Laila, seorang gadis muda yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu, tiba-tiba terjebak dalam misteri yang tak terduga. Saat menemukan sebuah perangkat yang berisi kode-kode misterius, ia mulai mengikuti petunjuk-petunjuk yang tampaknya mengarah ke sebuah konspirasi besar. Bersama teman-temannya, Keysha dan Rio, Laila menjelajahi dunia yang penuh teka-teki dan ancaman yang tidak terlihat. Setiap kode yang ditemukan semakin mengungkap rahasia gelap yang disembunyikan oleh orang-orang terdekatnya. Laila harus mencari tahu siapa yang mengendalikan permainan ini dan apa yang sebenarnya mereka inginkan, sebelum dirinya dan orang-orang yang ia cintai terjerat dalam bahaya yang lebih besar.
Cerita ini penuh dengan ketegangan, misteri, dan permainan kode yang membawa pembaca masuk ke dalam dunia yang penuh rahasia dan teka-teki yang harus dipecahkan. Apakah Laila akan berhasil mengungkap semuanya sebelum terlambat? Atau akankah ia terjebak dalam jebakan yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faila Shofa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perjalanan kegelapan
Malam semakin larut ketika mereka memutuskan untuk kembali ke sekolah, meskipun ancaman bahaya terus menghantui. Hati Laila dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran, namun ia tahu, jika mereka tidak mencari tahu sekarang, misteri ini akan semakin sulit dipecahkan.
“Kalau ini jebakan, gimana?” tanya Rio sambil melirik Keysha dan Laila.
“Kalau kita nggak coba, kita nggak akan pernah tahu,” jawab Keysha dengan tegas. “Tapi kita harus ekstra hati-hati.”
Mereka masuk ke area sekolah melalui gerbang kecil di belakang, yang biasanya digunakan untuk akses petugas kebersihan. Semua lampu di gedung utama sudah dimatikan, menciptakan suasana yang menegangkan.
"Ruang tanpa pantulan," gumam Laila, mengingat petunjuk yang mereka pecahkan. "Mungkin ini ruang bawah tanah, atau gudang."
Mereka berjalan perlahan menyusuri lorong, hanya diterangi senter kecil yang dibawa oleh Rio. Sekolah terasa seperti tempat asing di malam hari—setiap suara kecil terdengar seperti langkah-langkah berat yang mengejar mereka.
“Gudang ada di lantai bawah, dekat ruang seni,” kata Keysha dengan suara pelan. Mereka bertiga mempercepat langkah, tapi tiba-tiba terdengar suara seperti pintu yang tertutup keras di belakang mereka.
“Dengar itu?!” bisik Rio dengan panik.
“Ssst!” Laila memberi isyarat agar mereka diam. Ia menyalakan senter kecilnya ke arah asal suara, tapi tidak melihat apa-apa. “Mungkin cuma angin.”
Meskipun begitu, mereka semua merasa ada sesuatu yang sedang mengintai.
Ketika mereka sampai di pintu gudang, Keysha mencoba memutarnya, tapi pintu itu terkunci rapat. Di samping pintu, ada sebuah kotak kecil dengan keypad elektronik.
"Kenapa gudang punya sistem kayak gini?" tanya Rio heran.
Keysha menghela napas. “Mungkin karena mereka menyimpan alat-alat penting di sini.”
Laila mendekat dan memperhatikan keypad itu. "Mungkin ini kode yang kita cari."
Ia mencoba beberapa kombinasi angka yang terlintas dalam pikirannya, termasuk angka yang ditemukan dalam kode sebelumnya, tapi semuanya salah. Lampu merah di keypad terus berkedip, menandakan kegagalan.
“Kita butuh kode lain,” kata Keysha sambil menggigit bibirnya.
Saat itu, Rio melihat sesuatu yang aneh di dinding sebelah. Ada poster lama yang sudah robek, tapi di baliknya terlihat ukiran kecil berbentuk simbol yang serupa dengan yang ada di kotak misterius sebelumnya.
“Laila, lihat ini,” panggilnya.
Laila mendekat dan meraba simbol itu. Ada tulisan kecil di bawahnya yang hampir tidak terlihat, seperti tergores oleh waktu. Setelah diterangi senter, mereka membaca kata-kata itu:
"Cermin yang tak memantulkan."
Laila mengerutkan dahi. “Ini mirip dengan pesan sebelumnya.”
