Hanzel Faihan Awal tak menyangka jika pesona janda cantik penjual kue keliling membuat dia jatuh hati, dia bahkan rela berpura-pura menjadi pria miskin agar bisa menikahi wanita itu.
"Menikahlah denganku, Mbak. Aku jamin akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ujar Han.
"Memangnya kamu mampu membiayai aku dan juga anakku? Kamu hanya seorang pengantar kue loh!" ujar Sahira.
"Insya Allah mampu, kan' ada Allah yang ngasih rezeky."
Akankah Han diterima oleh Sahira?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih bintang lima sama koment yang membangun kalau suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BTMJ2 Bab 7
"Kek, bagaimana?"
Aksa baru saja datang ke toko kue, Hanzel dengan tidak sabarnya menghampiri pria itu dan langsung menanyakan tentang Sahira.
"Astagfirullah! Bukannya salim dulu sama Kakek, malah langsung nanyain janda itu."
Biasanya cucunya itu selalu perhatian, bahkan selalu menanyakan kabarnya setiap kali ketemu. Namun, kali ini cucunya itu malah lebih mementingkan menanyakan keadaan orang lain.
Hanzel nyengir juga, pria itu lalu mencium punggung tangan Aksa dan memeluk pria tua itu. Aksa langsung tertawa karena tingkah anak itu benar-benar tak seperti biasanya.
"Maaf, Kek. Gak sabar soalnya, pengen tau pastinya dia itu kenapa bisa jadi janda. Pengen tau, kenapa hidupnya bisa sengsara seperti itu."
"Iya, Kakek paham. Bilang aja demen," ujar Aksa.
"Ish! Cuma penasaran, Kek."
"Hahahaha, anak muda sekarang tak mau ngaku."
Aksa tertawa kecil sambil melangkahkan kakinya untuk duduk di salah satu bangku yang ada di sana, Hanzel mengikuti. Khadijah yang sejak tadi memperhatikan obrolan antara anak dan juga ayahnya langsung ikut menghampiri.
"Ada apa sih, Yah?" tanya Khadijah sambil mencium punggung tangan ayahnya dengan takjim.
"Ini tentang anak kamu, Sayang."
"Ada apa dengan Baby Han?"
"Umi!" protes Hanzel karena ibunya selalu saja memanggil dirinya dengan sebutan 'baby Han'. Khadijah hanya terkekeh melihat reaksi dari putranya.
"Anak kamu suka janda," jawab Aksa.
"Apa? Janda mana, Yah?" tanya Khadijah.
"Yang ini," jawab Aksa sambil menunjukkan foto Sahira kepada Khadijah.
Khadijah mengambil ponsel milik ayahnya, lalu dia memperhatikan foto Sahira dan juga data diri dari wanita itu. Khadijah melihat dan membaca data diri dari Sahira dengan begitu serius, Hanzel sampai ngambek kepada kakeknya.
"Kek, aku loh yang mau tahu tentang mbak Sahira. Kenapa malah Umi yang dikasih liat?"
"Sabar, Boy." Aksa menepuk pundak cucunya.
Hanzel menganggukan kepalanya, tak lama kemudian dia juga bisa melihat foto-foto Sahira dari pertama pacaran dengan Dion sampai menikah dan diusir dari keluarganya.
Hanzel juga bisa melihat dua rekaman CCTV tentang Sahira dan juga Dion, rekaman CCTV pertama di mana Sahira dan juga Dion melakukan prewedding dan setelahnya keduanya masuk ke dalam kamar hotel.
Awalnya Sahira nampak masuk dengan wajahnya yang begitu ceria, tetapi setelah beberapa jam kemudian Sahira keluar dalam keadaan berbeda. Sahira keluar dengan wajah yang pucat dan cara berjalan yang seperti orang kesakitan.
Hanzel yakin kalau pada saat itulah Sahira dan juga Dion melakukan untuk yang pertama kalinya, makanya di saat Sahira menikah dengan Dion, Sahira sudah hamil.
Rekaman CCTV kedua menunjukkan di mana Sahira diusir di malam pernikahannya, wanita itu pergi malam-malam dari hotel di mana tempat dia menikah dengan wajah sembab dan sudut bibirnya bahkan terlihat robek.
Karena saat Dion mengadu kepada kedua orang tua wanita itu kalau Sahira sudah hamil, Sahira mendapatkan beberapa kali pukulan dan beberapa kali tamparan.
"Astagfirullah! Jadi, mbak Sahira itu benar-benar mendapatkan perlakuan yang tidak adil, Kek?"
"Ya, keluarga Pratama juga bodoh! Bisa-bisanya mereka malah percaya dengan kata-kata Dion, seharusnya mereka percaya dengan apa yang dikatakan oleh Sahira. Minimal mereka mencari tahu terlebih dahulu tentang apa yang terjadi," jawab Aksa.
Hanzel mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh Aksa, karena seharusnya jika ada masalah memang jangan diselesaikan dalam keadaan emosi dan tanpa mendengarkan dari kedua belah pihak.
"Terus, kalau udah tahu kaya gini, kamu mau apa?" tanya Khadijah dengan penasaran.
