Deskripsi Novel: "Bayang di Balik Jejak"
Di kota kecil Rivermoor yang diselimuti kabut, sebuah rumah tua bernama Rumah Holloway menyimpan rahasia kelam yang tidak pernah terungkap. Sejak pembunuhan brutal bertahun-tahun lalu, rumah itu menjadi simbol ketakutan dan misteri. Ketika Detektif Elena Marsh, yang penuh ambisi dan bayangan masa lalu, ditugaskan untuk menyelidiki kembali kasus tersebut, dia segera menyadari bahwa ini bukan sekadar pembunuhan biasa.
Jejak-jejak misterius membawanya ke dalam jaringan ritual gelap dan pembunuhan berantai yang melibatkan seluruh kota. Setiap langkah yang diambilnya memperdalam keterlibatannya dengan sesuatu yang lebih jahat daripada yang pernah ia bayangkan. Namun, ancaman terbesar justru datang dari bayang-bayang yang tak kasatmata—dan nama Elena ada di daftar korban berikutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPUTUSAN YANG MENGHANCURKAN
Elena berdiri di sana, menatap Liam dengan hati yang penuh kebingungan. Setiap bagian dari dirinya ingin melawan, berteriak bahwa ada cara lain. Tapi dalam hatinya, dia tahu—mereka telah sampai di persimpangan yang tak bisa dihindari. Menghancurkan dunia ini berarti kehilangan segalanya. Namun, jika mereka memilih untuk terus berjuang, mereka akan terperangkap dalam siklus yang tiada habisnya.
Liam menunggu, tatapannya penuh dengan kesungguhan dan rasa sakit. “Elena… apa pun yang kita pilih, kita tak akan pernah kembali lagi seperti yang dulu. Ini adalah jalan yang harus kita pilih, atau semuanya akan berakhir dengan lebih banyak penderitaan.”
“Kalau begitu, hancurkan dunia ini,” jawab Elena dengan tegas, meski hatinya terasa terkoyak. Dia tidak bisa membayangkan kehilangan apa yang dia miliki, tetapi dia juga tahu tak ada pilihan lain. "Kita harus menghentikan siklus ini. Kita harus mengakhiri semuanya."
Liam mengangguk pelan, matanya terlihat berat dengan keputusan yang sama. Mereka berdua tahu bahwa ini bukan hanya tentang mereka berdua lagi—ini adalah tentang kebebasan seluruh dunia yang terperangkap dalam bayang-bayang takdir yang kejam.
Mereka berjalan menuju pusat ruangan, tempat pintu hitam yang menganga lebar seperti menghisap segalanya. Cahaya dari pintu itu memancar dengan intensitas yang luar biasa, menciptakan bayangan gelap yang menjalar ke seluruh penjuru dunia yang mereka kenal. Di dalam cahaya itu, Elena bisa merasakan kekuatan yang jauh lebih besar dari yang pernah dia hadapi. Kekuatan yang bisa menghancurkan segalanya dalam sekejap. Dan mereka akan menghadapinya.
“Ini adalah saatnya, Elena,” kata Liam, suaranya menggema dalam ruangan yang kian sepi. “Apa pun yang terjadi, kita harus siap.”
Elena merasakan udara di sekelilingnya menjadi semakin berat, seolah dunia itu sendiri sedang menahan napas, menunggu keputusan mereka. Dia menatap Liam dengan tatapan yang penuh tekad. "Kita bisa melakukannya, Liam. Kita bisa menghentikan ini."
Dengan langkah mantap, mereka berdua melangkah menuju pintu besar itu, siap menghadapi konsekuensi dari pilihan mereka. Begitu mereka berada di ambang pintu, dunia seolah terhenti. Segalanya terdiam dalam keheningan yang mencekam, seperti waktu sendiri yang menahan langkah mereka.
Di balik pintu, suara berderak keras terdengar, seperti rantai yang menghancurkan dinding waktu itu sendiri. Sesuatu yang jauh lebih besar, lebih gelap, dan lebih jahat daripada apa pun yang mereka bayangkan mulai bangkit.
“Tunggu…” suara asing itu, yang mereka kenal namun tidak pernah bisa mereka kenali, terdengar di dalam pikiran mereka. Itu adalah suara yang selalu menghantui mereka, suara yang mengalir melalui setiap percakapan yang telah mereka miliki. Suara itu kini berbicara dengan nada yang lebih dalam, lebih menakutkan. “Kalian pikir bisa melawan takdir? Kalian pikir bisa menghancurkan apa yang sudah tercipta? Dunia ini adalah milik kami, dan kalian hanyalah bagian dari permainan.”