Keysha menatap simbol itu. “Mungkin... kodenya adalah sesuatu yang tidak terlihat di cermin. Bayangan?”
“Ayo coba,” kata Rio.
Mereka kembali ke keypad, dan Laila mengetik kata B-A-Y-A-N-G-A-N. Tombol hijau menyala, dan pintu gudang terbuka dengan bunyi klik pelan.
Di dalam gudang, suasana semakin aneh. Rak-rak tua berisi kotak-kotak kardus yang berdebu. Di pojok ruangan, ada sebuah cermin besar yang dilapisi kain hitam.
“Kenapa mereka menyembunyikan cermin di sini?” tanya Rio.
“Entahlah, tapi ini jelas bukan cermin biasa,” jawab Laila sambil mendekati benda itu. Ia menarik kain hitamnya, dan cermin itu memantulkan ruangan—tapi tidak memantulkan bayangan mereka.
“Aku nggak suka ini,” kata Keysha sambil mundur beberapa langkah.
Laila memperhatikan cermin itu lebih dekat. Ia menyadari ada tulisan kecil di permukaan cermin, yang hanya terlihat jika ia berdiri pada sudut tertentu. Tulisan itu berbunyi:
"Hanya yang berani melihat kegelapan akan menemukan cahaya."
“Maksudnya apa?” gumam Laila. Sebelum ada yang bisa menjawab, cermin itu mulai bergetar dan mengeluarkan suara mendengung.
Rio mundur dengan panik. “Apa ini?! Kita harus keluar dari sini!”
“Tidak, tunggu!” seru Laila. Ia merasa cermin itu berusaha menunjukkan sesuatu. Gambar di permukaan mulai berubah, menampilkan sebuah peta sekolah dengan titik merah yang berkedip di salah satu ruangan.
“Itu... ruang komputer,” kata Keysha, mengenali lokasi tersebut.
“Sepertinya ini petunjuk berikutnya,” kata Laila. “Kita harus ke sana.”
Sebelum mereka bisa bergerak, pintu gudang tiba-tiba tertutup dengan keras, dan suara langkah kaki terdengar mendekat. Mereka bertiga saling menatap dengan panik.
“Cepat sembunyi!” bisik Laila.
Mereka bersembunyi di balik rak-rak tua, menahan napas saat seseorang masuk ke gudang. Sosok itu mengenakan jaket hitam dan membawa senter, wajahnya tidak terlihat jelas dalam gelap.
Orang itu memeriksa sekitar, lalu berhenti di depan cermin. Ia mengangkat kain hitam dan menutupinya kembali, seolah-olah melindungi cermin itu dari pandangan.
“Apa yang dia lakukan?” bisik Keysha.
“Dia mencari kita,” jawab Rio dengan suara pelan.
Orang itu akhirnya pergi, dan suasana kembali hening. Tapi ketegangan masih terasa di udara.
“Kita harus keluar dari sini sebelum dia kembali,” kata Laila.
Mereka berhasil keluar dari gudang dan bergegas menuju ruang komputer. Tapi di tengah perjalanan, mereka menyadari bahwa misteri ini semakin dalam dan berbahaya. Dan entah mengapa, mereka merasa seperti menjadi bagian dari permainan yang lebih besar—permainan yang mempertaruhkan nyawa mereka.
Laila, Keysha, dan Rio sampai di depan ruang komputer yang terkunci rapat. Mereka merasa sedikit lega karena berhasil keluar dari gudang tanpa terdeteksi, tetapi ketegangan belum sepenuhnya hilang. Rio mencoba membuka pintu, tetapi kuncinya jauh lebih kuat dibanding pintu gudang.
“Jadi, sekarang gimana?” tanya Keysha dengan nada cemas.
“Kita harus cari cara lain,” kata Laila sambil mengamati sekeliling. “Mungkin ada sesuatu di dekat sini yang bisa membantu.”
Rio menunjuk jendela kecil di samping pintu. “Kalau aku naik ke situ, mungkin bisa masuk.”
“Kamu yakin nggak bakal bikin suara?” tanya Keysha skeptis.
“Kamu punya ide yang lebih baik?” balas Rio.
Dengan sedikit kesulitan, Rio berhasil memanjat dan masuk melalui jendela. Begitu berada di dalam, ia membuka pintu dari dalam untuk Laila dan Keysha.
