Dijodohkan dengan cowok jalanan yang ternyata ketua geng motor membuat Keisya ingin menolak. Akan tetapi ia menerimanya karena semakin lama dirinya pun mulai suka.
Tanpa disadari, Keisya tak mengetahui kehidupan laki-laki itu sebelum dikenalnya.
Apakah perjodohan sejak SMA itu akan berjalan mulus? atau putus karena rahasia yang dipendam bertahun-tahun.
Kisah selengkapnya ada di sini. Selamat membaca kisah Ravendra Untuk Keisya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Identitas Ragalaxy 3
Pagi ini Keisya mencari keberadaan Dion di tengah panasnya terik matahari. Waktu istirahat kini di perpanjang karena guru sedang ada rapat. Gadis itu mencari ke beberapa sudut sekolah, namun tak membuahkan hasil.
"Ck, Dion mana sih?!" Kesalnya sambil menghentakkan kaki ke lantai.
Sang sahabat yang sedari menatap gadis itu menghampiri Keisya. "Eh, lo nyari Dion jangan cuma pake kesel doang. Cari yang bener! Buka mata lo lebar-lebar! Itu batang hidung milik siapa?!" ketus Aurel menoyor kepala Keisya seraya menunjuk ke tempat keberadaan Dion.
Yang ditoyor hanya cengingisan. "Lah, kok di kantor? Ngapain itu bocah ke sana?" tanyanya entah pada siapa.
"Gue denger-denger sih, dia mau izin beberapa hari nggak berangkat sekolah. Ada urusan penting kata ayang gue." celetuk Aurel membuat Keisya menaikkan satu alisnya.
"Kok kagak ngasih tau gue ya? Eh, oh iya. Lo barusan bilang apa? Kata ayang? Maksud lo si Devan? Ayang lo? Buset, eh jadi cewek jangan halu ketinggian lo! Ntar jatoh gue nggak mau nolongin loh." Keisya tertawa seraya menatap kepergian Dion yang terlihat memasuki mobil Avanza.
Aurel berdecak sebal. Sahabatnya itu bukannya mendukung malah menjatuhkan. Ya kalau sudah dijatuhkan mau nolongin, lah apa kata sahabatnya tadi? Tidak mau menolong kan? "Untung sahabat," gumamnya kemudian pergi meninggalkan Keisya sendiri.
Di seberang sana, terlihat ada beberapa anak Ragalaxy yang mengiringi kepergian Dion. Sebelum ketua Ragalaxy itu masuk ke mobil, ia disambut oleh teman-temannya.
"Lo yakin tinggalin Keisya, gitu aja? Kita pikir-pikir sih lo harusnya bilang dulu ke dia, ya seenggaknya buat kabar biar dia nggak khawatir sama lo." ucap Dafa menepuk bahu Dion.
Dion menoleh dengan tatapan datarnya. "Nanti dia juga ngerti kenapa gue tinggalin dia sendiri dulu. Lagian cuma dua hari, dan selama gue pergi sekolah ini lagi hari bebas setelah kita ulangan. Kecuali buat anak-anak yang punya utang remidi." jawabnya dingin.
"Eh, iya ya? Dua hari kedepan kita kan masih hari bebas. Nggak ada pelajaran kan?" sahut Jean.
"Apa nggak sebaiknya lo temuin cewek itu dulu, masalahnya tuh cewek udah liat lo dari tadi." ujar Gibran.
Dion mendongak ke gedung lantai dua, terlihat seorang cewek memakai baju seragam dengan wajah seperti kecewa namun juga seperti sedang sedih.
"Gue nggak bisa temuin dia sekarang, gue harus cepet pergi ke tempat kerja paman gue. Dia lagi butuh tenaga gue sekarang." katanya dengan nafas terburu-buru.
"Hati-hati Bro, gue terus doain semoga lo cepet balik ke sini dengan selamat."
"Makasih, gue pergi dulu. Assalamualaikum."
Salamnya langsung masuk kedalam mobil.
Entah mengapa raut wajah anak Ragalaxy seperti tidak ikhlas dengan kepergian Dion.
Ingatlah, Gibran bisa melihat nasib orang di masa depan. Dan itulah alasan anak Ragalaxy yang sedikit tak membiarkan Dion pergi.
Menurut penglihatan Gibran, Dion akan mengalami musibah yang entah apa ciri-ciri musibah tersebut.