Makhluk itu muncul dari kegelapan di belakang pintu, wujudnya kabur dan berubah-ubah seperti bayangan yang memantul di atas air. “Kalian berpikir bisa memutuskan apa yang akan terjadi. Tapi ingat—tak ada yang bisa keluar dari permainan ini. Kalian tidak tahu betapa dalamnya perangkap ini.”
Liam melangkah maju, wajahnya dipenuhi dengan rasa marah dan penyesalan. “Kalian telah memainkan kami cukup lama. Kami tak akan terjebak lagi dalam ilusi ini.”
Elena merasakan pedangnya bergetar di tangannya. Ada sesuatu yang aneh terjadi. Pedang itu, yang selalu menjadi simbol perjuangannya, kini terasa seperti beban yang lebih berat. “Kita bisa menghancurkan semuanya, Liam. Kita bisa mengakhiri permainan ini sekarang juga.”
Namun makhluk itu tertawa, suaranya seperti desis ular yang berbisik di telinga mereka. “Kalian benar-benar tidak mengerti, bukan? Dunia ini bukan hanya tentang kalian. Ini adalah eksperimen yang lebih besar dari apa yang kalian tahu. Setiap pilihan yang kalian buat, setiap langkah yang kalian ambil, hanyalah bagian dari perjalanan yang lebih panjang.”
Elena merasa tubuhnya lemas, dan seluruh dunia seakan mulai berputar. Semua yang dia ketahui tentang takdir, tentang hidup dan mati, kini terasa seperti serangkaian ilusi yang tak pernah ada. Mungkinkah mereka benar-benar bisa menghancurkan dunia ini? Apa yang akan terjadi jika mereka melakukannya?
Makhluk itu melangkah lebih dekat, dan dengan setiap langkah, udara semakin tebal, seperti ada sesuatu yang menahan mereka di tempat. “Kalian harus memilih, Elena, Liam. Apakah kalian siap untuk benar-benar menghancurkan segala sesuatu yang telah kalian kenal? Apa yang akan terjadi setelah itu? Kalian mungkin tidak akan pernah tahu.”
“Tidak ada lagi pilihan,” Elena menjawab dengan suara yang lebih kuat, meskipun hatinya dipenuhi keraguan. “Kita harus melakukannya.”
Liam berdiri di sampingnya, matanya penuh dengan tekad. “Kita akan menghentikan ini. Apa pun yang terjadi.”
Dengan satu gerakan, Elena melangkah ke dalam kegelapan yang memancar dari pintu itu. Segera setelah itu, sebuah suara gemuruh besar menggetarkan seluruh ruang, dan dunia mulai bergetar di bawah kaki mereka.
Tiba-tiba, mereka merasa seperti terlempar ke dalam pusaran gelap yang memutar. Dunia yang mereka kenal menghilang, digantikan oleh kegelapan total. Mereka merasakan diri mereka terjatuh, tubuh mereka terhuyung, tak mampu mengendalikan apa yang terjadi.
Di tengah kegelapan itu, Elena merasa tubuhnya diangkat ke udara, dan seberkas cahaya muncul di hadapannya. Dalam cahaya itu, dia melihat dirinya sendiri—tapi bukan seperti yang dia kenal. Wajahnya dipenuhi dengan luka-luka, matanya kosong, tubuhnya hancur. Dan di sekelilingnya, ada ribuan bayangan yang tak terhitung jumlahnya—semua diri Elena yang terperangkap dalam dunia yang tak pernah berakhir.
“Kau tahu sekarang, bukan?” suara makhluk itu terdengar lagi. “Kalian bukan orang pertama yang mencoba menghancurkan dunia ini. Kalian hanyalah bagian dari siklus yang lebih besar. Dan kali ini, kalian akan tetap terjebak. Tidak ada yang bisa mengubah takdir.”
Elena merasakan kepalanya berputar. Semua yang dia alami, semua yang dia percayai, sekarang terasa seperti permainan yang tak pernah berakhir. "Tidak!" serunya, menggenggam pedangnya lebih erat. “Aku akan menghentikan siklus ini. Tidak peduli apa yang harus aku lakukan.”
Dalam sekejap, semuanya hancur. Dunia itu, yang telah diciptakan untuk mengikat mereka dalam lingkaran tak berujung, pecah menjadi ribuan fragmen. Waktu itu sendiri terputus, dan segala sesuatu yang ada—baik yang dikenal maupun yang tidak—menghilang dalam kegelapan.
Namun, entah bagaimana, Elena merasakan dirinya terjatuh ke dalam ruang kosong yang lebih dalam lagi. Ini bukan akhir. Ini bukanlah kebebasan yang mereka cari. Tetapi dunia yang mereka hancurkan kini terbuka—dan ada sesuatu yang lebih besar, lebih menakutkan, menunggu untuk ditemukan.