Sahabat itu cinta yang tertunda, kata Levin satu waktu berkata pada Dizza seolah konsep itu memang sudah dialami nyata oleh si pemuda. “Kau hanya perlu melihat dengan persepsi yang berbeda untuk menemukan cintamu.”
Sampai kemudian Dizza yang berpikir itu omong kosong mengalami sendiri kebenaran yang Levin katakan padanya. Dizza jatuh cinta pada Edzhar yang adalah sahabatnya.
"Memangnya boleh mencintai sahabat sendiri?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rucaramia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria yang Sedang Berulang Tahun
Yang pertama mengucapkan selamat ulangtahun padanya adalah Daneth, seorang gadis yang dijuluki sebagai seorang ratu. Dia adalah temannya di kampus yang telah bertahun-tahun telah menyimpan rasa terhadap Edzhar. Tetapi gadis itu memutuskan untuk tidak mengatakannya sama sekali soal rasa yang dia punya terhadap pria itu. meskipun faktanya seluruh dunia sudah tahu soal perasaannya pada Edzhar seperti apa. Daneth adalah orang yang peka, sehingga tidak sulit baginya untuk dapat beradaptasi dan memahmi perasaan orang-orang disekelilingnya. Apalagi terhadap Edzhar yang nampaknya memiliki ketertarikan lebih pada seseorang yang bukan dirinya. Pria itu punya tambatan hati. Bukan kekasih, tapi lebih hanya pada sekadar tambatan hati saja.
“Edzharrrrr…. Happy birthday my super lovely my darling!” dan candaan seperti itu hanya akan ditanggapi biasa saja oleh sip ria. Dia membawa sebuah kado yang telah dibungkus susah payah sejak seminggu lalu. Orang rumahnya bahkan tahu betul seberapa keras dia mempersiapkan hadiah ini untuk Edzhar. Saking setengah gilanya dia dengan itu. Dia tidak henti mengganggu semua orang di rumahnya untuk bertanya hadiah yang cocok untuk diberikan pada Edzhar sampai membuat ibunya sendiri jengah karena ditanyai pertanyaan yang sama setiap harinya.
“Terima kasih banyak ya, Daneth,” balas pria itu dengan senyuman yang terus terang membuat Daneth langsung bisa merasa meleleh di tempat.
Daneth hanya mampu menunduk seraya menenangkan detak jantungnya yang heboh hanya karena di beri senyuman. Semburat merah tipis menguar di permukaan pipinya yang seputih porselen. Matanya memandang hangat, meski kearah lantai. Kebahagiaan yang tulus tercetak jelas pada wajah gadis itu disana.
Edzhar hanya diam, tapi dibalik itu semua dia jelas bersyukur dan merasa terberkahi sebab pagi ini dia sudah dianugerahi kado yang pastinya istimewa dari Daneth.
***
Pukul sebelas kurang lima menit, detik-detik memasuki jam makan siang. Ponsel Edzhar berdering nyaring selepas dosen yang mengajar di kelas mereka telah keluar. Presentase semangat pemuda itu mulai kendur karena terlalu banyak di jejali informasi dan materi dari sang dosen, dia pikir ponselnya yang berdering itu dari dia. Karena itulah rasa loyo dan pengharapan langsung melesat ke udara seketika. Laksana kecepatan cahaya. Pasti dia, batinnya berbisik dan senyumannya kembali terukir.
Sejak kemarin dia memang belum menghubunginya sama sekali, hari ini pun batang hidungnya saja tidak terlihat sama sekali.
Edzhar langsung menerima panggilan ponsel tersebut tanpa harus melirik kearah nama yang terpampang disana.
“Halo?”
“Yo, pria yang sedang berulang tahun. What’s up man?”
Presentase semangat yang beberapa saat lalu meninggi kini malah goyah dan turun ke dasar jurang yang gelap. Tanpa sadar, Edzhar mendesah kencang ketika refleks tubuh jangkungnya dia rebahkan di sandaran kursi.
“Eh? Apa-apaan desahan napasmu itu? tidak suka aku meneleponmu? Aku mengganggumu?” timpal si penelepon di ujung sana.
Edzhar menegakan tubuhnya kembali, bukan salah orang itu juga jika situasinya jadi begini. Tapi salah Edzhar sendiri yang terlalu banyak berharap lebih. “Tidak kok, Levin. Maaf aku barusan refleks mendesah saja karena aku baru selesai kelas,” kilah Edzhar merasa tidak enak.
