Aditya, seorang gamer top dalam Astaroth Online, mendadak terbangun sebagai Spectra—karakter prajurit bayangan yang ia mainkan selama ini. Terjebak dalam dunia game yang kini menjadi nyata, ia harus beradaptasi dengan kekuatan dan tantangan yang sebelumnya hanya ia kenal secara digital. Bersama pedang legendaris dan kemampuan magisnya, Aditya memulai petualangan berbahaya untuk mencari jawaban dan menemukan jalan pulang, sambil mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik dunia Astaroth Online.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LauraEll, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4 : Pertarungan Berakhir
Seluruh area di sekitar medan pertarungan masih diselimuti debu akibat serangan dahsyat yang baru saja dilakukan oleh Dale. Suara tertawa keras bergema di udara saat Dale merayakan kemenangannya yang ia anggap sudah pasti.
“Bwahaha! Maaf, sepertinya aku terlalu berlebihan,” ujarnya dengan nada puas, seakan kemenangan itu sudah menjadi miliknya.
Namun, suara tenang dari dalam kepulan debu membalasnya, “Tidak masalah sama sekali,” jawab Spectra dengan nada santai.
Mendengar balasan itu, Dale terkejut dan matanya langsung terbelalak. Raut wajahnya berubah muram, ketidakpercayaan terpancar di sana. Bagaimana bisa Spectra masih hidup setelah menerima serangan pamungkasnya?
"Bagaimana mungkin?!" Dale bergumam kesal.
Spectra muncul dari dalam debu, berdiri tegak tanpa satu luka pun. Tanpa ada goresan atau tanda-tanda lelah, dia terlihat seolah-olah serangan dahsyat Dale tadi hanyalah angin lalu.
Spectra tersenyum tipis, berpikir, ("Spectra, karakter terkuat yang pernah aku buat di Astaroth Online, tidak mudah dikalahkan. Bersama karakter ini, aku sudah melalui ribuan pertarungan dan mengalahkan ratusan bos di dalam game.")
Spectra menatap Dale dengan tatapan penuh keyakinan, lalu berkata, “Seranganmu memang luar biasa. Tapi… di hadapanku, itu bukanlah apa-apa!”
Dale hanya bisa menatap Spectra dengan frustrasi. Serangannya tadi adalah yang terkuat, namun Spectra tampaknya benar-benar tak terpengaruh. Dale mengingat kembali saat dia melepaskan jurus pamungkasnya.
Saat itu, Spectra menyadari bahaya yang akan datang, tetapi tanpa rasa takut ia berinisiatif membuka inventarisnya, seolah mengakses sebuah sistem tak kasatmata yang tak bisa dilihat Dale.
OPEN INVENTORY!
“Akan ku gunakan ini,” bisik Spectra sambil memilih sebuah item berharga.
Kami no Tate—sebuah item legendaris yang memberikan kekebalan penuh terhadap serangan apapun selama lima detik. Meski hanya bertahan sesaat, item ini memiliki cooldown panjang yang memaksa pengguna untuk menggunakannya dengan bijak. Spectra tanpa ragu memilihnya.
Seketika, ia merasakan perlindungan menyelubungi dirinya, seperti sebuah perisai tak terlihat yang melindunginya dari serangan apapun.
Begitu Dale melepaskan jurusnya, Spectra membuka kedua tangannya lebar-lebar, menantang serangan itu. Dan benar saja, kekuatan Kami no Tate menahan dampaknya dengan sempurna.
Kini, Dale hanya bisa bergumam tak percaya. “Bagaimana bisa kau menghindari serangan ku?!”
Spectra mengangkat bahunya dengan senyum mengejek, “Seranganmu terlalu lemah, jadi aku bisa menghindarinya dengan mudah. Kau pikir apa lagi?” Provokasinya membuat Dale semakin murka.
Dale berteriak marah, “Cih, sialan!” Ia mengumpulkan energi untuk menyerang lagi, tetapi baru beberapa langkah, kakinya tiba-tiba terasa berat, dan ia jatuh terduduk.
“Kakimu mati rasa ya?” Spectra menggeleng sambil berkata, “Sudah kuduga, kekuatan besar seperti itu pasti ada harganya. Kau terlalu gegabah.” Dia menatap Dale dengan tatapan yang penuh percaya diri. “Mungkin ini saatnya aku menunjukkan padamu apa itu serangan yang sesungguhnya!”
Spectra melompat tinggi ke udara, lalu turun dengan kecepatan luar biasa. Pedangnya terangkat, siap menghantamkan kekuatan penuh dari jurusnya.
“Storm Breaker!” serunya lantang.
DUARR!
Tanah di sekitar mereka terbelah, retakan besar menghiasi medan pertarungan, sementara bangunan di kejauhan berguncang akibat benturan serangan itu. Tubuh Dale terlempar dan terkapar tak sadarkan diri di tengah debu yang mulai mereda.
Spectra menatap tubuh Dale yang tergeletak, memastikan bahwa pertarungan mereka telah usai. Namun, ia mendekati Dale, mengeluarkan potion pemulihan dari inventarisnya, dan menuangkannya ke bibir Dale. Perlahan, Dale mulai sadar, dia bingung saat menyadari dirinya masih hidup.