Memandang Dion yang kini telah pergi, kini gadis itu memilih untuk memasuki kelasnya.
•••••••
Dua hari lama nya Keisya tak kunjung bertemu Dion di sekolah. Kabar dari keluarganya juga sama. Lelaki itu masih belum pulang sejak hari itu. Pikiran Keisya menjadi ke mana-mana.
"Kalian nggak salah denger kan? Dion bilang ada urusan cuma dua hari? Terus kenapa sampe 4 hari gini belum balik?" tanya Keisya sedang berada di markas Ragalaxy.
Anak-anak yang ada di markas saling bertukar pandangan. Mereka dengan berat hati harus mengungkapkan berita yang sebenarnya terjadi satu hari lalu.
"Gue minta maaf banget, Sya. Bukannya gue gimana ya. Ini asli gue nggak bohong, dan maaf banget pokoknya." ungkap Devan menghentikan ucapannya.
"Dion kenapa?! Jawab gue!" bentak gadis itu melotot tajam pada Devan.
"Dion udah nggak ada, Sya. Dia udah tenang di sana." lirih Devan, air matanya menetes.
Keisya sontak menggeleng kuat. Ia yakin berita itu tidak benar. Pasti Devan dan anak anak yang lain sedang mengerjainya. "Enggak! Nggak mungkin Dion pergi ninggalin gue! Lo boong kan sama gue? Lo lagi prank gue kan? Iyakan? Jawab Van!!" Tangisan serta amarah tercampur menjadi satu.
Aurel yang berada di samping Keisya lantas memeluk sahabatnya itu agar bisa ikhlas.
"Sabar, Sya. Lo harus kuat ... Lo harus ikhlasin Dion ... Lo harus tetap kuat jalanin semua hari-hari lo tanpa dia ya? Jangan nangis terus, Sya. Kita ikhlasin Dion bareng-bareng ya. Janji?" Aurel melepas pelukannya, ia menghapus air matanya yang kian mengalir tanpa henti. Kemudian Aurel mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Keisya guna mengikhlaskan kepergian Dion.
Keisya masih menggeleng lemas. Bagaimana bisa secepat ini kabar buruk tentang Dion? Dan mengapa Ragalaxy tidak memberitahukan sejak hari kemarin?
"Enggak, Rel. Gue masih nggak percaya dia pergi ninggalin gue ... Orang kemarin pas pergi aja masih mau ngeliat ke arah gue kok." Tangisnya semakin memecah.
Aurel semakin terhanyut dalam kesedihan yang Keisya rasakan, karena bagaimanapun Dion juga temannya. Cewek berambut panjang yang tengah mengelus bahu Keisya ditarik pelan oleh Devan.
Cowok itu tahu keadaan Aurel sedang tidak baik-baik saja. Ia sendiri juga sebenarnya belum bisa ikhlas. Dion sudah ia anggap adik kandungnya sendiri, meskipun mereka sering bertengkar hanya karena hal sepele.
Devan memeluk Aurel erat. "Hsstt ... Udah udah ... Jangan nangis terus dong. Nanti jelek kamu nya, udah cantik gini masa nangis terus sih? Sembab nih mata kamu." ucap Devan lembut sambil mengurai rambut Aurel.
Punggung Keisya bergetar hebat. Matanya mulai merah dan sembab. Gadis itu menutup wajahnya sambil terisak tangis.
"Sekarang anterin gue ke makam Dion Daf! Anterin gue kesana ...,"
Tiba-tiba saja Gibran memeluk Keisya erat. Hal itu jelas membuat Keisya terkejut namun ia juga butuh pelukan yang hangat dari seseorang selain Aurel. "Lo yang sabar, kita juga belum tenang dan belum ikhlas juga. Jasad Dion nggak ditemuin," ujar lelaki es balok itu langsung didorong kasar oleh Keisya.
"Maksud lo apa?!" bentak Keisya marah.
Gibran ingin memeluk Keisya lagi tetapi dirinya sudah lebih dulu dipukul bertubi-tubi oleh gadis itu. "Lo jahat! Jelasin ke gue kronologi nya!" Keisya terus menerus memukul dada bidang Gibran.
Yang dipukul hanya diam saja. Lelaki es balok itu hanya membisikkan sesuatu pada Keisya. "Lo harus sama gue terus." Lirih Gibran tepat di telinga Keisya.
"Gue nggak ngerti apa maksud lo!" ketusnya lalu pergi menarik Aurel.