Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Rasa rindu David yang selama hampir 3 bulan ia pendam akhirnya tersalurkan juga.
Selama trimester awal ia tak berani melakukan hubungan intim karena takut akan mengganggu kehamilan anak pertamanya.
Terlebih melihat kondisi Vika yang masih sering mual dan muntah membuatnya semakin tak tega untuk meminta jatah.
Setiap melihat tubuh Vika yang terkulai lemas setelah muntah membuatnya selalu urung untuk menyampaikan hasratnya.
Melihat kondisi Vika yang kini mulai terlihat segar membuatnya memberanikan diri untuk menyalurkan hasratnya.
Sebagai lelaki normal cukup sulit baginya untuk menahan hasrat selama itu, terkadang ia menghabiskan waktunya dikamar mandi saat merasa benar-benar sudah tak tahan.
Ia kini mulai menyibak daster yang dikenakan Vika dan mulai meraba area pahanya yang terasa hangat.
Dengan perlahan tapi pasti tangan itu kini mulai merabat keatas lalu menarik sehelai kain yang masih menutupi lapisan kulit diarea sana.
Setelah kain itu terhempas kesembarang arah, kini giliran kain yang menutup area bawah miliknya yang ia turunkan.
Jingga menampakan cacing berotot yang sudah tak sabar ingin segera masuk kedalam sarangnya.
Terdengar lenguhan lemah saat si cacing besar itu mulai merambat mamasuki area sarang.
Disana terasa sedikit sempit setelah sudah hampir tiga bulan tanpa penghuni.
Bahkan kini terdengar suara gemericik saat si cacing mulai melongokan kepalanya keluar masuk demi memperbesar lubang sarang, hingga desahan lembut kini tak bisa terelakan lagi.
Lama tak memasuki sarang membuat si cacing merasa bersemangat, ia terus meliuk-liukan tubuhnya dengan lincah didalam sana.
Hingga setelah hampir satu jam lamanya bermain ia mulai merasa pusing dan memuntahkan cairan lengket berwarna putih.
Keduanya kini terkulai lemas dengan napas yang terengah diiringi tawa kecil yang keluar dari mulut masing-masing setelah mencapai puncak secara bersamaan.
David membalikan tubuhnya menghadap sang istri lalu membenamkan kecupan sayang didahinya.
"Terima kasih sudah menjadi pelengkap hidupku selama ini, semoga kebahagiaan kita semakin lengkap dengan kehadiran si kecil nanti." tangannya kini terulur membelai lembut perut Vika.
Dan keduanya akhirnya terlelap dengan mimpi indah yang menghiasi.
***
Kediaman Rama.
Kondisi dirumah ini justru berbanding terbalik dengan kediaman David, dimana sekarang kini tengah terjadi pertengkaran hebat antara Rama dan Syarin.
"Apa maksud dari semua ini?" Syarin melempar surat perjanjian yang ia temukan dilaci kamarnya kewajah Rama.
"Apa maksud kamu? Suami baru pulang bukannya dikasih minum malah dikasih beginian." Rama menggerutu namun tetap meraih secarik kertas yang dilemparkan Syarin.
Matanya membeliak sempurna saat mengetahui isi dari surat itu, ia benar-benar lupa menyembunyikan surat perjanjian itu.
"Aku bisa jelaskan, ini bukan surat perjanjian antara aku sama kamu, ini surat perjanjian antara aku sama mantanku." elak Rama.
"Oh jadi selama ini kamu punya mantan? Kenapa kamu gak cerita sebelumnya, apa pernikahan kita ada hubungannya sama mantanmu itu?" Syarin mencoba memojokan Rama.
"Enggak, sama sekali enggak, kamu sama dia bahkan belum pernah ketemu." Rama mengibaskan kedua tangannya diudara.
"Terus kenapa kamu membuat perjanjian ini sama mantanmu itu? Apa kalian sudah berencana untuk menikah sebelumnya?" Syarin menyipitkan kedua matanya menatap Rama penuh selidik.
"Iya, tapi gak jadi karena aku sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu." Rama memperlihatkan ekspresi seyakin mungkin.
Berbeda dengan Syarin yang kini rasa ingin muntah saat mendengar ucapan Rama.
"Sungguh, kamu benar-benar lebih mencintaiku dari pada wanita itu?" Syarin berkata sambil mengatupkan bibir menahan tawa.
Ia benar-benar merasa salut dengan akting yang secara totalitas dilakukan Rama.
"Sungguh, mulai sekarang aku benar-benar akan lebih mencintaimu dibanding mantanku itu." Rama mengangkat dua jarinya membentuk huruf V.
"Mulai sekarang? Jadi sebelumnya kamu sama sekali gak cinta sama aku?" Kedua alis tebal Syarin kini saling bertaut.