“Aku masih hidup?” tanyanya lirih.
Spectra mengangguk sambil tersenyum, “Pertarungan yang lumayan bagus, Dale,” katanya sambil mengulurkan tangan. Dale menerima jabat tangan itu dengan penuh rasa terima kasih.
“Aku tidak menyangka peramal itu benar,” kata Dale sambil tertawa kecil. “Kau sungguh luar biasa kuat.”
Spectra menatap Dale dengan bingung. “Peramal?”
Dale menjelaskan, “Di kota Begion, ada peramal yang terkenal bisa melihat kekuatan seseorang. Katanya, aku akan bertemu dengan sosok hebat berambut merah di kota Eldenris. Dan setelah tiba di sini, aku menemukanmu,” jelasnya.
Spectra mengangguk, tapi pikirannya dipenuhi tanda tanya. Bagaimana mungkin ada orang yang bisa mengetahui kekuatannya padahal ia baru saja datang ke dunia ini?
Obrolan mereka terhenti saat mereka menyadari bahwa warga kota telah mengelilingi mereka, menatap medan yang hancur dengan ekspresi marah. Di antara kerumunan, Count Emiris, seorang bangsawan terkemuka, berdiri sambil mengamati kerusakan yang mereka sebabkan.
“Keterlaluan!” teriak Count Emiris marah. “Lihatlah kerusakan yang kalian buat!”
Spectra dan Dale saling melirik. “Kurasa kita sedikit membuat keributan,” gumam Spectra.
Namun sebelum Count Emiris dapat melanjutkan amarahnya, seorang wanita berlari mendekat. “Ayah, itu dia orangnya!” seru wanita itu sambil menunjuk ke arah Spectra. Spectra terkejut, itu adalah Putri Endrina, wanita yang pernah ia selamatkan dari serangan goblin.
“Apa benar kau menyelamatkan putriku?” tanya Count Emiris sambil menatap Spectra. Tapi sebelum Spectra sempat menjawab, Putri Endrina sudah berada di sisinya.
“Senang bertemu lagi, Tuan Spectra. Apa kau baik-baik saja?” tanyanya dengan senyum manis.
Spectra, yang tidak terbiasa dengan perhatian seperti ini, merasa gugup. “A-aku baik-baik saja,” jawabnya sambil menunduk.
“Kau tampak berantakan. Ayo ikut denganku, kita bersihkan pakaianmu,” kata Putri Endrina sambil menarik tangan Spectra. Wajah Spectra langsung memerah.
Namun langkah mereka terhenti ketika Count Emiris menghalangi jalan mereka. “Aku belum selesai bicara dengan pria ini, putriku,” katanya tegas.
Putri Endrina mengerutkan alisnya. “Ayah, dia telah menyelamatkanku. Sekarang, tidak penting membahas hal itu!”
Spectra hanya bisa tersenyum kaku, sementara Dale terkekeh melihat situasi yang canggung itu.
Namun perhatian Count Emiris segera beralih pada Dale. “Kau! Siapa yang memberimu hak untuk bertarung di sini? Kau tahu ini wilayah yang…”
Count Emiris tiba-tiba terhenti saat memperhatikan wajah Dale dengan seksama. Raut wajahnya berubah, seolah tak percaya. “Tuan Dale Crimson?!” serunya.
“Hehe… kau mengenalku rupanya,” jawab Dale sambil menggaruk kepala.
Count Emiris ternganga. “Tentu saja aku mengenalmu! Kau adalah putra keempat Raja Edgard Crimson!” teriaknya kaget. Para warga yang mendengar ini pun mulai berbisik-bisik.
Dale tersenyum dan mengangkat bahu. “Yah, aku minta maaf atas kerusakan ini. Jangan khawatir, aku akan menanggung biaya perbaikannya,” katanya.
Dengan berat hati, Count Emiris menghela napas panjang. “Baiklah, karena kau putra Raja Brigard, aku tak bisa membantahmu.”
Mereka tiba di kediaman Count Emiris. Spectra, Putri Endrina, Count Emiris, dan Dale berkumpul disana. Mereka duduk di sebuah ruangan besar dengan cahaya temaram lilin, bercakap-cakap tentang berbagai hal, termasuk kisah petualangan dan kehidupan masing-masing.
Putri Endrina, yang duduk di samping Spectra, bertanya, “Bagaimana bisa kau sekuat ini, Tuan Spectra?”
Spectra terdiam sejenak, mengingat masa-masa saat ia masih menjadi Aditya, seorang gamer di dunia nyata. Tapi di sini, di dunia asing yang entah bagaimana telah mengubahnya menjadi Spectra, ia sadar bahwa dirinya adalah seorang pejuang yang tangguh.
“Aku telah melalui banyak pertempuran,” jawab Spectra sambil tersenyum tipis. “Itu membuatku seperti ini.”
Putri Endrina menatap Spectra dengan kagum, sementara Dale hanya tertawa kecil
Di malam itu, Spectra merasa dirinya semakin terikat dengan dunia baru ini. Tidak hanya sebagai seorang petarung, tapi juga sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar.