seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Jaringan Rahasia
Suasana dalam ruangan itu semakin mencekam. Quenn berdiri di hadapan Marco, yang kini tampak lebih tenang daripada sebelumnya, seolah ia telah siap dengan jawaban atas semua pertanyaan yang selama ini menghantui Quenn. Senyum sinis di wajah Marco bukanlah tanda kemenangan, melainkan penantian akan pertarungan yang lebih besar—pertarungan yang lebih berbahaya.
“Kau akhirnya tahu juga, Quenn,” kata Marco dengan nada yang terlalu tenang. “Selama ini, kau hanya mengejar bayangan. Semua yang kau pikir kau tahu... hanyalah bagian kecil dari permainan yang sudah kami atur.”
Quenn tetap diam, menatap Marco tanpa ekspresi. Di sekelilingnya, suasana semakin tegang, dengan para pengawal yang mulai memperhatikan gerak-geriknya. Tidak ada yang bergerak. Semuanya seperti terhenti di udara, menunggu reaksi dari Quenn.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Marco?” tanya Quenn, suaranya penuh tekanan. “Siapa yang mengendalikan semuanya? Apa yang mereka inginkan?”
Marco tidak buru-buru menjawab. Ia hanya menatap Quenn sejenak, matanya penuh dengan kepuasan yang sulit disembunyikan. “Selama ini, kalian hanya melihat permukaan. Tapi itu bukan yang sebenarnya, Quenn. Apa yang terjadi di dunia ini jauh lebih besar, lebih kelam dari yang bisa kalian bayangkan. Semua ini… bukan hanya permainan geng biasa. Ini tentang kekuasaan yang mengendalikan segalanya—politik, ekonomi, bahkan jiwa manusia.”
Quenn menggeram pelan, matanya semakin menyempit. "Jangan berputar-putar, Marco. Aku tidak punya waktu untuk permainanmu."
Marco menyeringai, seperti ia tahu bahwa kebenaran ini akan mengguncang Quenn lebih dari apapun. “Kau masih terlalu naif. Ini bukan tentang kami. Kami hanya pion-pion dalam permainan ini. Orang-orang yang benar-benar berkuasa... mereka ada di balik layar. Dan mereka jauh lebih kuat dari yang bisa kalian lawan.”
Tiba-tiba, suasana di dalam ruangan itu berubah. Quenn bisa merasakan getaran ketegangan yang menyelimuti mereka. Di luar, langkah kaki berat mulai terdengar mendekat, semakin dekat. Quenn mengalihkan pandangannya sebentar, kemudian kembali menatap Marco, matanya penuh perhitungan.
“Aku tak peduli siapa yang ada di belakangmu,” kata Quenn dengan suara rendah. “Aku hanya ingin tahu satu hal: mengapa kau melakukan ini? Kenapa kau memilih menjadi bagian dari mereka?”
Marco menghela napas panjang, seolah-olah beban yang ia bawa jauh lebih berat dari yang bisa ia ungkapkan. "Karena mereka tidak memberi pilihan lain, Quenn. Mereka adalah kekuatan yang tidak bisa dilawan. Mereka memberi kami segalanya: uang, kekuasaan, pengaruh. Tapi semuanya ada harga yang harus dibayar. Dan sekarang, mereka menginginkan kalian.”
Ketegangan semakin terasa. Quenn bisa merasakan udara menjadi semakin tebal, setiap detik menambah beban pada pundaknya. “Jadi ini semua adalah jebakan? Mereka menginginkan kita mati hanya karena kita mulai menggali kebenaran?”
Marco mengangguk perlahan, tatapannya kosong, seolah ia sudah lama menyerah pada takdirnya. “Bukan hanya itu. Mereka tidak hanya menginginkan kalian mati, Quenn. Mereka menginginkan dunia ini—dunia yang mereka kendalikan sepenuhnya. Dan kalian adalah ancaman terbesar.”
Quenn menggertakkan giginya, amarah mulai menyelimuti hatinya. “Kau sudah memilih sisi, Marco. Dan aku tahu, kau tahu apa yang akan terjadi padamu.”
