Zia harus menelan pahit, saat mendengar pembicaraan suami dan juga mertua nya, Zia tak percaya, suami dan mertua nya yang selalu bersikap baik padanya, ternyata hanya memanfaatkannya saja.
Zia tidak bisa diam saja, saat tahu sikap mereka yang sebenarnya.
"Awas kalian, ternyata kalian selama ini hanya ingin memanfaatkan aku!" gumam Zia, mencekal tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lukacoretan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Rangga
"Zia..." teriak Rangga.
Suara kerasnya membuat semua orang dirumah terkejut, termasuk Lisa dengan Bu Minah, mereka keluar dari kamarnya, masing-masing.
Wajahnya memancarkan kemarahan yang tak terkendali, mata merah padamnya menunjukan kesal.
"Ada apa, mas?" tanya Zia, bingung mendengar teriakan suaminya.
"Telingaku masih berfungsi dengan baik," sambung Zia lagi.
Rangga berjalan kearah Zia dengan gesit, memancarkan kemarahannya.
"Maksud kakamu, menurunkan jabatan aku, apa?" bentak Rangga, menatap tajam kearah Zia.
"Kenapa menanyakan denganku?" tanya Zia.
"Kamu pasti berbicara aneh-aneh, atau menjelekan aku kepada keluargamu," tampik Rangga.
"Loh, kenapa menuduh aku," ujar Zia.
Rangga marah besar ketika mendengar, kalo ia diturunkan jabatan dan juga gajinya.
"Harusnya kamu sadar, diamana letak kesalahan kamu, bukan marah-marah denganku, selama ini apa kamu becus dengan kerjaan kamu?" ucap Zia.
"Maksud kamu, apa?" tanya Rangga.
"Menurut kamu!" jawab Zia.
Rangga mencekal tangannya, emosi dengan ucapan sang istri.
"Zia..." bentak Rangga.
Zia menatap malas kearah suaminya, karena Zia sudah tidak mau banyak drama lagi.
"Aku tidak tahu apa-apa, jangan menanyakan apapun tentang itu," ujar Zia dengan tenang.
"Pasti kamu sudah menyuruh mereka, agar menurunkan jabatanku, kan" ucap Rangga.
"Aku tidak pernah menyuruh kak Roy untuk melakukan semua itu," jawab Zia.
"Tidak mungkin tiba-tiba kakakmu menurunkan jabatanku," bentak Rangga.
"Mungkin, karena perusahaan menilai kinerja, bukan siapa yang bekerja, jangan mentang-mentang kamu seorang menantu pemilik perusahaan, jadi kamu bebas melakukan apapun," jawab Zia.
"Kamu hanya orang asing didalam keluargaku, kebetulan saja kamu suamiku, makanya mereka menganggap dirimu keluargaku," sambung Zia lagi.
"Jaga ucapanmu, Zia! Aku ini suami kamu," bentak Rangga.
"Aku tahu, kamu suamiku, aku tidak lupa," jawab Zia.
Plak..
Rangga menampar Zia dengan sangat kuat, hampir saja Zia jatuh kebawah.
"Jangan menjawab ucapan, suamimu," bentak Rangga.
Zia memegang pipinya, merasakan panas, Zia menatap Rangga dengan tajam.
Plak..
Plak..
Plak..
Zia menampar Rangga sebanyak tiga kali, sebagai balasan.
"Zia..." teriak bu Minah.
"Jangan sesekali kamu menampar suami kamu, dosa kamu Zia," bentak bu Minah.
Zia tersenyum menyeringai.
"Kenapa tidak ibu salahkan anak ibu, dia yang sudah menamparku duluan," jawab Zia.
"Ternyata sifat kamu sebenarnya seperti ini, ibu benar-benar tidak menyangka," ujar bu Minah, menggelengkan kepala.
"Ya, aku memang begini, HARAM bagiku, tidak membalas orang yang sudah menyakiti aku," jawab Zia, dengan amarah yang sudah memuncak.
"Dan kalian, seharusnya sadar, selama ini aku yang sudah memberikan kalian uang, tapi kalian malah bersikap tidak tahu diri," Zia menunjuk suami dengan mertuanya.
"Jangan tunjukan jarimu, kewajah ibuku," sahut Rangga.
"Cih, kalian manusia munafik," ujar Zia.
"Aku bisa saja, mengatakan dengan kakakku, memecat kamu dari perusahaan ayahku, tapi aku kasihan denganmu, takut tidak bisa menghidupi keluarga kamu," sambung Zia.
"Jangan sesekali kamu merendahkan aku, Zia," hardik Rangga.
"Tidak aku rendahkan juga, kamu sudah rendah, mas," jawab Zia.
"Cabut kata-katamu, Zia," pinta Rangga.
"Tidak, kenyataannya memang seperti itu," jawab Zia.
Rangga menatap tajam kearah Zia, menatap penuh amarah.
"Jaga bicaramu!" bentak Rangga.
Zia menghela nafas kasar.
"Jangan mentang-mentang kamu memiliki banyak uang, tumbuh dari keluarga kaya, jadi kamu bisa merendahkan aku," ucap Rangga, menatap tajam.