"Pengen ngelurusin masalahnya, Umi. Mbak Sahira itu pontang panting nyari uang di luaran untuk biaya mereka berdua, setidaknya walaupun dia tidak kembali ke keluarganya, nama dia harus bersih."
"Niat banget kamu tuh, suka beneran kayaknya." Aksa masih saja menggoda cucunya.
"Suka bukan berarti cinta, Kek. Tapi, kalau misalkan Han nikah sama mbak Sahira boleh?"
Khadijah nampak menggelengkan kepalanya, sedangkan Aksa langsung tertawa dengan terbahak-bahak mendengar apa yang dikatakan oleh cucunya. Walaupun Hanzel berkata tidak menyukai Sahira, tetapi sorot matanya mengatakan suka.
"Memangnya Kakek pernah meminta kamu untuk menikah dengan seorang gadis?"
"Nggak," jawab Hanzel.
"Mau menikah dengan janda ataupun seorang gadis Kakek tidak masalah, yang terpenting wanita itu memiliki akhlak yang baik. Yang terpenting wanita itu memiliki perangai yang baik, sayang sama kamu dan keluarga."
"Oke," jawab Hanzel.
Di lain tempat.
Dion sedang melakukan sarapan bersama dengan istrinya, Miranda. Pria itu memang terlihat sedang mengunyah roti isi buatan istrinya, tetapi pikirannya sedang melayang entah ke mana.
Miranda yang sejak tadi duduk di samping suaminya tentu saja merasa aneh, tetapi tak lama kemudian dia teringat akan pertemuan Dion dengan wanita yang tidak dia kenal kemarin sore.
Dia juga masih ingat kala dirinya bertemu dengan seorang anak kecil yang begitu mirip dengan Dion, Miranda jadi ingin tahu siapa anak kecil itu.
"Sayang," panggil Miranda dengan lembut sambil mengusap lengan suaminya.
"Ya, Sayang." Dion menolehkan wajahnya ke arah istrinya.
"Maaf, aku mau tanya. Boleh?"
"Boleh," jawab Dion.
"Siapa wanita yang kemarin bertemu dengan kamu itu?"
Dion sedikit kaget mendengar apa yang ditanyakan oleh istrinya, tetapi tidak lama kemudian pria itu pun berkata.
"Mantan aku, Yang."
"Oh, mantan istri kamu yang langsung Kamu cerai di malam pertama itu?"
"Ya," jawab Dion.
"Kamu dan keluarga kamu bilang kalau mantan istri kamu itu diceraikan karena hamil anak orang lain, tapi kok aku liat anak itu mirip kamu banget. Apa mungkin anak itu anak kamu?"
Dion juga merasa kalau anak itu adalah anaknya, karena dia tahu pasti kalau Sahira tidak pernah melakukannya dengan pria manapun. Sahira hanya melakukannya dengan dirinya, karena memang dirinya yang mengambil keperawanan wanita itu.
"Sayang, jujur aja. Jangan membohongi aku, aku tak suka."
Dion akhirnya meluruhkan tubuhnya ke atas lantai, lalu dia bersujud di bawah kaki istrinya. Miranda sampai kaget dan langsung meminta suaminya untuk bangun.
"Bangunlah, Sayang. Ada apa ini?"
"Maaf, aku minta maaf. Selama ini aku bohong, satu bulan sebelum kami menikah, aku melakukannya dengan Sahira. Jadi, aku yakin kalau dia memang hamil anak aku saat itu."
Dion terlihat menceritakan hal itu sambil menangis, Miranda merasa kesal mendengar apa yang dikatakan oleh Dion. Namun, wanita itu bersikap tenang.
"Lalu, kenapa kamu berkata kepada semua orang kalau wanita itu hamil anak pria lain?"
"Anu, Yang. Saat itu perusahaan hampir bangkrut, aku butuh investor. Kebetulan saat itu kamu suka aku, jadi---"
"Kamu memanfaatkan aku?!" tanya Miranda mulai emosi.
"Awalnya gitu, Sayang. Awalnya aku ingin memanfaatkan kekayaan kamu, tapi... cinta itu tumbuh setelah kita menikah."
Miranda terlihat begitu marah sekali, matanya memerah dengan rahangnya yang mengeras. Bahkan, kedua tangannya terlihat mengepal dengan sempurna.
Ingin sekali dia marah dan bercerai dari pria itu, tetapi hal itu tidak mungkin dia lakukan. Saat ini dia sadar betul kalau dirinya itu adalah wanita mandul, jika dia berpisah dengan Dion, mungkin saja tidak ada pria lain yang mau terhadap dirinya.
Jika dipikir-pikir, mereka itu melakukan pernikahan simbiosis mutualisme. Dion membutuhkan dirinya karena harta, dia juga membutuhkan Dion yang mau menjadi budaknya. Walaupun dirinya mandul, tetapi pria itu tidak akan bisa hidup tanpa hartanya.
"Bagaimana kalau aku ingin cerai dengan kamu?'
"Jangan, Yang. Kita sudah 8 tahun menikah, kita harus bercerai begitu saja."
"Oke! Aku tidak akan menceraikan kamu, tapi ada syaratnya."
"Apa?" tanya Dion.
"Ambil anak itu dari ibunya, aku mau anak itu.''
"Yang!" protes Dion tak percaya dengan apa yang diinginkan oleh istrinya.