DASAR MANDUL!
6 tahun sudah, Hanabi Lyxia harus mendengarkan kalimat tak menyenangkan itu dikarenakan ia belum bisa memberikan keturunan.
Kalimat sumbang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Meskipun begitu, Hana merasa beruntung karena ia memiliki suami yang selalu dapat menenangkan hatinya. Setia, lembut bertutur kata dan siap membela saat ia di bully mertuanya.
Namun, siapa sangka? Ombak besar tiba-tiba menerjang biduk rumah tangga nya. Membuat Hana harus melewati seluruh tekanan dengan air mata.
Hana berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya yang kerap dikatai mandul.
Dapatkah wanita itu membuktikan bahwa ia bukanlah seorang wanita mandul?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM26
Hana menatap indahnya rembulan yang terlihat jelas dari jendela kamarnya. Meski cuaca malam ini begitu cerah, bulan membentuk lengkungan senyuman, serta bintang-bintang bertaburan indah. Namun, wanita cantik itu tak sedikitpun menikmati keindahan malam di tempat tinggalnya yang baru.
"Aku rindu rumah ku ...." Lirih Hana sambil menatap sekeliling ruangan dengan mata yang amat sendu.
Sebenarnya, Hanabi biasa-biasa saja jika hanya kehilangan sebuah rumah. Namun, ia tak sekedar kehilangan rumah. Ia kehilangan mahligai rumah tangganya beserta sosok suami yang selama ini selalu sangat sempurna di matanya.
Suami direnggut adik sepupunya sendiri, lalu harus menghancurkan rumah yang ia bangun dengan keringatnya sendiri. Ditambah ia tengah mengandung benih sang suami.
"Maafkan Mama, Nak. Engkau sudah harus merasa kehilangan ... bahkan di saat engkau belum dilahirkan," lirih Hanabi dengan dada sesak.
Lembut wanita dengan piyama hitam itu mengusap-usap perutnya yang masih rata.
Drrtt!
Drrtt!
Hana lekas menyambar ponsel nya yang bergetar. Sebuah pesan masuk, ternyata dari sang suami.
Damar : Pulang lah, Hana ... aku akan memaafkan mu. Batalkan saja gugatan cerai itu, atau kamu yang akan rugi. Jika kita bercerai, siapa yang akan menampung mu? Siapa yang akan membiayai hidup mu? Jangan angkuh, sekarang kamu sudah tidak bekerja. Ditambah lagi, kamu sudah tidak punya siapa-siapa selain aku. Keluarga mu? Sudah jelas mereka hanya benalu.
Damar : Kamu pasti gak tau kan? Aku sudah memiliki mobil sendiri. Jadi aku tidak perlu lagi menurunkan harga diri hanya perkara selalu nebeng mobil istri.
Damar : Pulang lah, Hana. Jika kamu keberatan untuk tinggal bersama keluarga ku. Akan ku cari rumah kontrakan yang cukup besar, untuk kita tinggal bersama Tuti. Kamu tidak perlu lagi memikirkan perihal keturunan, karena aku sudah mendapatkannya dari Tuti. Aku hanya ingin kau tidak pergi dari sisi ku, Hanabi Lyxia.
Hana memutar malas bola matanya saat membaca pesan dari sang suami. Berkali-kali wanita itu menghela napas panjang.
"Tinggal bersama Tuti kata mu?!" bibir nya berdecak kesal. "Bisa-bisa aku mati berdiri ...!"
Hana menghembuskan kasar napasnya. Alisnya terangkat satu kala teringat apa yang ia lihat tadi siang, Hana kembali dilanda rasa penasaran. Apa gerangan yang tengah diperbuat adik sepupu sekaligus adik madunya itu.
'Untuk apa Tuti memberi banyak uang pada pria tadi? Dari raut wajahnya, gundik itu terlihat kesal. Apa dia memiliki masalah dengan pria tadi? Hmm ... apa Mas Damar tau bahwa istrinya yang super subur itu bertemu dengan lelaki lain?' batin Hana bertanya-tanya sembari menatap ponselnya.