“Kau mau aku percaya karangan payahmu itu? jangan bercanda tampan. Aku tidak bisa kau tipu semudah itu,” jawab Levin terdengar meremehkannya seperti biasa. Edzhar hanya terkekeh mendengar nada penuh kesombongan dari temannya itu.
“Iya, iya. Jadi bisa ku tahu ada urusan apa Yang Mulia meneleponku di jam makan siang seperti ini?” sindir Edzhar balik, pemuda di sebrang sana hanya tertawa.
“Yang Mulia ini tidak ingin terlambat mengucapkan selamat ulang tahun pada salah satu keroconya. Jadi, selamat ulang tahun ya bung. Semoga panjang umur dan umm… mendapatkan pacar yang seseksi gitar spanyol,” ujar Levin yang hanya dibalas senyuman oleh Edzhar. Pemuda itu selalu saja pandai membuat situasi jadi menyenangkan. Dia bersyukur memiliki teman seperti orang itu.
Dalam hatinya dia bermonolog ria, bagaimana dia bisa mendapatkan seorang pacar yang seseksi gitar spanyol, kalau hatinya sekarang saja tertambat pada tipe yang berbeda dari doa kawannya? Tapi tentu saja hal tersebut akan Edzhar simpan rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Informasi gegabah seperti itu hanya akan membuat hubungan yang sudah terjalin diantara mereka akan jadi sulit dan pelik. Edzhar tidak suka itu.
“Terima kasih banyak, bung. Haruskah aku mengaminkan doamu?” balas Edzhar main-main pada pria itu yang malah disambut dengan tawa meledek dari sebrang telepon.
“Memangnya kau tidak suka dengan tipe perempuan yang kusebutkan?”
Edzhar mendecak, tidak mengira bahwa obrolan mereka malah jadi seperti ini. “Kurasa aku suka, tapi tidak mendekati seleraku.”
“Aku jadi khawatir kau punya selera perempuan yang sama dengaku,” sahut Levin lagi dengan nada main-main, meski begitu entah bagaimana Edzhar malah sedikit mendapati adanya keseriusan disana. Ya, semoga saja itu hanya perasaannya saja dan tidak pernah menjadi nyata.
“Aku harap tidak,” sahut Edzhar.
“Aku juga, tapi ngomong-ngomong aku akan memberimu bocoran soal tipeku. Kurang lebih aku tertarik pada perempuan yang berbeda dan tipe yang beda pula.”
“Kau terdengar putus asa, kau takut kalah saing denganku? Apa menurutmu aku lebih tampan darimu?” canda Edzhar yang dibalas dengan decihan dari sebrang sana.
“Seperti kau tidak tahu aku saja. Hei dengar, aku adalah Levin, pria paling tampan, keren, dan seksi seantero kampus. Aku tidak mungkin kalah tampan darimu. Lagipula kita kan berteman, jadi aku tidak ingin kita bersaing untuk sesuatu yang tidak perlu.”
“Kau benar.”
Panggilan tersebut terus berlangsung hingga lima belas menit kemudian dengan berbagai pembahasan random. Konversasi kesana kemari khas para pria muda yang mendominasi. Terakhir, Levin bilang kado darinya akan menyusul bersama dirinya sendiri ke tempat Edzhar nanti malam. Dengan mendengar hal itu, Edzhar mengucapkan terima kasihnya sekali lagi pada pemuda itu sebelum mereka memutuskan untuk mengakhiri panggilan.
Setelah itu atensi Edzhar kembali pada sekitar, pandangannya membentuk fokus otomatis tiap kali melihat seorang gadis yang memiliki sedikit kemiripan dengan dia. Tapi begitu dia mendekat dan ternyata bukan orang itu yang dia cari akhirnya Edzhar hanya bisa pasrah. Pikirannya masih bergejolak memikirkan seseorang yang masih berstatus tanpa kabar sejak kemarin.
Sebenarnya kemana dia? Kenapa hari ini pun dia tidak datang ke kampus? tumben sekali.
Edzhar melirik kearah arloji yang dia kenakan di tangan kirinya, dia menemukan sudah pukul dua belas lebih. Perutnya yang keroncongan memaksanya untuk singgah di kafetaria dengan harapan yang masih sama sejak pagi. Tidak dia duga dia mendapati seorang gadis menunggunya di dekat sebuah tiang dengan sebuah bingkisan di kedua tangan.
Love ..word that can cause happiness or sadness Depend situation. i hate that word n try to avoid happened to me 🫣🤔😱