Hi hi hayyy 👋
Selamat datang di karya pertamaku... semoga kalian suka yaaa
Marchello Arlando harus mendapat julukan pria buruk rupa setelah insiden yang membuatnya mengalami banyak luka bakar.
"Aku tak sudi bersamamu lagi Chello. Aku malu memiliki pasangan yang buruk rupa sepertimu."
Marah, benci dan juga dendam jelas sangat dirasakan Marchello. Namun keadaannya yang lemah hanya bisa membuat dirinya pasrah menerima semua ini.
Hingga 7 tahun berlalu, Marchello dipertemukan oleh fakta tentang keluarga kandungnya dan membuatnya menjadi penerus satu-satunya. Menjadi CEO sekaligus pemimpin mafia yang selalu menggunakan topeng, Marchello bukan lagi pria berhati malaikat seperti tahun-tahun sebelumnya.
Hingga pada suatu hari, ia diminta menikah untuk bisa memberikan penerus bagi keluarganya. Wanita yang dijodohkan untuknya justru mengalihkan posisinya dengan adik tirinya sendiri setelah tahu keadaan Marchello yang memiliki rupa misterius. Mungkinkah perjodohan akan tetap berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam pertama
Malam itu, suasana kamar pengantin terasa hening dan sunyi. Vilme duduk di tepi ranjang, menatap wajah Marchello yang tampak tenang dan serius. Vilme merasa ada yang berbeda dengan pria yang baru saja resmi menjadi suaminya.
“Kau menyesal menikahiku?” pertanyaan Vilme membuat Marchello menoleh padanya.
“Aku? Bukankah harusnya kau yang menyesal?” Marchello balik bertanya.
“Aku menyesal jika masih bersama keluargaku. Justru, aku berterima kasih padamu karena kau telah membebaskanku dari mereka.” Jelas Vilme dengan tersenyum.
Senyuman yang begitu lembut dan memancarkan kecantikan dari wanita yang telah sah menjadi istrinya ini menghangatkan hati Marchello. Ia pun selalu teringat akan pertemuannya dengan Vilme sebelumnya, yang dimana ia belum mengenalnya sebagai adik tiri dari mantannya.
“Apa kau meragukanku?” tanya Vilme dengan sedikit terbata.
Marchello masih diam dan menatap netra cantik dari wanita di hadapannya. Ia berpikir, bagaimana mungkin ia meragukan wanita itu sedangkan ia sendiri mengetahui pembelaan berani yang dilakukan oleh Vilme saat ada yang menghinanya tadi.
Meski pernikahan mereka berasal dari perjodohan, Vilme mencoba menerima segala keadaan yang ada, termasuk keadaan wajah Marchello yang buruk rupa akibat luka bakar yang dideritanya beberapa tahun silam.
“Tidurlah disini dan aku akan tidur di kamar lain.” Ujar Marchello dengan lembut namun mengejutkan Vilme.
“Tapi kenapa? Bukankah kita suami istri sekarang?” tanya Vilme yang dalam hatinya berpikir bahwa Marchello meragukannya.
“Aku tidak ingin kita bersama dan melakukannya sekarang. Aku ingin kita bersama atas dasar cinta, bukan karena kewajiban. Dan soal suami istri, pernikahan ini mulanya terjadi untuk menyenangkan hati kakekku sekaligus memberikan keuntungan pada keluargamu.” Imbuhnya yang akhirnya diangguki oleh Vilme.
“Apa kau tak mau menunjukkan wajahmu padaku? Setidaknya, aku sebagai istrimu juga ingin mengetahui kondisimu yang sebenarnya.” Tanya Vilme yang membuat Marchello menatapnya.
“Maaf, tapi aku tak bisa.” Jawab Marchello kemudian langsung berlalu pergi.
Vilme berbaring di ranjangnya, memikirkan Marchello yang tidur di kamar sebelah. Meskipun mereka berdua tidur terpisah, Vilme merasa nyaman dengan keputusan itu.
Malam pertama mereka berlalu tanpa sentuhan. Marchello tidak ingin memaksa Vilme menerima keadaannya sebelum benar-benar saling mencintai. Vilme menghargai hal itu dan merasa terharu dengan sikap Marchello yang sangat menghormatinya. Dalam kegelapan malam, Vilme tersenyum, merenungkan perasaan yang mulai tumbuh di hatinya terhadap Marchello.
“Apakah Marchello berpikir seperti yang orang-orang bicarakan tentangku tadi?” Batin Vilme dengan menghela nafas kasar.
Sejak pernikahan atas perjodohan mereka, Marchello selalu menutupi wajahnya dan berpakaian tertutup, menyembunyikan penampilan aslinya. Namun, Vilme dapat merasakan ketulusan dan kelembutan dalam setiap kata yang diucapkan oleh Marchello.
Keesokan harinya, Vilme tak menemukan Marchello dimana pun. Bahkan di ruang makan pun, Vilme tak menemukannya padahal hari masih begitu pagi.
“Dimana Marchello?” tanya Vilme pada pelayan.
Menghampiri Vilme sembari menunduk sopan, “Tuan Marchello sudah pergi sejak dini hari Nona.” Jawab pelayan ini.
“Tapi kemana?” bingung Vilme.
“Yang jelas mengurus pekerjaannya Nona dan kami tak tahu lebih jelasnya.”
“Pekerjaan apa sampai tengah malam harus dilakukan?” gumam Vilme dengan penasaran.
“Sebaiknya Nona segera sarapan karena Tuan Marchello berpesan agar kami memastikan anda makan tepat waktu.” Ucapan pelayan ini mengejutkan Vilme.
“Marchello mengatakan itu?” tanya Vilme dengan tersenyum.
“Benar Nona. Kami sudah menyiapkan beberapa menu. Tapi jika Nona tidak suka, kami akan membuatkan yang baru dan sesuai keinginan Nona.” Jawab pelayan ini dengan tersenyum juga.
Menatap pada banyaknya menu di meja makan, Vilme terperangah karena ia tak mungkin sanggup menghabiskannya sendiri.
“Banyak sekali? Ini terlalu banyak dan aku tak mungkin meminta menu lain. Tapi karena Marchello tak ada, bagaimana kalau kita makan bersama?” ucapan Vilme membuat para pelayan saling pandang.
“Maaf Nona, tapi kami tak bisa. Ada peraturan sendiri bagi kami. Kalau Nona tak bisa menghabiskannya, kami akan membuang sisanya.” Jelas pelayan ini.
“Tapi itu sangat disayangkan. Itu membuang-buang makanan.” Ucap Vilme.
“Memang seperti itulah aturan yang Tuan Marco berikan, Nona.”
Akhirnya, Vilme pun memilih memakan beberapa menu yang tentunya merupakan menu berkelas dan bergizi. Meski ia tak mampu menghabiskan menu lainnya, namun Vilme bersyukur bisa kembali merasakan makanan seperti ini. Sebab jika bersama keluarganya, Vilme sering mendapatkan ketidakadilan dan hanya kedapatan makanan sisa saja.
Saat Vilme ingin membereskan piring-piring ini, seorang pelayan langsung mencegahnya dan meminta Vilme untuk tetap tenang dan bersantai di mansion ini. Sebab jika sampai Vilme memegang sebuah pekerjaan rumah, maka para pelayan bisa mendapatkan ancaman dari Marchello dan Vincent. Meski tak terbiasa hanya diam di dalam rumah seperti ini, namun tak ada yang bisa Vilme lakukan selain menurut saja.