"Udah ah, aku mau mandi dulu, pokoknya aku benar-benar cuma cinta sama kamu dan kamu harus percaya itu." Rama menggaruk kepalanya yang tak gatal karena terjebak dalam ucapannya sendiri dan berlalu begitu saja meninggalkan Syarin yang hampir saja meledakan tawanya.
"Dasar cowok gila!!" Syarin berguman pelan dan ikut berlalu dari tempat itu.
Dengan perlahan Syarin kini mengendap memasuki kamar Rama, duduk ditepi ranjang untuk menunggunya selesai mandi.
Hingga Syarin kini mulai merasa bosan karena sudah hampir setengah jam ia menunggu, namun Rama sama sekali belum menunjukan batang hidungnya.
"Sebenernya dia itu cowok apa cewek sih? Aku aja yang cewek kalau mandi gak sampe 15 menit." Syarin berguman pelan lalu melipat kedua tangannya didada.
Setelah Syarin hampir tersungkur karena menahan kantuk.
Akhirnya Rama mulai terlihat keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk kecil yang melilit dipinggangnya.
"Kamu ngapain disini?" Rama secara refleks menutup area dadanya dengan kedua lengan sambil mengapit kedua kakinya.
"Katanya kita udah beberapa bulan jadi suami istri yang saling mencintai, harusnya kamu gak kaget dong saat aku melihat tubuh kamu kaya gini." Syarin berusaha bersikap setenang mungkin namun ia tetap saja tak bisa menyembunyikan pipinya yang kini mulai memerah.
"Ah bukan gitu, aku cuma kaget aja tadi." jawab Rama gelapan dan mulai menurunkan kedua lengannya lalu dengan ragu mulai melangkahkan kakinya menghampiri Syarin.
Na'as, baru saja ia hendak mengangkat sebelah kakinya untuk melangkah, handuk yang terlilit dipinggangnya terjatuh begitu saja tanpa sempat diraih olehnya.
Padangan mereka kini sama-sama tertuju pada handuk yang tergeletak dilantai, sebelum akhirnya sama-sama berteriak.
Syarin segera melompat keatas ranjang lalu mengurung dirinya dengan selimut diiringi detak jantung yang berdebar tak beraturan.
Begitu juga dengan Rama yang ikut refleks mengurung dirinya dalam selimut.
Hingga tak berselang lama teriakan kembali menggema diruangan itu saat keduanya saling menyadari kalau mereka berdua ada dalam kurungan selimut yang sama.
"Kenapa kamu malah ikut masuk sih?" Syarin membenamkan wajahnya diatas bantal setelah melirik Rama yang meringkuk tanpa busana.
"Katanya kamu sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini? Tapi kenapa kamu terlihat malu seperti itu?" Kali ini giliran Rama yang menggoda Syarin.
"Kamu tau sendirikan kalau aku lagi lupa ingatan? Tentu saja aku juga lupa sama semua itu." jawab Syarin gelagapan, ia merasa menyesal karena sudah melakukan tindakan bodoh tadi.
"Beneran kamu lupa dengan semuanya? Mau aku ingatkan lagi sekarang? Mumpung aku udah siap nih." Rama mengatupkan bibirnya menahan tawa.
"Oke kalau itu mau kamu? Siapa takut." Syarin dengan cepat menyibak selimut yang mengurung mereka tadi.
Dan berhasil membuat Rama lari kalang kabut menuju kamar mandi, lalu dirinya memanfaatkan moment itu untuk melarikan diri dari kamar Rama.
Syarin meledakan tawanya setelah tiba dikamar miliknya.
Ia tak menyangka jika Rama akan secemen itu dengan melarikan diri kekamar mandi, padahal ia berharap Rama akan mengungkung tubuhnya saat itu.
Syarin berniat akan mengikat hubungan mereka dengan kehadiran seorang anak seperti yang dilakukan Vika dan David.
Meski keputusannya cukup beresiko namun itu jalan satu-satunya yang paling memungkinkan, terlebih jika dirinya melahirkan seorang anak laki-laki.
Keluarga Abimana pasti akan mempertahankannya sekuat tenaga karena mereka pasti membutuhkan seorang penerus berikutnya.
Namun angan-angannya seketika sirna saat mendengar suara ketukan dipintu.
"Ayo kita makan malam sama-sama, sepertinya kita perlu bicara sesuatu yang serius." suara berat Rama menggema diluar pintu.
"Iya, sebentar lagi aku turun." jawab Syarin cepat.
Setelah merapikan penampilannya yang berantakan akibat kurungan selimut tadi, Syarin segera melangkah menuruni tangga dengan hati yang gelisah.
Ia penasaran dengan apa yang akan disampaikan Rama.
Hingga mereka kini duduk saling berhadapan dimeja makan dengan suasana yang cukup kelam.
"Aku mau jujur tentang semuanya sama kamu."
Perkataan yang diucapkan Rama berhasil membuat kedua bola mata Syarin membeliak sempurna.
**************
**************