Benda pipih itu lekas diutak-atik, mencari kontak Gavriil. Tanpa pikir panjang, ia menekan ikon hijau yang ada di layar.
Hanya hitungan detik, suara Gavriil sudah terdengar di sebrang sana.
"Iya, Han? Why?" tanya Gavriil.
"Itu ... Hemm ... gue mau minta tolong bisa gak ya, Gav?" tanya Hana ragu-ragu.
"Apa tuh?" meski tak terlihat, mimik Gavriil sudah serius di ujung telpon.
"Enghh ... anu, lo bisa gak ya bantu nyelidikin Tuti sama pria tadi?" pinta Hana sungkan.
Napas Gavriil terdengar panjang di ujung telepon, menimbulkan suara bergemerisik bagai pohon-pohon yang ditiup angin.
"Bisa, ntar gue bakal kirim file ke email lo, Han. Periksa aja dulu, untuk selengkapnya bakal gue cari lagi," jawab Gavriil.
"File?" Hana menelisik dengan pertanyaan.
"Iya, rekaman dari kamera dashboard mobil gue, Han," jawab Gavriil lagi.
"Wah, beneran? Ya udah gue tunggu ya file nya, thanks, Gav!" Hana mengakhiri panggilan telepon.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Gavriil membuang wajah saat bola mata Lestari menatapnya dengan penuh selidik. Kemanapun wajah sang anak, Lestari terus-terusan mengekor di hadapannya.
"Apaan sih, Ma?" Gavriil menatap jengah.
"Yang tadi nelfon itu ... Hana ya?" tanya Lestari dengan mata berbinar.
Gavriil menggaruk ujung pelipisnya yang tak gatal. Rasanya ia ingin cepat-cepat angkat kaki dari rumah Lestari.
"Hana kan, Nak?" tanya Lestari sekali lagi.
Gavriil menghembus kasar nafasnya.
"Udah, Mama gak usah mikir yang aneh-aneh. Juga jangan bertindak di luar nurul lagi, Hana sudah punya suami, Ma!" peringat Gavriil.
"Yang sedang digugat cerai itu kan?" Senyuman mengembang di bibir Lestari.
Bola mata Gavriil mengerjap. "Mama tau dari mana? Mama mata-matain Hana?"
"Bukan mata-matain, tapi, Mama pengen tau aja aktivitas calon mantu Mama," celetuk Lestari enteng.
"Dengan cara mata-matain namanya, sama aja! Ma, udah dong, malu aku kalau sampai Hana tau. Tragedi yang kemarin aja, aku belum bisa lupa sampai sekarang. Untung-untung Hana gak melaporkan kita ke pihak yang berwajib!" gerutu Gavriil.
"Ya gak dilapor dong, wong sama-sama enak." Lestari mencebik.
Dalam-dalam Gavriil menarik nafasnya. "Ma, Hana hamil."
Pernyataan Gavriil membuat bola mata Lestari berbinar layaknya bintang kejora. Hatinya senang luar biasa.
"Beneran? -- Akhirnya Mama punya cucu! Jadi itu sebabnya kalian hari ini pergi ke pengadilan agama?" Lestari mengulum senyuman.
"Hana mengandung anaknya Damar, Ma." Jelas Gavriil, panjang pria itu menghela napasnya.
Jawaban sang anak membuat wanita baya nan anggun itu terhenyak.
"Saat tragedi itu, Hana tengah mengandung," jelas Gavriil lagi.
Lestari menyandarkan tubuhnya, lemah mendengarkan penjelasan dari putra semata wayangnya itu. Pelan Lestari menarik hembuskan napasnya.
"No problem! Meskipun cucu tiri, Mama gak masalah. Kedua tangan Mama akan tetap terbuka lebar menerima Hana dan anak yang dikandungnya."
Gavriil melongo mendengar kalimat yang dilontarkan Lestari.
"Jadi, kapan kalian akan menikah?" sambung Lestari.
"Ma? Yang mau nikah tuh siapa sih? -- Lagian, mana mungkin Hana mau menikah sama aku, Ma!" sanggah Gavriil.
