Hidup Dina hancur ketika suaminya, Ronny, berselingkuh dengan sahabatnya, Tari. Setelah dipaksa bercerai, ia kehilangan hak asuh bayinya yang baru lahir dan diusir dari rumah. Patah hati, Dina mencoba mengakhiri hidupnya, namun diselamatkan oleh Rita, seorang wanita baik hati yang merawatnya dan memberi harapan baru.
Dina bertekad merebut kembali anaknya, meski harus menghadapi Ronny yang licik dan ambisius, serta Tari yang terus merendahkannya. Dengan dukungan Rita, Ferdi dan orang - orang baik disekitarnya, Dina membangun kembali hidupnya, berjuang melawan kebohongan dan manipulasi mereka.
"Merebut kembali bahagiaku" adalah kisah tentang pengkhianatan, keberanian, dan perjuangan seorang ibu yang tak kenal menyerah demi kebenaran dan keadilan. Akankah Dina berhasil merebut kembali anaknya? Temukan jawabannya dalam novel penuh emosi dan inspirasi ini.
Mohon dukungannya juga untuk author, dengan like, subs, vote, rate novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Di dalam ruang kerjanya yang elegan, dengan jendela besar yang menghadap ke kota, Johan duduk di balik meja kayu yang kokoh, matanya fokus pada layar komputernya. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai masalah yang harus dihadapi, tetapi hari itu, ada sesuatu yang lebih mendesak yang mengganggu ketenangannya.
Ronny, anak sulungnya, masuk dengan langkah pasti, namun terlihat gelisah. Di tangannya, dia memegang secarik kertas. Tanpa berbasa-basi, Ronny meletakkan kertas itu di depan Johan, sambil mengatakan, “Ini alamat Dina. Dia berada di sini sekarang.”
Johan mengambil kertas itu dengan tangan bergetar, menatap alamat yang tertulis di atasnya. Namun, seakan merasakan kebohongan di balik kata-kata Ronny, dia tidak mengatakan apapun. Hanya mengangguk pelan, wajahnya mengekspresikan kekecewaan yang mendalam. “Pergilah,” suruhnya singkat, menolak untuk menatap Ronny lebih lama lagi.
Ronny, merasakan ketegangan yang menggantung di udara, pergi dengan cepat, langkahnya semakin berat saat dia melangkah keluar dari ruangan. Begitu pintu tertutup, Johan merasakan hati yang semakin terpuruk. Dia tidak tahu bahwa detik-detik berikutnya akan membawa perubahan drastis dalam hidupnya.
Tak lama setelah Ronny pergi, Denis, ajudan kepercayaan Johan, masuk dengan membawa berkas-berkas tebal. “Tuan Johan, ini laporan penyelidikan tentang Dina dan perceraian Ronny,” katanya dengan nada serius. Johan, yang masih dalam keadaan bingung, mengambil dokumen-dokumen itu tanpa sepatah kata.
Saat Johan mulai membaca laporan itu, setiap kalimat yang tertulis di sana bagaikan tamparan di wajahnya. Hatinya meradang, setiap detail tentang perselingkuhan Ronny dengan Tari menghujam jiwanya, membuatnya merasa dikhianati oleh anaknya sendiri. Bagaimana bisa Ronny, yang seharusnya menjadi pelindung dan kebanggaan, malah menjadi sosok yang menyakiti orang yang selama ini dia anggap sebagai putri sendiri?
Marah dan kecewa, Johan merasa dunia di sekelilingnya bergetar. Dia membaca dan membaca lagi, namun semua informasi itu semakin memperdalam luka di hatinya. Betapa busuknya Ronny membohongi dirinya, menyakiti Dina yang tidak pernah berbuat salah, dan menghancurkan segalanya demi kepuasan sesaat.
Tidak sanggup lagi berbicara, Johan menutup berkas itu dengan keras, memejamkan mata sejenak untuk menahan air mata yang ingin jatuh. Rasanya seperti ada yang menyedot seluruh energinya, meninggalkannya dalam keputusasaan yang tak berujung. Dia tahu, apapun yang terjadi selanjutnya, dia harus menemukan Dina dan melindunginya dari semua kebohongan dan sakit hati yang ditimbulkan oleh Ronny.
Di dalam ruang kerjanya yang sunyi, Johan masih terbenam dalam pikirannya, rasa marah dan kecewa menggelora di dalam dadanya. Denis, yang berdiri di sampingnya, akhirnya memberanikan diri untuk berbicara lagi. “Tuan Johan, saya ingin memberitahu Anda bahwa keberadaan nona Dina yang sebenarnya sangat berbeda dari alamat yang diberikan tuan Ronny. Dia tidak berada di tempat yang dia sebutkan,” ungkap Denis, matanya menatap Johan penuh perhatian.
