Di tengah gelapnya kota, Adira dan Ricardo dipertemukan oleh takdir yang pahit.
Ricardo, pria dengan masa lalu penuh luka dan mata biru sedingin es, tak pernah percaya lagi pada cinta setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya menyayanginya.
Sementara Adira, seorang wanita yang kehilangan harapan, berusaha mencari arti baru dalam hidupnya.
Mereka berdua berjuang melewati masa lalu yang penuh derita, namun di setiap persimpangan yang mereka temui, ada api gairah yang tak bisa diabaikan.
Bisakah cinta menyembuhkan luka-luka terdalam mereka? Atau justru membawa mereka lebih jauh ke dalam kegelapan?
Ketika jalan hidup penuh luka bertemu dengan gairah yang tak terhindarkan, hanya waktu yang bisa menjawab.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selina Navy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
"Ricardo.. "
El Patron, tak langsung bicara. Dia hanya menatap Ricardo dengan mata dingin dan penuh penilaian. Sementara, suasana disekitar ruangan itu pun berubah menjadi tegang.
Ricardo, dengan tetap tenang tanpa ekspresi, berdiri di depannya, menunggu perintah ataupun teguran dari El patron.
"Ricardo...Kebanggaanku," El Patron mulai bicara dengan nada sarkas, sambil memainkan cincin emas di jarinya.
"Aku sama sekali tak menyangka, akhirnya, kau menemukan 'wanitamu' juga ya?"
El Patron menekankan kata “wanitamu” dengan nada mengejek.
"Padahal, aku terus saja memberi mu 'hadiah', tapi kau selalu saja menolak nya, secantik atau seseksi apapun hadiah itu,"
ucap El Patron masih memainkan cincin di jarinya.
Namun, Ricardo hanya diam, pandangan nya lurus ke depan, ia tak menunjukkan reaksi apapun meski sindiran itu jelas ditujukan kepadanya. Ricardo sudah terbiasa dengan cara bicara El Patron yang seperti itu, penuh sindiran dan penghakiman yang tersembunyi.
"Ku pikir kau gay Ricardo, tapi aku salah, kau suka tawanan rupanya," lanjut El Patron dengan nada semakin menyindir,
Ricardo pun berpura-pura menghela nafas tak percaya,
"El Patron, ayolah.. kau memanggilku hanya karna ini? Sungguh?."
Mendengar itu, El Patron mengangkat bahu dan memiringkan kepalanya,
"Yaa, gimana ya? Sebenarnya, wanita itu tawanan ku bukan?."
Ricardo yang sebelumnya telah memprediksikan ini semua, kini memasang wajah tersinggung, namun itu hanyalah topeng belaka, bukan sungguh-sungguh.
"Jadi kau? Meminta bayaran? Padaku?."
"Hahahahaa"
El Patron pun seketika tertawa. Namun, tawa itu justru membuat seisi ruangan semakin tegang,
"Yang benar saja Ricardo.. mana mungkin aku meminta bayaran dari mu," ucap El Patron masih tertawa geli.
Mendengar pernyataan El Patron itu barusan, Ricardo pun kembali memasang topeng yang lainnya, topeng wajah nya kini datar tanpa ekspresi. Ricardo pun kembali tenang mendengarkan.
Sementara El Patron kini menatap Ricardo dengan tatapan yang tajam, dan sedikit memajukan badannya yang sedang duduk condong ke depan.
"Haahh..." El Patron menghela nafas panjang,
"Kau kan tahu Ricardo, aku selalu menyukaimu. Kau merupakan aset yang berharga bagiku, lebih dari siapapun yang ada di organisasi ini. Aku memanggilmu kemari hanya karna aku ingin memeriksa keadaan mu." El Patron berhenti bicara, dia memandangi Ricardo dengan tatapan yang lebih tajam lagi.
"Ricardo, pria seperti kita, yang hidup di dunia bawah tanah ini. Tak boleh sampai jatuh hati pada seorang wanita," lanjut El Patron dan kini bersandar kembali ke kursinya.
"Kau sadar kan Ricardo? Di dunia mafia ini, kita punya banyak musuh?." tanya El Patron.
Ricardo hanya mengangguk singkat tanda setuju.
"Begitu mereka mendengar kabar tentang wanita mu, musuh-musuhmu itu akan dengan senang hati memanfaatkan 'titik lemah' yang baru kau ciptakan ini." lanjut El Patron dengan menekankan kata titik lemah, seolah itu merupakan ancaman yang nyata.
Ricardo yang sedari tadi hanya diam menyimak penjelasan El Patron yang panjang lebar itu pun akhinya bicara,
"Kau tenang saja El, wanita itu bukan sesuatu yang spesial, tak kan ada yang bisa menjatuhkan ku. Aku tak akan membiarkan itu terjadi." ucap Ricardo dengan tenang dan tatapan mata yang lurus ke depan.