Kedua alis Lestari bertaut. "Apa itu artinya jika Hana mau menikah denganmu, berarti kau siap untuk menikah, Nak?"
Gavriil membuang wajah ke sembarang arah. "T-tentu saja tidak! Aku kan sudah pernah bilang, aku tidak akan menikah!"
Tawa Lestari pecah, bola mata sayu itu menatap lekat sang putra yang tetap kekeuh ingin membujang.
"Kamu siap menyesal untuk yang kedua kalinya, Nak? Kamu siap untuk kehilangan cinta pertama mu lagi? -- Gavriil, masa lalu mu memang suram, tapi ... tidak dengan masa depan mu. Kamu sudah melangkah sejauh ini, tapi, kamu belum berani memutuskan rantai dari bayang-bayang kelam itu? -- Nak, jika dulu kamu memiliki orang tua yang buruk ... bukan berarti kamu juga akan menjadi sosok tak bermoral seperti itu. Kamu bisa mematahkan semua keraguan mu itu, kamu pasti sanggup. Di tambah lagi, jika Hana yang mendampingi mu, sempurna bukan? -- Lagian kamu gak takut ya kalau Hana disambar David?" uji Lestari.
Perkataan sang Mama meninggalkan rasa takut dan gelisah di benak Gavriil. Mendadak wajah pria tampan itu terlihat kesal.
'Kenapa tiba-tiba gue pengen sleding kepalanya David ya?' cicit Gavriil di dalam hati.
Sementara di waktu dan tempat yang berbeda, Hana yang baru saja selesai mandi lekas memeriksa emailnya.
Sebuah pesan berupa file dari Gavriil sudah ia terima. Tak sabar, Hana lekas membuka file tersebut. Hana menyimak, tanpa melewatkan satu patah katapun.
Mulut Hana menganga lebar mendengar setiap kata yang terucap.
"Bulan depan, kau harus memberikan aku uang yang lebih banyak dari ini jika ingin rahasia mu aman bersama ku, Tuti!" gelak tawa pria terdengar dari rekaman dashboard yang dibuka Hana.
"Kau jangan keterlaluan ya, Mat. Kau mengancam ku?" suara Tuti terdengar kesal.
"Mengancam? Ha ... ha ... terserah lah kau ingin menyebutnya dengan apa. Aku tak peduli dan tak mau tau. Yang aku tau, jika bulan depan kau tak menyetor sesuai yang aku pinta ... maka suami mu akan tau siapa ayah dari anak yang kau kandung saat ini!"
Hana lekas menutup layar laptopnya. Mulutnya menganga lebar. "Jadi, anak yang dikandung si Gundik itu bukan anak Mas Damar?!"
*
*
*
NOTE : Tolong pakai banget ya 🙏🏼 Buat yang masih nakal, baca karya orang lain dengan cara dibolak-balik, boom like, lompat-lompat bab. Tolong, STOP, tindakan seperti itu sangat-sangat merugikan penulis!
Tidak suka, tinggalkan saja, dari pada harus berbuat seperti itu.
Sebagai penulis, saya nulis itu dari pagi ketemu pagi (Saya yakin penulis lain juga banyak yang seperti saya). Saya berusaha menyuguhkan cerita yang baik, agar menemukan pembaca yang baik pula. Bahkan, hari ini, di tempat saya sedang di hantam badai dan puting beliung. Kerusakan dimana-mana, tapi, saya tetap berusaha untuk menyuguhkan cerita untuk pembaca. So, buat yang masih nakal, tolong, tinggalkan saja gapapa 🙏🏼
Dan buat yang masih setia membaca dengan runut, juga turut berpartisipasi meramaikan karya ini, saya mengucapkan banyak Terimakasih🥰 . Tidak ada yang bisa saya berikan pada kalian selain sebuah karya dan doa yang tulus 🙏🏼
Sehat selalu buat para Readers setia, selalu dikelilingi hal-hal baik, dan selalu dipermudah segala apapun urusan nya🥰
~Selamat membaca~