Namun, sebelum Marco bisa menjawab, suara langkah kaki berat kembali terdengar dari balik bayangan, mengalihkan perhatian Quenn. Dari kegelapan, muncul seorang pria tinggi besar, mengenakan jas hitam dan masker yang menyembunyikan sebagian wajahnya. Mata pria itu berkilat dingin, dan tubuhnya terbalut dalam aura ancaman yang sangat nyata.
“Marco,” pria itu berkata, suaranya berat, penuh perintah. “Cukup. Kita tidak punya waktu lagi untuk bicara.”
Marco melirik pria itu dengan cemas, lalu kembali menatap Quenn dengan tatapan yang lebih tajam dari sebelumnya. "Kalian sudah berada di jalan yang salah, Quenn. Pilihan kalian tinggal dua: ikut bersama kami, atau biarkan semuanya hancur bersamamu.”
Quenn menatap pria besar itu tanpa gentar. “Aku akan memilih jalanku sendiri. Dan kau akan menyesal jika memilih untuk berdiri di jalan yang salah.”
Tiba-tiba, tangan Quenn meraih pistol yang tersembunyi di pinggangnya. Dalam sekejap, ia menembak satu peluru ke arah pria besar itu, tetapi dengan cepat pria itu menghindar, melompat ke samping dengan gerakan yang sangat cepat. Suasana dalam ruangan itu langsung berubah menjadi ledakan kekacauan.
Erik, yang sudah siap dengan timnya, memasuki ruangan dari pintu belakang dengan senjata terarah. Para pengawal Marco bergerak cepat, namun Erik dan tim Quenn sudah berada dalam posisi siap. Suara tembakan bergema di sekeliling mereka. Pintu utama yang sebelumnya tertutup rapat kini terbuka lebar, membawa lebih banyak pengawal dan tentara bayaran yang siap menghadapi Quenn dan pasukannya.
"Jangan biarkan mereka keluar hidup-hidup!" teriak pria besar itu, suaranya penuh kebencian. “Ambil mereka!”
Ledakan dan tembakan bersautan, menghancurkan segala yang ada di sekeliling mereka. Quenn bergerak cepat, menyusup di balik meja besar untuk berlindung dari hujan peluru. Rina, yang sebelumnya berada di belakangnya, sudah mengaktifkan alat pengacau sinyal untuk mencegah musuh menghubungi pasukan lain.
“Kita harus keluar dari sini, sekarang!” teriak Rina, matanya berkilat dengan kecemasan. “Tempat ini akan menjadi neraka dalam beberapa menit!”
Quenn mengangguk, matanya tetap waspada terhadap gerakan musuh yang semakin mendekat. Ia tahu, setiap detik yang berlalu semakin mempersempit peluang mereka untuk selamat. “Ikuti aku! Jangan berhenti, jangan ragu!” ujar Quenn dengan suara tegas.
Mereka bergerak cepat, melewati pintu belakang yang kini terbuka lebar. Namun, saat mereka hampir keluar, suara tembakan kembali terdengar—lebih keras, lebih dekat. Seseorang, mungkin salah satu pengawal Marco, telah berhasil mengejar mereka. Quenn berbalik, menembak tepat ke arah pengawal yang mencoba mendekat. Tembakan itu berhasil, tetapi mereka tahu, lebih banyak musuh masih akan datang.
Akhirnya, mereka berhasil mencapai jalanan terbuka, namun Quenn tahu bahwa mereka tidak aman. Tempat ini bukanlah akhir dari pertempuran mereka. Itu baru saja dimulai.
Saat mereka berlari menuju kendaraan, Quenn menatap ke belakang, ke arah gedung yang kini dikelilingi oleh api dan asap. Ia tahu, jaringan ini lebih besar dari yang ia bayangkan. Dan meskipun mereka baru saja selamat dari serangan, bahaya yang lebih besar menunggu di depan mereka. Kini, Quenn harus mengungkap lebih dalam, menembus kegelapan yang menyelimuti dunia ini, atau mereka akan hancur sebelum sempat menang.
“Jangan berhenti,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Kita akan terus melawan. Apa pun yang terjadi.”
Malam itu, Quenn menyadari satu hal dengan pasti: apa yang ia hadapi sekarang jauh lebih berbahaya dari apapun yang ia bayangkan. Dan ia tidak akan berhenti sampai seluruh jaringan ini hancur, bahkan jika itu berarti mengorbankan segalanya.