“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Menyukaimu
Beberapa hari kemudian ….
Alvin sudah diperbolehkan pulang, namun ia harus tetap dirawat secara intensif oleh dokter bedah. Alvin juga masih harus mengonsumsi obat-obatan, dan tidak boleh melakukan aktivitas berat apapun.
Tiara sudah berjanji, ia akan merawat Alvin dengan sepenuh hati. Sudah seharusnya ia begini, karena Alvin juga ternyata begitu sangat melindunginya, meskipun jika berhadapan seperti ini, ia masih saja egois dan gengsi.
“Aku tak nafsu makan! Jangan buatkan apapun!”
“Ini enak, aku sudah buatkan bubur jagung khas italia. Kenapa tak nafsu makan?”
“Aku kesulitan untuk makan, jadi aku tak mau.” Alvin menolak.
“Kan ada aku Mas Alvin, aku juga kan yang selalu menyuapimu …”
“Aku tak mau terus disuapi, aku bukan anak kecil!”
“Aku tak menganggapmu anak kecil. Ya mau gimana lagi, tanganmu masih belum sembuh, yang penting sekarang kamu sarapan, aku suapin, terus minum obat,”
BUKAN MASALAH ITU, TIARA. WAJAHMU TERLALU DEKAT DENGANKU, JIKA KAMU TERUS MENYUAPIKU. AKU TAK SANGGUP, TERUS MELIHAT BIBIR MANIS ITU!
“Aaaaaaa,” Tiara berusaha menyuapi Alvin, meskipun kerap kali Alvin menolak.
Mau tak mau, akhirnya Alvin disuapi lagi oleh Tiara. Meskipun dalam hatinya merasa tak nyaman, karena dengan Tiara menyuapinya, tentu saja Alvin jadi terus-menerus menatap wajah gadis itu.
Selesai makan, Alvin pun minum obat, dan kini ia harus beristirahat lagi. Tiara akan membersihkan apartemen, karena sudah beberapa hari ini, apartemen tak ada yang membersihkan. Semuanya sibuk dengan masalah Alvin dan juga Tiara kala itu.
“Kau mau apa?”
“Mau bersih-bersih,”
“Tak usah, aku akan panggil cleaning service!”
“Sayang uangmu, biar aku saja, Mas,” Tiara bersikukuh.
“Kamu ini istri seorang CEO, tak pantas untuk melakukan semua pekerjaan itu!”
“Ya tapi aku juga gak mau kalau cuma diam aja. Masa aku gak ngapa-ngapain sama sekali, Mas. Aku juga bosan, jadi mending aku bersih-bersih saja,”
“Gak ngapa-ngapain? Jadi kamu mau kita ngapa-ngapain? Kamu mau ngapain?”
“Aku aja, bukan kamu!” Tiara sedikit melotot.
“Ah, aku jadi teringat sesuatu …” tutur Alvin mendelik pada Tiara.
“Apa?”
“Selama bersama Hardy, apa yang telah kau lakukan dengannya? Apa kau tidur dengannya?” selidik Alvin.
“Hmm, aku sudah menduga, kau pasti akan bertanya hal itu, Mas,” Tiara menghela napas.
“Lalu? Kau sudah melakukannya?”
“Aku benar-benar takut, dia sudah seperti monster bagiku. Jika mengingat kejadian kemarin, rasanya aku lebih memilih untuk mati saja, daripada aku hidup dengannya.”
“Pertanyaanku bukan itu! Jawabanmu terlalu ambigu!” Alvin tak puas dengan jawaban Tiara.
“Ya, tentu saja dia meminta tubuhku. Dia terus berusaha melakukan apa yang ia inginkan. Namun kuasa Tuhan benar adanya. Aku memohon, aku berdoa, aku minta perlindungannya, agar dia sadar. Dia berulang kali mengancam untuk meniduriku, namun seringkali tergagalkan karena beberapa panggilan, ataupun orang yang datang dengan tergesa. Aku beruntung, masih bisa menjaga diriku. Aku meyakinkan dia, jika aku memang akan hidup dengannya, dan mau menuruti perkataannya. Aku juga katakan, aku mau ditiduri olehnya, asal dia menyelesaikan semua urusannya, dan menikahiku lagi, karena itulah dia sedikit sadar, dan bersikap baik padaku …”
“Ah, kau sudah disentuh dia rupanya. Apa kau bilang barusan? Kau akan hidup bersamanya, asal dia menikahimu, begitu? Ck, sungguh murahan sekali! Bisa-bisanya kau menikah lagi dengan bekas sampahmu sendiri!”
“Tuan! Itu kan aku sedang dalam keadaan terancam! Kamu ini bagaimana!? Masa iya aku melawannya! Aku tak akan menang! Masa iya aku harus bilang, aku sudah menikah, aku sudah punya suami, suamiku CEO Antariksa Grup! Mana bisa sekarang aku selamat dan ada di sini? Dia pasti murka dan marah besar. Ih, aneh kamu ini!” Tiara mendelik kesal.
“Ah, iya juga. Tapi, itu semua tak luput dari perjuanganku juga, ‘kan? Aku pahlawanmu! Aku benar-benar rela mati untukmu!”
“Iya, kuakui kau hebat. Terima kasih telah menolongku, meskipun pada akhirnya kau harus terluka, Tuan. Jika kau tak ada, jika kau tak menolongku, mungkin aku kini sudah berada di luar negeri dan hidup tersiksa bersamanya. Sekali lagi terima kasih banyak, aku sungguh terharu atas kebaikanmu itu,” air mata Tiara tak bisa dibendung lagi, ia selalu saja terharu, jika membahas masalah ini lagi.