"Jadi, wanita itu bukan sesuatu yang spesial?Hmmm..Ternyata begitu, aku hanya salah paham rupanya." ucap El Patron mengangguk-angguk kan kepala nya tanda mengerti.
"Baiklah kalau begitu, sekarang kau bisa kembali ke markas. Aku percaya padamu." ucap El Patron sambil mempersilahkan Ricardo untuk pergi dari ruangan itu dengan isyarat tangannya.
Ricardo hanya mengangguk dan berbalik melangkah ke pintu. Namun, berhenti saat El Patron kembali memanggil nama nya,
"Ricardo, "
Ricardo pun membalikkan badan kembali menghadap El Patron,
"Dunia bisa menjadi kejam, untuk orang yang menunjukkan kelemahannya. Kau harus tau itu." kata El Patron dengan tatapan serius.
Ricardo hanya mengangguk sebagai tanda bahwa ia mengerti, lalu tanpa banyak bicara Ricardo berbalik dan meninggalkan ruangan.
Di belakang nya, El Patron memandangi punggung Ricardo yang menjauh pergi dan menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum kecil, senyuman itu sama sekali bukan tanda yang baik.
Beralih ke Ricardo dan Heriberto yang kini berada didalam mobil.
Disepanjang perjalanan pulang, Heriberto menyetir dengan tenang, tatapannya lurus ke depan, sementara Ricardo duduk di kursi belakang, tubuhnya tampak santai, tapi pikirannya berputar tanpa henti.
"Semakin lama Adira disini, akan semakin berbahaya untuk nya,"
"Aku harus segera memikirkan jalar keluar agar Adira bisa kembali ke negara asalnya." batin Ricardo.
Memulangkan Adira mungkin terdengar sederhana, tapi kenyataan yang sebenarnya memulangkan wanita itu kembali sungguh jauh lebih berbahaya.
Meski begitu, untuk saat ini, menjaga Adira tetap di berada sisinya adalah yang terbaik yang bisa dilakukannya sekarang.
Diluar, musuh-musuh Ricardo sekarang sedang mengintai Adira. Begitu Ricardo lengah dan mereka dapat kesempatan, mereka akan menggunakan Adira sebagai alat untuk menjatuhkan Ricardo.
Ricardo menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya, perkataan El Patron ada benarnya, Ricardo tak bisa sepenuhnya mengabaikan kenyataan bahwa kini Adira adalah kelemahannya.
Heriberto yang melihat wajah gelisah Ricardo pun terheran,
"Baru kali ini aku melihat ketua gelisah, sepertinya ketua memang sudah jatuh hati pada wanita itu." batin Heriberto.
Ricardo yang sadar dilirik Heriberto dari kaca spion mobil pun berkata,
"Kau sudah pastikan dia aman?."
"Ya, ketua." jawab Heriberto, pandangannya kini fokus ke depan.
"Berapa orang yang sedang berjaga sekarang?, " Ricardo lanjut bertanya, mata nya menatap ke luar jendela.
"Semua orang mu sedang berjaga disana ketua." jawab Heriberto,
"Bisa kau lebih cepat lagi? Aku tak tenang," pinta Ricardo sambil memejamkan mata nya.
"Baik, ketua." jawab Heriberto sambil menaikkan kecepatan mobil.
Begitu Ricardo tiba di markas, langkah kakinya terdengar tegas di lorong-lorong bangunan tua namun megah itu.
Saat tepat di depan pintu ruangannya, tangannya terulur untuk memutar gagang pintu. Namun, pintu itu tak mau terbuka, seolah ada yang menghalanginya dari dalam.
Ricardo berhenti sejenak, matanya menyipit curiga lalu mengalihkan pandangannya ke penjaga yang berdiri beberapa meter dari pintu.
Wajah pria itu memucat ketika mata tajam Ricardo menatapnya. Dengan cepat, penjaga itu berkata dengan suaranya yang terdengar gemetar,
"Maaf, ketua, pintunya... dia menutupnya dari dalam,"
"Kalian menganggunya?!" tanya Ricardo dengan nada yang dingin.
"Tidak ketua, mana mungkin kami berani, " jawabnya dengan kepala yang menunduk ketakutan.
Ricardo terdiam sebentar, mencoba mencerna apa yang terjadi. Kemudian, dengan tenang dan tanpa tergesa-gesa, Ricardo mengangkat tangan kirinya, mengetuk pintu pelan dengan jari telunjuknya.
Tiga ketukan lembut menggema di pintu kayu itu, dan suara Ricardo yang dalam terdengar hangat,
"Adira, ini aku, "
(ehemmm/Shhh//Shy/)