Johan merasakan sebuah kilatan kemarahan menggelegak di dalam dirinya. Sekali lagi, dia dikhianati oleh anaknya sendiri. “Jadi, dia berbohong lagi?” Johan bertanya, suaranya bergetar menahan emosi. Dia merasa seolah semua kepercayaan yang dia berikan kepada Ronny runtuh seketika.
“Tepat sekali, Tuan,” jawab Denis dengan tegas. “Nona Dina berada di tempat yang sama sekali berbeda, Dia berada di kediaman Rita Santoso. Anda tahu siapa dia bukan?.” Johan mengangguk.
Denis juga mengatakan kenapa Dina melahirkan lebih cepat dari waktu yang seharusnya, Denis berkata bahwa di hari Dina dibawa kerumah sakit, Dina terjatuh dari tangga dirumahnya, untuk penyebabnya Denis masih menyelidiki hal tersebut. Karena semenjak Dina hamil, kamar Dina telah dipindahkan ke lantai 1, sehingga terdengar tidak masuk akal bagi wanita yang sedang hamil besar tiba - tiba terjatuh dari tangga yang seharusnya dia hindari.
Mendengar ini, Johan merasakan beban di pundaknya semakin berat. “Denis, aku ingin agar kau merahasiakan semua ini dari siapapun, termasuk Teddy dan Inneke. Ini adalah masalah keluarga yang tidak boleh keluar dari sini,” tegasnya.
Johan menghela napas, kemudian melanjutkan, “Aku akan menyetujui perceraian Dina dan Ronny. Dia tidak pantas untuk diperlakukan seperti ini setelah semua yang dia lakukan. Aku juga akan mencoret nama Ronny dari keluarga ini. Apa yang dia lakukan benar-benar membuatku malu sebagai orangtuanya.”
Denis mengernyit, tampak ragu. “Tapi Tuan Johan, apakah hukuman mencoret nama tuan Ronny tidak terlalu keras? Bagaimanapun dia masih anak Anda.”
Johan menggelengkan kepala dengan tegas, wajahnya memucat oleh kemarahan yang terus membara. “Dia sudah sepantasnya mendapatkan ganjaran atas semua ini, dan yang terpenting, aku ingin kau tetap diam tentang semua ini. Itu perintah saya.”
Mendengar keputusan tegas Johan, Denis mengangguk, menerima instruksi dengan patuh. “Baik, Tuan. Saya akan melakukannya.”
“Sekarang, Aku ingin kamu meminta Ronny untuk menemuiku sebelum aku pergi menemui Dina. Aku perlu bicara dengan dia,” Johan memerintahkan, suara dan wajahnya menunjukkan bahwa dia tidak main-main.
Denis segera pergi, meninggalkan Johan yang kini hanya dikelilingi oleh keheningan. Johan merasa hatinya semakin berat, tetapi dia tahu langkah-langkah yang akan diambilnya adalah untuk kebaikan Dina dan juga Ronny. Ketidakadilan yang dialami Dina tidak bisa dibiarkan.
***
Ronny berjalan melewati lorong panjang menuju ruang kerja ayahnya, jantungnya berdetak cepat. Malam itu, langit gelap di luar seakan mencerminkan kecemasan yang menggelayuti hatinya. Apa yang sebenarnya diinginkan Johan, ayahnya? Banyak pertanyaan berkecamuk di pikirannya, dia merasa was - was.
Ketika memasuki ruang kerja yang besar dan mewah, Ronny melihat Johan duduk tegak di balik meja kayu berukir. Ruangan itu dipenuhi dengan barang-barang mahal, menciptakan atmosfer kekuasaan dan otoritas. Johan menatap Ronny dengan ekspresi serius, seolah menilai setiap inci dari keberadaan anaknya itu.
“Ada apa, Pa? Kenapa kau memanggilku malam-malam begini kesini” tanya Ronny dengan nada penuh rasa ingin tahu, berusaha menutupi kegugupannya.
Johan tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia melemparkan sebuah dokumen tebal berisi laporan penyelidikan yang ditulis oleh Denis ke arah Ronny. Dokumen itu terjatuh di atas meja di hadapannya, mengeluarkan bunyi keras ketika menghantam permukaan kayu.
Ronny menatap heran ke arah dokumen itu, detak jantungnya semakin cepat. Saat membukanya, matanya membelalak, terkejut dengan informasi yang ada di dalamnya. Semua kebohongannya seolah terkuak dalam sekejap. Wajahnya seketika gugup.
“Bagaimana bisa kamu melakukan hal hina seperti ini, Ronny?!” Johan berteriak, suaranya menggema di ruang kerja yang sunyi. Kemarahan menggelegak dalam dirinya, tidak bisa ditahan. “Kau telah menyakiti Dina, wanita itu tidak bersalah padamu!”
Ronny merasa terpojok, berusaha mempertahankan diri. “Tapi, Pa, Dina bukan wanita yang menarik! Dia… dia tidak seperti Tari,” sahutnya, berkilah sebisa mungkin. “Tari lebih cantik, lebih memuaskan. Memiliki istri seperti Dina hanya membuatku malu. Dia tidak bisa memuaskanku dalam hubungan suami istri, dan tidak pandai merias diri. Itulah alasanku memilih Tari.”
Kemarahan Johan semakin membara. Johan menghampiri putra sulungnya, menarik kerah bajunya dan memukul wajahnya dengan keras, hingga Ronny terjerembab ke lantai, “Kau sangat bodoh, Ronny! Kau telah menghancurkan hidupnya dan mempermalukan keluargamu sendiri. Apa kau tidak melihat betapa salahnya semua ini? Apa kau tidak memikirkan semua yang sudah Dina lakukan kepada keluarga kita??”
"Bukan Dina yang berhutang budi pada kita, tapi kita!!! Kau paham itu!!!" teriak Johan.
"Kalau bukan karena orang tua Dina, perusahaan kita tidak akan sebesar sekarang, dan semua kemewahan yang kau rasakan selama ini tidak akan pernah ada" lanjut Johan lagi.
Lelaki tua itu kembali terduduk dikursinya, "Aku sudah salah mendidikmu selama ini" ucapnya lirih
"Pergilah, kau bukan lagi anakku. Aku akan menganggap tidak pernah memiliki anak sepertimu" kata Johan lagi.
Johan juga mengatakan bahwa Gio akan berada dalam pengasuhannya sampai masalah diantara Dina dan Ronny menemui titik terang.
“Tidak!” Ronny berontak, wajahnya memerah menahan emosi. “Itu tidak adil, Pa! Dia anakku! Kenapa aku harus menyerahkannya padamu?!” Suaranya memuncak, mencerminkan ketidakpercayaannya dan ketakutannya akan kehilangan.
Johan berdiri, sosoknya menegak seperti patung marmer. "Kau tidak layak menjadi ayah bagi Gio setelah semua yang kau lakukan. Kau telah menghancurkan kehidupan Dina, dan sekarang kau ingin mengambil anaknya dari dia? Apa kau sudah gila?"
Ronny merasa seolah dinding-dinding ruangan itu menutupinya, membuat dadanya terasa sesak. Kecewa mendalam terlihat di wajah Johan, seperti sebuah badai yang menggulung di balik ekspresinya. “Papa sangat kecewa padamu, Ronny. Selama ini, papa percaya padamu. Tapi semua ini… semua ini benar-benar di luar batas. Sikapmu tidak seperti seorang laki - laki sejati, tapi pengecut”
“Pa, tunggu! Ini bukan cara menyelesaikannya! Aku bisa memperbaiki semuanya!” Ronny berusaha meyakinkan, tetapi nada putus asa mulai merayapi suaranya. “Tari… kami akan menikah, dan aku akan jadi ayah yang baik bagi Gio.”
"Bukan begitu caranya,” Johan memotong, suaranya datar, tanpa empati. “Papa tidak akan membiarkan anak ini dibesarkan olehmu dan wanita murahan itu. Tidak selama aku masih hidup.” Johan mengatakannya dengan tegas membelakangi Ronny yang menahan emosi di dadanya.
Johan membalikkan badan dan berjalan menuju pintu, meninggalkan Ronny dalam keadaan yang sama, sekilas Johan dapat melihat tidak ada rasa penyesalan dihati Ronny.
"Kalau begitu tidak ada jalan lain, aku menolak untuk menyerahkan Gio dan kalah dari Dina. Tidak ada jalan lain pa, kau yang memaksaku melakukan ini." geram Ronny berjalan menyusul ayahnya.
***
aku kl masalh bayi di adopsi hnya untuk kepentingan sungguh gk tega. aku gk setuju kl yg bgini. tari bukan tulus ma si bayi tp modus. dah di kasih penyakit ma karma bkn insyaf mlh makin menjadi.