“Entahlah, aku sendiri tak mengerti, kenapa aku begitu bersikeras ingin menyelamatkanmu, padahal kamu adalah mantan istrinya. Kisah kalian belum selesai, tapi aku malah mengganggunya. Aku tak mengerti, kenapa aku tak rela kau bersamanya.”
“Selesai, kok. Aku tak berniat sedikitpun untuk Kembali padanya. Hatiku sudah mengeras padanya, aku tak bisa lagi menerimanya, aku sudah menutup buku untuk pria yang bernama Hardy.” Jawab Tiara yakin.
“Jika denganku?” Alvin menatap Tiara tanpa berkedip.
“Uhuk-uhuk,”
“Kenapa?” selidik Alvin.
“Apa barusan katamu? Maaf, aku tersedak,” Tiara linglung, jadi salah tingkah.
“Lihat aku, bagaimana jika aku? Bagaimana jika denganku?” tanya Alvin dengan lebih jelas lagi.
Tiara membalas tatapan Alvin, lagi-lagi, ia harus dihadapkan pada keadaan yang penuh dilema seperti ini. Tak munafik, jika Tiara memang mengagumi sosok Alvin yang sempurna.
Alvin tampan, perawakannya tinggi dan gagah. Alvin juga anak konglomerat, pewaris tahta tertinggi sebuah perusahaan besar. Alvin kurang apa? Tak ada! Alvin sudah merupakan pria yang tak memiliki kekurangan sedikitpun.
Jika ditanya bagaimana dengan Alvin? Tentu saja Tiara tak bisa menjawabnya. Tiara sadar diri, jika ia adalah wanita sederhana, yang jauh dari kata ‘pantas’ untuk Alvin.
Tiara tak cantik, ia juga tak kaya, jelas sebenarnya Tiara merasa tak pantas untuk mendampingi Alvin. Jika bukan karena perjanjian ini, Tiara juga enggan untuk terus bersama Alvin. Kata sadar diri, dan tahu diri, juga tentu saja sudah melekat di hatinya.
“Ya, aku jalani denganmu, bukankah memang kita sedang menjalaninya, Tuan?” Tiara menatap Alvin teramat dalam.
“Mas Alvin!” sentak Alvin.
“Iya, Mas, maaf …” Tiara pun refleks menundukkan kepalanya.
“Kamu menjalani kisah denganku, karena ada sebuah perjanjian di atas kertas. Aku bertanya di luar perjanjian, Tiara, bagaimana jika denganku? Tanpa terikat dengan perjanjian apapun,” Alvin menegaskan lagi.
“Aku tak sebanding dengan dirimu, Mas. Aku sadar diri, aku tak pantas untuk bersanding denganmu, aku malu, aku miskin, aku tak punya apa-apa, Mas. Ah, kenapa jadi melow seperti ini?”
“Apakah aku memandangmu dari semua itu?” Alvin mengangkat alisnya.
Tiara menggeleng, “tidak, kau tak pernah mempermasalahkan semua itu. Hanya aku yang merasa tak pantas, itu saja.”
“Tiara, aku sudah robek perjanjian itu! Aku tak berniat sedikitpun untuk melepaskanmu. Ternyata, aku begini bukan karena aku melihat perjanjian kita. Tapi, karena, karena aku yang mulai menyukaimu!”
Deg. Entah Alvin sungguhan atau tidak, namun perasaan Tiara sangat tak menentu. Jantungnya berdesir, aliran darahnya seakan mengalir lebih cepat ketika Alvin mengatakan cinta padanya.
Mungkinkah?
“Mas, apa yang terjadi denganmu? Kenapa setelah tertembak kau jadi begini?”
“Sial! Kenapa aku harus berkata semanis itu pada wanita yang tak peka sepertimu? Buang-buang waktu saja!” Alvin memalingkan pandangannya.
Tiba-Tiba, ponsel Alvin berbunyi. Sekretaris Doni memanggilnya. Alvin terdiam sejenak, seperti tengah berpikir. Alvin pun segera mengangkat panggilan dari sekretarisnya itu.
“Halo, ada apa Don?” tanya Alvin di gawai ponselnya.
“Tuan muda, ada yang meneror perusahaan kita! Ada insiden yang membuat perusahaan sedikit kacau. Para karyawan sangat ketakutan!”
“Teror apa Doni? Apa yang terjadi?” Alvin kaget.
“Ada yang menembak jendela perusahaan, seperti sebuah peringatan keras. Ini gila! Aku akan lapor polisi, Tuan.”
“Jangan, jangan dulu lapor polisi. Beri garis kuning saja. Aku akan segera datang ke kantor! Tunggu aku dulu, itu pasti ada sebuah kode penting! Kau cari, pasti ada!” perintah Alvin.
“Baik, Tuan, aku akan mencarinya.”
Alvin mematikan panggilan. Ia lantas bersiap, untuk segera pergi ke kantor. Padahal, Alvin sedang dalam masa penyembuhan, ia tak akan fokus pada perusahaan sebelum benar-benar sembuh. Tapi sekarang? Ada teror yang tentu saja Alvin harus turun tangan, melihat apa yang terjadi.
“Mas, mau ke mana?”
“Kantor! Ada yang berani mengusik perusahaanku! Tolong panggilkan supir, agar segera berada di bawah! Aku akan turun sebentar lagi.” titah Alvin.
“Baik, tapi aku ikut!” pinta Tiara.
“Tak usah! Berbahaya!”
“Itu juga berbahaya bagimu! Pokoknya aku ikut, aku trauma di sini sendiri …” Tiara menggigit bibirnya.
“Baiklah, ganti pakaianmu, ayo ikut bersamaku!” akhirnya Alvin pun mengajak Tiara ikut bersamanya ke kantor. Alvin sadar, Tiara pasti trauma berada di apartemen ini seorang diri.