“Rasanya nggak enak di sini,” gumam Rio sambil menyapu pandangannya ke ruangan yang gelap.
Mereka mulai memeriksa komputer-komputer di ruangan itu, tapi sebagian besar sudah tidak berfungsi atau hanya menampilkan layar kosong.
“Petunjuknya pasti di sini,” kata Laila sambil membuka satu komputer yang masih menyala. Di layar, ada sebuah pesan aneh:
"Selamat datang di permainan terakhir. Pilih dengan bijak, atau semuanya akan berakhir di sini."
Pesan itu diikuti dengan dua tombol: satu bertuliskan Buka dan yang lainnya Tutup.
“Jangan pencet apa pun dulu,” kata Keysha cepat. “Kita nggak tahu apa konsekuensinya.”
“Apa maksudnya ini permainan terakhir?” tanya Rio, bingung.
Laila mendekati layar dan memerhatikan tulisan kecil di bagian bawah. Ada kalimat tersembunyi yang hampir tidak terlihat: 'Jawabanmu ada di masa lalu.'
“Masa lalu? Maksudnya apa?” gumam Laila.
Keysha berpikir sejenak, lalu berkata, “Mungkin ini ada hubungannya dengan kode atau sesuatu yang sudah kita temukan sebelumnya.”
Mereka kembali berdiskusi tentang tombol yang harus ditekan. Suasana menjadi semakin tegang karena waktu di layar menunjukkan hitungan mundur.
“Laila, kamu yang paling ngerti soal kode. Kita harus ambil keputusan sekarang!” kata Rio, sedikit panik.
“Buka mungkin berarti kita melanjutkan, tapi... gimana kalau itu jebakan?” balas Laila. Ia mulai merasa beban keputusan itu semakin berat.
Keysha akhirnya berkata, “Kadang, dalam situasi kayak gini, kita harus percaya intuisi. Apa pun yang kamu pilih, Laila, kami dukung.”
Dengan tangan gemetar, Laila menekan tombol Buka. Sesaat, tidak ada yang terjadi, tetapi kemudian komputer mulai menampilkan serangkaian angka dan huruf yang tampaknya seperti koordinat.
“Ini... apa?” tanya Rio sambil menatap layar.
“Sepertinya ini lokasi lain,” kata Keysha. “Tapi... apa ini perangkap?”
Sebelum mereka bisa menganalisis lebih lanjut, terdengar langkah kaki di luar ruangan. Suara itu semakin mendekat, membuat mereka bertiga panik.
“Matikan komputer!” bisik Keysha.
Rio dengan cepat mematikan layar, dan mereka semua bersembunyi di balik meja komputer. Langkah kaki berhenti tepat di depan pintu ruang komputer. Mereka bisa mendengar suara seseorang mencoba membuka pintu, tetapi karena Rio telah mengunci pintu kembali, orang itu tidak bisa masuk.
Namun, sosok di luar pintu tampaknya tidak menyerah. Mereka mendengar suara kunci diputar dengan paksa.
“Kita harus keluar dari sini!” bisik Laila. Ia menunjuk ke jendela kecil yang sama tempat Rio masuk sebelumnya.
Satu per satu, mereka memanjat keluar dengan hati-hati. Begitu mereka semua berada di luar, mereka berlari ke arah pagar belakang sekolah, berusaha menghindari pengejaran.
Setelah merasa cukup jauh dari sekolah, mereka berhenti untuk bernapas. Rio menarik keluar secarik kertas kecil dari sakunya.
“Ini apa?” tanya Keysha.
“Sebelum kita keluar, aku nemu ini di meja sebelah komputer,” kata Rio sambil menyerahkan kertas itu kepada Laila.
Di atas kertas itu, ada tulisan tangan yang berbunyi: 'Keputusanmu telah membawa kamu lebih dekat, tapi hati-hati, tidak semua orang bisa dipercaya.'
“Apa ini peringatan?” tanya Keysha dengan nada khawatir.
“Mungkin,” jawab Laila. “Tapi siapa pun yang menulis ini, dia tahu kita sedang mencari sesuatu.”
“Dan siapa yang mencoba masuk tadi?” tambah Rio. “Apa dia orang yang sama?”
Mereka saling bertukar pandang, merasa bahwa misteri ini semakin rumit dan berbahaya. Namun, satu hal yang pasti—perjalanan mereka baru saja dimulai.
apa rahasianya bisa nulis banyak novel?