophia sedang sibuk mengejar kupu-kupu, sementara Elena duduk di bangku, mengawasi putrinya.

“Mommy, lihat! Pia dapat kupu-kupu!” seru Sophia dengan antusias, menunjuk kupu-kupu yang terbang di dekat tangannya.

Elena tersenyum hangat. “Bagus sekali, sayang. Tapi hati-hati, jangan menyakitinya.”

Sophia mengangguk, lalu kembali mengejar kupu-kupu dengan semangat.

Luca muncul dari arah mansion, berdiri di dekat pagar taman sambil memperhatikan mereka. Elena melihatnya dari kejauhan, merasa suasana kembali canggung.

“Kamu ingin bicara sesuatu?” tanya Elena akhirnya, mencoba mengurangi ketegangan.

Luca berjalan mendekat, memasukkan tangannya ke saku celana. “Aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja.”

Elena mengangkat alis, sedikit terkejut dengan nada Luca yang tidak terlalu dingin. “Kami baik-baik saja. Sophia sedang menikmati waktunya.”

Luca mengangguk pelan, lalu menatap Sophia yang tertawa lepas sambil berlari-lari kecil. Entah kenapa, melihat anak itu membuat sesuatu di hatinya terasa hangat, meski ia tidak akan pernah mengakuinya.

“Dia...” Luca berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Kenapa dia tidak bersikap manis seperti layaknya anak perempuan. Kelakuan dia sangat nakal.”

Elena tersenyum tipis. “Mungkin dia mendapatkan dari seseorang.”

Luca tersenyum kecil. Itu adalah senyum yang hampir tidak terlihat, tapi cukup untuk membuat Elena terdiam sejenak. Ada sesuatu yang berbeda di matanya, seolah-olah ada celah kecil dalam dinding dingin yang selama ini ia bangun.

Namun, momen itu tidak bertahan lama karena Sophia tiba-tiba berlari ke arah mereka dengan wajah ceria.

“Om jelek!” panggilnya sambil melompat ke arah Luca, membuat pria itu kaget dan hampir kehilangan keseimbangan.

“Sophia!” seru Elena, tapi terlambat.

Sophia sudah memeluk kaki Luca dengan erat, lalu menatapnya dengan mata bulat. “Om jelek mau main kuda-kudaan sama Pia?”

Luca terdiam, wajahnya berubah bingung. Elena tidak bisa menahan tawa kecilnya.

“Sepertinya Daddy-mu harus belajar jadi kuda, Sayang,” kata Elena sambil menahan tawa.

Luca mendesah panjang, lalu menggendong Sophia dengan enggan. “Aku bukan kuda, tapi baiklah. Hanya sekali.”

Sophia bersorak riang, sementara Elena hanya bisa tertawa kecil melihat betapa canggungnya pria yang dikenal sebagai mafia paling berbahaya itu kini dipaksa bermain dengan anak kecil.

To be Continued...

1
tia
lanjut Thor
tia
semangat thor cerita bagus
dadeulmian: terimakasih udah komen kakk
total 1 replies
tia
masa ibu ny lebih muda thor
dadeulmian: emang awet muda dia
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!