"Mas, aku tidak merendahkan kamu, tapi harusnya kamu sadar dimana letak kesalahan kamu," jawab Zia.
Rangga mendengus kesal, lalu berkata. "Mau setinggi apapun pendidikanmu, tetap saja kamu harus patuh dengan perintah suami kamu."
"Selama kita menikah, aku selalu patuh denganmu, aku selalu menuruti setiap ucapanmu, kamu melarang aku untuk tidak terlalu banyak diluar, aku lakukan. Bahkan aku menyerahkan jabatan aku kepadamu, kurang apa aku sebagai istrimu?" jawab Zia.
"Kamu mengungkit semua itu?" ucap Rangga.
"Aku tidak mengungkit, tapi kamu tidak sadar diri," jawab Zia.
Rangga hampir menampar sang istri, namun tangannya dicekal oleh sang suami.
"Jangan menyakiti fisik istrimu, semua rencana kita akan berantakan," bisik bu Minah.
"Tapi bu, dia sudah merendahkan aku, dan juga mengungkitnya," jawab Rangga.
bu Minah menggelengkan kepalanya.
"Ikut aku!" Rangga memaska Zia memasuki kamarnya.
"Lepaskan! Tanganku sakit," pinta Zia.
Rangga mendorong tubuh Zia, sampai terhiung keatas tempat tidur, mau bagaimanapun Zia melawan, Zia pasti kalah, karena kekuatan laki-laki lebih besar.
Rangga menatap tajam kearah sang istri, amarah yang sudah memuncak, tidak bisa ia tahan lagi.
Plak..
Rangga menampar Zia dengan sangat kuat.
"Sekali lagi kamu bertingkah seperti itu, kamu akan tau akibatnya," bentak Rangga.
Rangga mencekal leher Zia dengan sangat kuat, Zia tidak bisa bicara, apalagi teriak.
Zia mencoba melepaskan tangan suaminya, Zia sudah merasakan sesak, karena susah bernafas.
Zia menendang area sensitif suaminya.
Rangga merasakan sakit, tangannya terlepas.
"Zia..." hardik Rangga.
Namun sialnya, pintu kamar sudah Rangga kunci, Zia sudah berusaha membuka pintunya, namun nihil, pintu tak terbuka.
Rangga tersenyum menyeringai, lalu berkata. "Kamu tidak akan bisa lari, dari sini," ucap Rangga mendekati Zia.
"Menjauhlah, atau aku akan menendangmu, lagi" ujar Zia, mencoba menjauhkan dirinya dari sang suami.
Rangga tersenyum sinis.
"Menjauhlah," bentak Zia.
"Tolong..." teriak Zia, namun tidak ada satu orangpun yang mendengar teriakannya.
"Sia-sia kamu teriak, hanya akan membuang buang suaramu," ucap Rangga, dengan tatapan tajamnya.
"Jangan mendekat, atau aku akan menyakitimu," teriak Zia.
"Kamu yang akan berakhir, malam ini," ucap Rangga.
"Apa maksudmu?" ucap Zia.
"Selama satu tahun pernikahan, aku tidak pernah mencintai kamu, bahkan dari awal kita pacaran, aku tidak mencintaimu," ucap Rangga, memberitahukannya.
"Lalu?" ucap Zia dengan tenang.
Rangga menatap aneh, dengan raut wajah istrinya, tidak ada raut terkejut.
"Lanjutkan ucapanmu, aku mau mendengarnya," ujar Zia.
"Dimana berkas-berkas, sertifikat dan juga barang berhargamu?" tanya Rangga.
"Untuk apa?" ucap Zia.
"Aku akan membalikan nama, dan aku sebagai pemiliknya," jawab Rangga.
"Aku tidak akan memberikannya," ujar Zia.
"Jangan keras kepala," sahut Rangga.
"Mau selamat, atau mau mati sekarang?" ucap Rangga.
"Kalo mau poin utama, kamu harus memberikan semua aset milikmu, kalo kamu tidak mau memberikannya, berarti kamu memilih poin kedua," sambung Rangga lagi.
Zia menggelengkan kepala, jujur Zia merasakan takut dengan suaminya, baru kali ini Rangga berbuat hal keji.
"Bagaimana kalo aku tidak mau memberikannya?" jawab Zia.
"Seperti kataku, tadi," jawab Rangga.
"Bagaimana kalo kita mati sama-sama, biar adil," jawab Zia.
Rangga mengerutkan keningnya, bingung dengan ucapan istrinya.
"Kamu menantang mau?" tanya Rangga.
"Aku menantang kamu, mas" jawab Zia.
"Klo memang benar kamu tidak mencintai aku, kamu akan melukai aku, bahkan kamu akan membunuh aku, tapi kalo sebaliknya, berarti kamu tidak benar dengan ucapanmu," ujar Zia.
Rangga cukup kaget dengan ucapan istrinya, Rangga kira Zia akan mengiba, meminta dicintai olehnya, namun tidak seperti yang Rangga bayangkan.
***
bakal berusaha trs mengganggu hdp zia trs
cepat sembuh zia